Desire

Apa kau dengar? Suara gagak terdengar memekakan? Membuat siapapun yang mendengarnya membuat merasakan nyeri pada bagian kepala.

Kau juga merasakan itu kan, heh, KIM JAEJOONG?!

Salahkan dirimu sendiri yang menahan rasa ‘lapar’ itu sendirian. Kau bisa mati dalam kegelapan jika terus menahannya. Bodoh…

.


.

Desire

-Z-

.

YunJae Fanfiction

.

Warning: typo, AU, OOC, Real Person, Vampire!Jae
Rate : T
Disclaimer : Themselves

Ada yang terinspirasi dari manga VAMPIRE KNIGHT by Matsuri Hino

.

Playing : Linkin’ ParkNumb & Tohoshinki – One and Only One

.


.

DUK

Yunho mendorong pundak Jaejoong agar pria itu mau melihatnya, “Jae, kau menghindariku?!”

Jaejoong yang baru menyelesaikan kegiatan ektrakurikuler, terkejut mendapati Yunho menunggunya di luar gedung. Keduanya adalah sahabat dekat sehingga saat Jaejoong menghindarinya selama seminggu ini membuat Yunho berfikir keras mencari kesalahannya hingga saat dia sampai di titik buntu, pria itu mendatangi Jaejoong.

Pria dengan rambut hitam kelam itu mengalihkan pandangannya dari Yunho, “Aku tidak menghindarimu. Tidak lihat apa aku sedang sibuk?” cibir Jaejoong. Dia melepas tangan Yunho yang memegang lengannya. Jaejoong membenarkan letak tas punggungnya dan berjalan menuju motornya yang dia parkirkan di sebelah kanan gedung olahraga.

Dengan setia Yunho mengekori Jaejoong sambil tetap berceloteh, “Kau marah padaku, eoh? Bahkan saat istirahat kau juga menghindariku. Kau pasti marah, Jaaae~” Yunho terus menendangi bagian bawah tas punggung Jaejoong mencari perhatian Jaejoong. Dia tidak suka diabaikan.

Rasanya kepalanya sakit mendengar rengekan Yunho. Tasnya juga ditendangi dari tadi membuat tubuhnya terlonjak beberapa kali.

“Jaee~”

Jaejoong mengambil bola tenis yang tadi dia masukan ke saku sebelah kiri tasnya, “AISH, DIAM!” dengan tidak berperasaan ia melempar bola itu hingga terkena wajah Yunho.

APPO!”

Tidak mengubris Yunho, Jaejoong menggunakan helm-nya dan menyalakan motornya. Saat dia hendak menjalankan motor pemberian pamannya, Yunho memegang pundak Jaejoong dan segera menduduki kursi penumpang.

Jaejoong mengangkat kaca depan helmnya dan menoleh ke belakang, “Apa-apaan kau?! Turun!”

“Aku ikut!” ujar Yunho kekanakan. Tangannya memegang pundak Jaejoong dan mengguncangkannya, “Ayo jalan!”

Jaejoong memutar bola matanya, jengah. “Aku mau langsung pulang dan istirahat! Melelahkan sekali kalau harus mengantarmu pulang. Tujuan kita berlainan arah, bodoh! Lagipula mana mobil yang kau bangga-banggakan itu, eoh?! Pulang saja dengan itu!” cerocos Jaejoong sakartik. Pria itu mulai muak dengan sifat manja Yunho.

“Mobilku di service,” balas Yunho kalem, “Dirumah tidak ada orang, Jaae~ aku kesepian~ aku main ke tempatmu saja.”

“Geez,” tanpa mau banyak berdebat dengan Yunho, Jaejoong segera menjalankan motornya ke flat tepatnya berada yang hanya berkisar 5 kilometer dari sekolah. Rumah Jaejoong sendiri berada di pinggir kota, sehingga pria itu memilih untuk menyewa flat agar tidak sulit untuk menjangkau sekolah.

“WOHOOO~ Lebih cepat Jae! Kencangkan motormu!”

“BERISIK!”

.

.


.

.

Memasuki flat-nya, Jaejoong mengabaikan Yunho yang masih betah berceloteh. Pria cantik itu merebahkan tubuhnya di atas kasur dan berusaha menganggap Yunho tidak ada.

“Jae! Aku mau ramyuun dicampur dengan tteokbokki~”

Jaejoong mengerang kesal. Bisakan Yunho diam sejenak? Dia mengambil bantalnya dan menutupi kepalanya dengan benda itu.

“Jaaaeee~” rengek Yunho manja.

“Buat sendiri! Kepalaku sakit. Diamlah!” bentak Jaejoong membuat Yunho bungkam. Dia memandang sahabatnya yang sedang tiduran dengan pandangan khawatir.

“Baiklah,” balas Yunho singkat. Setelah menepuk kaki Jaejoong, Yunho berjalan keluar dari ruangannya dan Jaejoong hanya mengintip kepergian Yunho dari sela bantalnya.

BLAM

Setelah pintu tertutup Jaejoong beranjak duduk. Jaejoong yakin pria itu pasti pulang karena tidak ingin menganggunya. Sebenarnya kepalanya tidak sakit, dia hanya berbohong untuk menghindari Yunho.

Dibandingkan dengan pusing, sebenarnya Jaejoong ‘lapar’.
Tapi ini bukan lapar biasa, kawan…

Jaejoong turun dari atas kasur dan berjongkok mengambil benda yang dia taruh di bawah kasurnya. Sebuah kotak dengan ukuran 5x8x1,5 cm berwarna merah pekat. Jaejoong membuka kotak itu dan melihat kotak itu berisi kapsul yang berwarna sama dengan tempatnya.

Ini adalah makanan aslinya.

Tablet darah

Bibirnya melengkungkan senyuman miris. Jaejoong mengambil satu kapsul dan menaruhnya di dalam gelas yang berisi air. Seketika warna air yang awalnya bening langsung berubah menjadi merah pekat dan terlihat lebih kental.

Sebenarnya dibandingkan memakan tablet darah, meminum darah manusia lebih dapat memuaskan dahaga. Dan itu yang Jaejoong rasakan akhir-akhir ini. Tablet darah tidak bisa membuat dahaganya hilang. Dia malah merasa lebih haus dan lebih haus lagi.

Ini juga alasan lain mengapa dia menjauhi Yunho. Dalam kurun waktu 5 tahun, Yunho adalah orang paling dekat dengannya. Dari awal bertemu Jaejoong tahu bahwa wangi darah Yunho berbeda. Begitu manis. Namun saat itu Jaejoong dapat menekan rasa hausnya. Tapi tidak dengan belakangan.

Sosok lain dalam dirinya seolah memberontak ingin menerkam Yunho dan menyesap ‘rasa’ pria itu.

“Yah, terserah kau mau haus seperti apa. Tapi jangan sampai melukai Yunho, arra?” gumam pria itu pada dirinya sendiri.

Huft, entah sejak kapan dirinya mulai memandang Yunho tidak sekedar teman. Banyak poin plus dari Yunho sehingga membuat dirinya tertarik. Sangat tertarik malah.

Perlahan Jaejoong mengangakat gelasnya dan mulai meneguk cairan merah di dalamnya.

Hish, rasanya tidak enak.

“Kau meminum darah?!”

DEG

Rasanya tangan Jaejoong berubah menjadi sangat lemas saat mendengar suara itu. Suara yang sangat familiar.

PRANG

“Y-Yunho?”

Rasanya Jaejoong ingin mati saja. Kenapa dia tidak sadar Yunho masuk ke ruangannya? Bagaimana ini?!

“KENAPA KAU MEMINUM DARAH?!” pekik Yunho. Pria itu bergerak mendekati Jaejoong. Dia mengguncang tubuh sahabat baiknya. Apa yang dia lihat barusan sangat menekan kesadarannya. Teman baiknya meminum darah?

Jaejoong hanya diam dan menatap Yunho kaku, “Ke-kenapa kau disini?” ucapnya gugup.

Yunho mengacak rambutnya brutal. Otaknya berfikir keras, “Aku membawakan obat sakit kepala!” ucap pria itu dengan nada tinggi, “Lalu kulihat kau meminum darah!? Gila! Kau vampir, eoh?!” matanya menatap Jaejoong tajam.

Diam…

Yunho tampak mengatur nafasnya sedangkan Jaejoong hanya menatap pria di depannya lama.

Jaejoong merasa mulai dapat berfikir jernih. Dia mendesah pelan, “Ne, aku vampir,” tidak ada gunanya berbohong atau mencari alasan lain. Yunho sudah melihat jelas ‘kegiatan’-nya.

“Kenapa kau tidak bilang dari awal?!”

Pria cantik itu memejamkan mata dan memijat kepalanya sebentar. Setelah itu dia kembali menatap Yunho, “Aku menyukaimu. Jika aku jujur, aku takut kau malah menjauh.”

Yunho mencibir, “Alasan!”

“Aniya~ A-“

“STOP! Biarkan aku tenang, ne? Setelah itu kita berbicara lagi,” Yunho beranjak dari hadapan Jaejoong.

Dan ketika pintu kembali di tutup, Jaejoong menatap sendu pecahan gelas di bawah kakinya.

“Semua gara-gara kau! Kenapa kau harus seorang vampir, eoh?” desis Jaejoong kesal.

.

.


.

.

.

Sekarang jam 9 malam. Berarti sudah 3 jam semenjak Yunho meninggalkan flat Jaejoong. Dirinya sudah merasa tenang sekarang dan memutuskan kembali ke tempat Jaejoong dan berbicara dengan pria itu.

Jaejoong seorang vampir dan pria itu mencintai dirinya.

Hais, ini membuat kepalanya berdenyut beberapa kali.

Sebenarnya dia tidak marah jika Jaejoong memang seorang vampir ataupun perihal pria itu menyembunyikan hal ini sejak lama. Dia hanya terlalu terkejut sehingga ingin membuat seolah-olah Jaejoong bersalah.

Sedari tadi dia sudah berfikir, mungkin ini alasan mengapa Jaejoong menghindarinya akhir-akhir ini. Apa Jaejoong ingin meminum darahnya? Atau pria itu takut perasaanya ketahuan?

Yunho hanya terkikik pelan memikirkan hal ini.

Dia membuka pintu flat Jaejoong dan mendapati semuanya gelap. Namun tanpa pikir panjang, Yunho masuk begitu saja dan menutup pintunya kembali.

“Grrr…”

Yunho terpaku mendengar geraman. Seperti suara hewan buas yang mengerang lapar karena tidak mendapat buruan. Apa ada hewan liar masuk ke flat Jaejoong. Namun mengingat flat ini berada di pertengahan kota, itu sangat tidak mungkin.

Langkah Yunho berubah cepat dan dia terpaku mendapati Jaejoong.

Pria itu menancapkan kukunya di atas ranjang. Mengeluarkan keringat deras dan matanya memerah. Menggeram dan menolehkan kepalanya kesana kemari seperti hewan buas.

“Jae!” pekik Yunho.

Dan seketika Jaejoong menoleh ke arahnya. Tidak ada satu detik saat Jaejoong tiba-tiba melompat menerjangnya. Yunho syok bukan main.

BUGH

Tubuh Yunho terjatuh.

“Au!”

Kuku Jaejoong mencakar bagian dadanya.

“Grr…”

Geraman Jaejoong memenuhi ruangan.

“JAE, kau kenapa?!”

Dan…

“ARGH!!”

Taring tajam Jaejoong menembus kulit leher Yunho. Membuat darah bercipratan.

.

.

.


.

.

.

Yunho tidak marah ketika Jaejoong menyakitinya malam itu, setelah Jaejoong mengaku semuanya dan sosok yang malam itu menyerang Yunho adalah sisi jahat Jaejoong. Setelah kejadian itu, Yunho malah terus menawarkan darahnya.

Dan sejak hari itu juga. Jaejoong menjadi sangat ketergantungan dengan Yunho. Mengonsumsi tablet darah sudah tidak pernah dia lakukan lagi. Kini dia berpaling menjadi meminum darah temannya sendiri—Yunho.

Ini sudah dua bulan sejak kejadian itu. Jaejoong duduk diam di atas kasur. Dia bisa merasakan bahwa sisi lainnya semakin ganas sejak meminum darah Yunho. Jika dulu dia bisa bertahan meminum darah Yunho hanya 1 minggu sekali, sekarang frekuensi itu berubah semakin dekat. Kini jika dalam 3 hari dia tidak meminum darah Yunho, tubuhnya terasa sangat sakit.

Jujur Jaejoong tidak pernah mau meminum darah Yunho dengan frekuensi secepat itu. Lihat saja pria itu akhir-akhir lebih mudah lelah. Bahkan sering tertidur saat pelajaran. Beberapa kali Jaejoong harus menahan nafasnya jika tiba-tiba Yunho limbung.

Namun Yunho selalu datang padanya. Memeluk tubuh Jaejoong lalu menyodorkan lehernya sendiri agar Jaejoong meminum darahnya. Walaupun tidak ingin, namun Jaejoong juga tidak bisa menolak.

Jika seperti ini terus, dia bisa-bisa membunuh Yunho. Jaejoong mengerang frustasi. Dia menjambak rambutnya sendiri. Dia berfikir untuk mengonsumsi tablet darah lagi sebagai cadangan agar tidak bergantung pada temannya.

Tangannya meraba ke bawah kasur dan mengambil kotak merah itu. Mencampur isinya dengan air dan mulai meminumnya.

Belum ada satu tegukkan, Jaejoong memuntahkan minuman itu. Dia tidak percaya jika obat yang dulu sering dia konsumsi rasanya seperti ini. Pria itu seolah-olah meminum sampah. Rasanya sangat buruk. Dibandingkan dengan darah Yunho…

DEG

Tidak-tidak. Kau tidak boleh bergantung dengan darah Yunho. Jaejoong kembali meraih gelas itu dan meminum isinya lagi. Dan lagi-lagi dia memuntahkan semuanya. K-kenapa tubuhnya menolah tablet darah?

Ada  rasa frustasi dalam dirinya. Kini dia tidak mencampur tablet darah dengan air. Pria itu memakan dua tablet darah seperti mengunyah permen.

Diam sejenak sampai obat itu masuk ke lambung vampirnya dan seketika dia merasakan ada yang menghantam perutnya begitu keras. Dia kembali memuntahkan isi perutnya.

“Hoek… Hoek… Hiks…” perlahan tanpa disadari olehnya, Jaejoong menangis. Jika dia tidak bisa meminum tablet darah lagi, berarti Yunho…

Memikirkannya saja membuat Jaejoong ingin menangis lebih keras.

.

Setelah percobaanya dengan tablet darah, kini Jaejoong meringkuk di atas kasur dan menyelimuti tubuhnya dengan selimut. Dia mengigil. Dia bisa merasakannya… tubuhnya memberontak dan dia merasakan lapar yang sangat.

Di dalam selimut Jaejoong mencakari tubuhnya sendiri. Memaksa dirinya tetap sadar dan tidak menyakiti siapapun.

“Bagaimana ini?” isak pria itu dalam diam. Sebenarnya dia tidak cengeng! Hanya saja jika memikirkan kondisinya sekarang dia selalu ingin menangis.

Jaejoong masih ingat bahwa kemarin siang adalah waktu terakhir dia meminum darah temannya. Bagaimana bisa kini dia sudah lapar lagi?

Dalam kesunyian, tak lama Jaejoong mendengar pintu flatnya terbuka.

“Jae?”

Yunho…

Dalam hati Jaejoong merutuki kedatangan Yunho. Kenapa pria itu datang? Bagaimana jika dia tiba-tiba lepas kendali dan meminum darah Yunho?

“PERGI!” bentak Jaejoong keras sebelum Yunho sempat melihat wajahnya.

Namun dibentak seperti apapun, Jaejoong tetap memasuki flat Jaejoong dan mendapati orang yang baru-baru ini menjadi temannya meringkuk di atas ranjang. Yunho tersenyum dan ikut naik ke rajang, mendekati Jaejoong.

Melihat Yunho mendekat, Jaejoong mengerang, “Pergi!” pekiknya.

Bukan Yunho namanya jika dia menuruti apa yang Jaejoong katakan. Pria itu malah semakin dekat dengan Jaejoong dan membawa Jaejoong yang ada dalam lilitan selimut mendekatinya. Ia memeluk Jaejoong mesra dan mengusap-usap wajahnya ke atas kepala Jaejoong, “Waeyo? Marah padaku?” ucap Yunho.

Jaejoong tidak menjawab. Dia menahan nafasnya mati-matian agar tidak tergoda dengan bau tubuh Yunho.

Merasa janggal karena Jaejoong tidak menjawab, Yunho menjauhkan tubuhnya agar melihat wajah temannya. Dia tersenyum tipis mendapati Jaejoong memejamkan matanya dan mengigit bibirnya sendiri seolah menahan sakit.

“Kau lapar?”

Tubuh Jaejoong tersentak saat Yunho berbisik tepat di telinganya. Dia tanpa aba-aba membuka matanya dan melihat Yunho. Pria itu menatapnya dengan tatapan teduh.

Jaejoong bergetar hebat saat Yunho membuka kancing kemejanya sendiri. Pria itu menyibakkan kemejanya dan menunjukan pundak bagian kiri. Masih ada bekas gigitan Jaejoong, terlihat sangat ketara karena baru kemarin Jaejoong mengigitnya.

“Aku tidak lapar!” tolak Jaejoong mentah-mentah. Dia memalihkan wajahnya, “Aku sudah minum kemarin!” ucap Jaejoong lagi.

Walaupun mulutnya berbohong, tapi Yunho bisa tahu jika Jaejoong berbohong. Tanpa banyak omong lagi, secara tiba-tiba dia menempelkan bibirnya dengan milik Jaejoong.

Lidahnya mengusap bibir Jaejoong membuat pria dibawahnya mendesah dan membuka belahan bibirnya. Dengan terbukanya bibir Jaejoong, Yunho dapat menelusupkan lidahnya ke dalam mulut Jaejoong.

Benda lentur milik Yunho menelusuri deretan gigi Jaejoong dan terdiam di salah satu gigi Jaejoong yang sangat tajam dan lebih besar dari pada yang lain—taringnya.

Secara tiba-tiba Yunho menggores ujung lidahnya dengan taring Jaejoong membuat darahnya keluar.

Dan karena ini, sisi liar Jaejoong terpancing. Dia menekan pundak Yunho dan menghisap-hisap sisi lidah Yunho yang mengeluarkan darah. Ada hasrat ingin mengigit lidah itu agar darah yang merembes semakin banyak, namun sebelum sisi liar Jaejoong melancarkan hal itu, Yunho memutus ciuman mereka.

Dengan gentle Yunho mendekap kepala Jaejoong ke perpotongan leher dan bahunya. Yunho meringis saat bibir Jaejoong menggosok bagian lehernya dengan kasar. Setelah itu lidah pria itu keluar dan mulai menjilati leher Yunho.

Dua bulan yang lalu, Yunho merasa sangat tersiksa dengan taring Jaejoong yang sering menembus lehernya, namun kelamaan pria itu mulai mati rasa.

“Ah…” Yunho mengerang pelan saat taring Jaejoong menembus kulitnya dan mengeluarkan darah yang banyak.

Kedua tangan Yunho melingkar di punggung Jaejoong dan mengusapnya lembut. Jaejoong menghisap darahnya dengan sangat brutal seolah darahnya adalah makanan paling nikmat di dunia ini.

“Pelan-pelan sayang,” desis Yunho. Bersama dengan darahnya yang keluar, tenanganya juga seolah terhisap.

Dan seketika pergerakan Jaejoong terhenti. Suara Yunho seolah menyadarkannya.

Tentu Yunho bisa merasakan perubahan Jaejoong yang mendadak. Dia menepuk punggung temannya, “Kenapa berhenti?”

Mendengar ucapan Yunho, Jaejoong menghisap pelan darah Yunho yang masih keluar. Tubuhnya bergetar pelan dan dia mulai menangis.

Tadi dia sama sekali tidak sadar saat menghisap darah Yunho. Begitu dia sadar dia sudah berada di posisi ini dan meminum darahnya begitu brutal. Jaejoong sangat takut. Sisi vampirnya semakin liar seolah dia bisa mati kapanpun jika tidak ada darah. Namun bukan kematianlah yang ditakutinya.

Ketakutannya selama ini adalah jika dia tanpa sadar tiba-tiba membunuh pria yang ada dihadapannya. Dia tidak yakin bisa mengendalikan dirinya untuk 2 minggu kedepan.

Jaejoong melepaskan taringnya dari pundak Yunho. Tangisannya semakin pecah membuat Yunho kalang-kabut.

“Jangan menangis. Kenapa kau tiba-tiba menjadi sangat cengeng, hmm?” ledek Yunho. Dia menepuk pundak Jaejoong dan mengelusnya untuk memberi ketenangan.

Dalam kondisi masih tetap sesegukan, Jaejoong bangkit dan mengambil kotak P3K. Dia membersihkan darah Yunho dan memberikan obat pada lukanya sambil terus mengatakan, ‘Maafkan aku’.

Selesai mengobati luka Yunho, Jaejoong mendorong tubuh temannya agar terbaring di atas ranjangnya. Wajah Yunho sangat pucat, dari ekspresinya Yunho seperti habis melakukan pekerjaan yang sangat melelahkan. Tapi walaupun begitu senyuman tidak pernah luntur dari bibirnya.

“Tidurlah. Aku akan membeli makanan,” ucap Jaejoong parau sebelum berjalan keluar flatnya.

.

.


.

.

.

Jaejoong memandang gelisah Yunho yang masih tidur di sampingnya. Sudah hampir 12 jam pria itu tidur dan belum menunjukan tanda-tanda akan bangun. Ingin rasanya ia membangunkan Yunho dan mengajak pria itu untuk makan, namun ada perasaan tidak tega disana saat melihat wajah Yunho yang tampak sangat kelelahan.

Tapi jika kembali mengingat bahwa Yunho belum mengonsumsi apapun atau meminum sesuatu, Jaejoong berusaha mengenyahkan perasaan itu.

“Yun…” dia mengguncang pelan tubuh Yunho, “Bangun…”

Tidak ada respon.

Jaejoong mengguncangkan tubuh Yunho lebih keras, “Banguun…”

Saat Yunho mengeliyat, Jaejoong tersenyum senang.

“Yun, ayo bangun. Aku sudah menyiapkan makan!” Jaejoong buru-buru turun dari kasur dan mengambil nampan yang dia taruh di samping kasur.

Rasanya kepalanya masih berdenyut sakit, tapi Yunho memaksakan diri untuk bangun dan duduk, “Jae…” ucapnya serak.

Jaejoong menoleh dan menatap Yunho khawatir. Pasalnya Yunho terlihat seperti di ambang kematian sekarang. Tangannya memegang nampan dengan erat, “Wae?”

“Aku tidak mau pakai sumpit. Pakai sendok.”

Hening…

“YAK!” Jaejoong memukul pundak Yunho, “Jangan bercanda di saat seperti ini!”

Yunho hanya tertawa pelan, “Habis kau tegang sekali.” setelah itu walau dengan sedikit gemetar, Yunho mulai memakan apa yang disediakan Jaejoong.

Jaejoong yang duduk di depan Yunho larut dengan pemikirannya sendiri, sambil sesekali membantu membersihkan noda yang berceceran karena tangan Yunho masih lemas.

“Yun, kupikir aku akan mengonsumsi tablet darah lagi…”

Pergerakan Yunho terhenti sebentar untuk mencerna apa yang Jaejoong katakan, “Wae? Darahku tidak enak?” candanya.

Jaejoong menggeleng, “Aniya~ Itu enak… terlalu enak malahan,” Jaejoong menatap Yunho tepat di matanya, “Aku takut suatu saat aku membunuhmu tanpa sadar,” ucapnya serius.

Yunho tergelak. Setelah itu tangannya terangkat untuk mengusap rambut Jaejoong, “Tenang saja, Jae~ Aku percaya kau tidak akan pernah membunuhku.”

Jaejoong hanya diam menerima usapan Yunho.

‘Tidak, Yun… Yang mengigitmu itu bukan aku. Tapi sisi liarku.’ batinnya.


END


Adakah yang ingin menyampaikan idenya mengenai kelanjutan fanfiksi ini? Seperti fanfiksi TRUTH. Aku suka membaca komentar kalian~

Kritik & saran?

.

.

-.-.-.-.-.-.-
FOLLOW ME!
at)Zknoow
-mention for follback & freechat!-
-.-.-.-.-.-.-

Morning

Oh my God

Jaejoong terbangun dengan erangan kesal. Bisa-bisanya dia memimpikan sesuatu yang sangat mengairahkan bersama Yunho. Ugh, rasanya ingin kembali menceburkan diri ke mimpinya yang tadi. Bisa-bisanya dia terbangun ketika—dalam mimpi—dia hampir mencapai klimaks.

Aish, bagaimana ini?

Dia sudah sangat tegaaaang!

.


.

Morning

-Z-

.

YunJae Fanfiction

.

Warning : Naughty!Jae, OOC, AU, typo, mesum, Boys love, drabble, Lime, vulgar.
Rate : M
Disclaimer : Themselves

.


.

Jaejoong menggeliyat resah. Namun kegelisahannya terhenti saat mendapati Yunho sedang tertidur dalam keadaan terlentang di sampingnya.

Awalnya Jaejoong hanya diam. Sebelum bibirnya melengkungkan senyuman licik. Tangannya meraba-raba selangkangan Yunho pelan. Berusaha semaksimal mungkin agar pria tampan itu tidak terbangun karena ulahnya.

“Ah…” ia mendesah sendiri saat tangannya mendapati sesuatu yang begitu tegang dan keras di sana.

Moring erection!

Love it~

Dengan seperangkat pikiran mesumnya, Jaejoong segera menyibak selimut yang menutupi keduanya. Tanpa sadar dia menjilat bibirnya sendiri saat melihat penis Yunho mengembung di balik celana. Aww~ dia bisa membayangkan mainan kesayangannya sedang berdiri tegak di sana~

Jari-jari lentiknya perlahan menelusuri pinggang Yunho, lalu segera melepas celana berserta dalaman kekasihnya.

KYAAA!!!

Jika dirinya seorang fansgirl, mungkin dia akan memekik seperti itu~ rasanya gemas sekali melihat Yunhonya dalam posisi seperti ini… Erotis!

Tanpa basa-basi Jaejoong membuat dirinya menjadi telanjang bulat. Di otaknya sudah tersusun apa saja yang akan dia lakukan.

Pertama, duduk di perut Yunnie-ya~ Raba-raba dadanya… ish, tapi karena gemas Jaejoong malah meremas dada kekasihnya membuat Yunho mengeluarkan lenguhan pelan.

Jaejoong terkikik karena aksinya sendiri. Setelah Yunhonya lebih tenang, perlahan Jaejoong memundurkan pinggangnya. Membuat penis tegang Yunho bergesekan dengan belahan pantatnya. Membawa friksi nikmat yang membuat tubuhnya mengejang.

Haish, b-benda itu keras sekali…

Jaejoong suka!

Dengan seduktif Jaejoong menggerakkan pinggangnya menggesek-gesek kenjantanan kekasihnya.

“Sshhh…” desis Jaejoong nikmat. Dia bisa merasakan lipatan bokongnya terasa lebih basah karena cairan yang Yunho keluarkan. Perasaan agak lengket ini sangat menyenangkan!

Aduh, sepertinya nafsunya sudah sangat mengebu-gebu. Buru-buru Jaejoong mengangkat bokongnya tinggi-tinggi. Mempersiapkan diri untuk rectumnya ditembus oleh benda besaritu. Tapi hal ini pasti tidak akan seru jika Yunhonya tidak bangun~

“Y-yunnie… bangun,” Jaejoong mengguncang tubuh Yunho pelan. Namun itu berefek! Kelopak mata Yunhonya terbuka sedikit.

Dan langsung saja~

JLEB

“Akh! Jaejoongie!”

“Nggh~ Yunho-ahhh…”

.


END


KYAAA! KEPENCET, JADI END xD /slapped/

Ini drabble loh -3-) makanya END! ENDD!!! Wahahah *dengan innocent-nya kabur & tidak menyelesaikan*

.

Ngomong-ngomong sebelum gue kabur *?*, FOLLOW ME!
at)Zknoow
-mention for follback & freechat!-

Aku salah pernah bilang pada temanku untuk tidak berhenti promosi twitter baruku sampai follower-nya melebihi nona at)BornFreeOneKiss aka Kim Jaejoong. Duh…

.

Annyeoong~

 

 

 

 

 

I’m Sorry

Warning : OOC, AU, typo, REAL PERSON fanfiction, BOYS LOVE, Hurt
Rate : T
Disclaimer: Themselves

.

Italic di tengah (center text) = Flashback


.

Aku selalu mengalami kesulitan untuk menyatakan seberapa besar cintaku untuk orang yang sangat kucintai.
Aku minta maaf untuk itu…
Maafkan aku Jae…
Sungguh, maafkan aku.

.


.

I’m Sorry

-Z-

.

YunJae Fanfiction

.

Terinspirasi dari, “I’m Sorry by Gummy
Arti dari lagu ini selalu menyakitiku.

.


.

Sejak dua minggu yang lalu, aku harus menerima kenyataan untuk selalu terbangun tanpa kau bersamaku.

Ini menyakitiku, sungguh. Aku terlalu terbuai dengan kehadiranmu setiap pagi yang membangunkanku dengan lembut. Mengusap pipiku sambil mengatakan beberapa besar cintamu padaku. Setelah itu memberi kecupan kecil sambil memanggil namaku berkali-kali sampai aku terbangun.

Saat aku sedang berada dalam kondisi yang baik, aku akan membalas ciumanmu dan kita tertawa bersama sambil melewatkan pagi hangat dengan secangkir coklat hangat. Namun  jika tidak tidak aku dengan seenaknya akan menepis tanganmu dan segera pergi.

Walaupun kau tidak terisak, aku tahu dalam hati kau menangis.

Maafkan aku…

.

Sejak dua minggu yang lalu, aku harus duduk di meja makan sendirian.

Aku memejamkan mataku mengingat dahulu aku sering mendengar suara penggorengan dan mencium wangi makanan yang begitu lezat. Diiringi dengan kehadiranmu menggunakan apron biru dan suara lembutmu menyenandungkan lagu cinta tanpa kenal lelah.

Tapi kini semua berbeda. Aku duduk sendirian di meja makan hanya dengan semangkuk sereal.

Tidak ada kau…

Aku memandang kursi di depanku yang biasanya selalu terisi. Kenapa aku baru merasakan sekarang betapa kosongnya semua ini tanpamu?

Saat aku marah aku akan mengabaikan masakan yang kau buat atau memperlakukan mereka seperti sampah. Namun kau tidak pernah marah… kenapa?

“Jae, kenapa kau tidak pernah marah padaku?”
“He? Pertanyaanmu aneh, Yunho-ah… tentu saja karena aku mencintaimu

Jae… maafkan aku.

.

.

Aku harus bekerja. Selelah apapun atau sesedih apapun aku harus tetap bekerja. Aku duduk di kursi bagian pemasaran. Sibuk dengan banyak berkas yang harus diselesaikan.

Meja di sampingku begitu kosong. Semua barang-barangnya telah tiada, hanya menyisakan satu komputer dalam keadaan mati.

Sejak dua minggu yang lalu, kau berhenti bekerja dan membiarkan sisi sebelah kananku terasa begitu sunyi dan kosong.

Aku teringat aku sering kesal padamu karena terus berceloteh padahal kita sedang bekerja.

“Ah, diamlah, Jae!”
“Yak, aku belum selesai berceritaaa…”

Tapi, saat aku marah aku hanya diam tidak berbicara dan membuatmu terus menunduk ketakutan di sampingku.

Jae… Kim Jaejoong… maafkan aku.

Kembalilah, aku akan membiarkanmu berceloteh sampai kau puas.

.

.

.

Sejak dua minggu yang lalu, setiap harinya aku menjadi gila karena merindukanmu.

Aku berdiri diam di depan kamar yang—dulu—kau gunakan. Kepalaku ku sandarkan di pintu sambil memejamkan mata. Dulu kau akan menutup pintu kamarmu seperti ini saat sedang menonton drama sedih dan melarangku masuk. Biasanya aku akan menggodamu dengan banyak hal…

“Jae~ buka pintunya…”
“Andwae! Hiks… huwe, Kim Sooyoung.”
“Aku buang Changchang loh, nanti. Ayo buka!”
“C-changchang?! ANDWAE! Tunggu… tunggu biar aku bukakan pintunya!”

Namun saat aku marah. Kau akan diam mengurung diri di kamar hingga pagi. Karena kau tahu bahwa kehadiranmu malah membuat amarahku semakin meledak-ledak.

Hey, Jae…

Aku pernah memukulmu, kan?

Di pelipismu… aku masih ingat kejadian itu.

Apakah itu sakit, Jae? Mana yang sakit?

Aku akan mengobatinya jika masih bisa kembali ke saat itu. Aku menyesal malah meninggalkamu begitu saja setelah melakukan hal sejahat itu.

Maafkan aku Jae… Kembalilah.

.

.

.

.

Kamarku begitu sepi sejak dua minggu yang lalu.

Tidak ada kau yang membereskannya. Tidak ada kau duduk di kasurku menungguku yang sedang bekerja,
menungguku sedang mandi,
menungguku sedang merakit robot,
menungguku saat aku belum pulang,
menungguku saat aku tidak pernah tahu bahwa selama ini kau selalu mengguku!

Kenapa kau selalu mau menungguku? Kenapa kau selalu mau bersabar terhadapku?

“Loh, Jae… kenapa belum tidur? Malah menungguku pulang?”
“Hahaha, kau ini bagaimana sih? Tentu saja aku menunggumu karena aku ingin bersamamu!”

Kamar ini…

Kamar ini terkutuk.

Kamar ini tempat dimana kita mulai sering bertengkar—lebih tepatnya aku marah-marah kepadamu.

Kamar ini juga adalah tempat perpisahan kita. Aku benci tempat ini.

Selama ini kau selalu pintar untuk menutupi air mata kesedihannya. Namun ditempat ini… dikamar ini… kau menangis begitu keras karena aku.

Masalah kita muncul sejak 1 bulan yang lalu dan puncaknya adalah saat aku bercinta dengan orang lain di kamar terkutuk ini.

Padahal selama ini, ciuman adalah jarak paling jauh yang pernah kita tempuh.

.

.

.

.

.

TING TONG

Aku terdiam di depan rumah barumu. Menunggu pintu dibukakan dengan jantung yang terus berdegup liar. Ini sudah tiga minggu kita tidak bertemu dan aku benar-benar bisa menjadi gila jika tidak bisa bertemu denganmu. Aku merendahkan segala harga diri dan egoku untuk bertemu denganmu, Jae~

Pintu terbuka dan ibumu disana. Menatapku lama dengan tatapan sendu.

Aku menunduk dalam memberi salam. Memohon dan meminta izin pada beliau agar diperbolehkan untuk menemuimu. Sekali saja.

Wanita tua itu mengizinkanku.

“J-jangan terlalu keras padanya, Yunho-sshi. Dia baru saja tertidur setelah semalaman menangis,” mohon ibumu padaku. Aku hanya mengangguk mengiyakan dan tersenyum kecil.

Tanganku bergetar hebat saat membuka pintu kamarmu. Perasaan bersalah dan rindu begitu menyeruak.

Air mataku menetes tanpa aba-aba mendapatimu sedang tertidur dengan Changchang—boneka gajah yang kubelikan untukmu—berada dalam dekapanmu. Kelopak matamu menebal karena bengkak dan sekilas hidung mancungmu terlihat memerah.

Buru-buru aku mendekatimu dan bersimpuh di samping ranjangmu. Memandangmu dengan jarak dekat. Oh Tuhan… wajah ini… aroma ini… semua ini yang sangat aku rindukan.

Kuberikan sentuhan di pipimu. Begitu halus… namun hal ini membuat matamu terbuka tiba-tiba.

Kau tersentak kaget karena kedatanganku. Namun kau tidak memberontak atau memintaku untuk pergi. Kita masih dalam posisi yang sama hingga tanpa aba-aba kau bangkit untuk duduk.

“Kenapa kemari?” ujarmu begitu serak. Aku tidak menjawab karena tidak tahu harus menjawab apa. Haruskah aku bilang bahwa aku begitu merindukannya? Heh, konyol…
“Bukankan lebih baik tidak usah berjumpa lagi?” ucapmu lagi karena aku tidak merespon.
“Kita kan sudah berpisah…”

Kau begitu tenang mengatakannya. Ini sangat menyakitiku. Dengan lembut aku meraih tangannya dan menggengamnya. Namun kau menepisnya pelan namun itu menjadi tamparan keras untukku.

Apa sentuhanku begitu sakit sehingga kau tidak ingin kusentuh, Jae?

“Pergilah…”

“Aku ingin minta maaf,” ucapku mantap sambil memandangmu.

“Tidak ada yang perlu dimaafkan,” balasmu lirih. Kau bergerak pelan membuat Changchang terjatuh dari atas kasur. Itu memang tidak penting, namun dimataku itu terlihat seperti kau membuangku perlahan.

Aku terdiam sejenak. Namun tak lama aku menarik tubuhmu secara paksa agar kita berhadapan, “Aku minta maaf! Aku bodoh! Kau boleh mengatakan itu padaku!”

“Maaf untuk segala luka yang ku beri.”

“Maaf karena tidak melakukan apapun setelah menyakitimu.”

Air mataku menetes.

“Maafkan aku karena tidak bisa mempertahankan hubungan kita!”

“Maaf untuk semua kejadian yang terjadi di antara kita.”

“Maaf untuk setiap tetes air mata karena perbuatanku.”

“Maaf, aku tidak bisa melupakanmu.”

Air matamu menetes.

“Maafkan aku…”

“Aku hanya ingin melihatmu untuk terakhir kalinya saja, Jae.”

Saranghae…”


END


Lagu seperti ‘DoushiteTohoshinki’, ‘On Bended KneeBoyz II Men’ sering menyakitiku…

Seperti judulnya, fanfiksi ini mengandung banyak kata, “Maaf…” Hahaha, aku juga minta maaf kepada seluruh orang yang membaca fanfiksiku jika banyak kata-kata yang tidak berkenan… Aku—sangat—mencintai kalian :D

Kata-katanya banyak kuambil dari lagu ‘I’m SorryGummy’

.

Ngomong-ngomong, FOLLOW ME!
at)Zknoow
-mention for follback & freechat!-

Aku salah pernah bilang pada temanku untuk tidak berhenti promosi twitter baruku sampai follower-nya melebihi nona at)BornFreeOneKiss aka Kim Jaejoong. Duh…

.

Kritik & saran?

Pure

Warning: OOC, AU, Boys Love, typo
Rate : T
Disclaimer : Themselves

.

Inspired by : Unbreakable – Westlife & Video dari lagu Insa (entahlan itu apa, aku menemukannya di laptopku tiba-tiba)


.

BYUR!

“Yak! JUNG YUNHO!”

Yunho tertawa pelan saat Jaejoong mengejarnya setelah ia menyemprot pria cantik itu menggunakan selang, “Joongie kena! Joongie kena!” dengan nada kekanakan pria berumur 28 tahun itu berlari kesana-kemari. Selang yang tadi dia gunakan untuk mengerjai Jaejoong yang sedang memandikan Jyunnie sudah dia lempar entah kemana.

Jaejoong terdiam sejenak sebelum bibirnya menyungingkan senyuman. Dia mengambil selang yang terjatuh itu dan berbalik mengejar pria yang lebih muda 2 hari darinya, “Sini kau, Yunho!” teriaknya ceria sambil mengarahkan selang itu ke arah Yunho yang hendak memanjat pohon untuk bersembunyi.

Memanjat pohon?!

MWOYA?!

Tanpa pikir panjang Jaejoong melempar selang itu ke sembarang arah dan segera berlari mendekati Yunho, “Turun!” bentaknya sambil meraih pinggang Yunho. Memaksa pria itu turun.

Terkejut karena dibentak, Yunho menurut turun dari atas pohon. Air matanya sudah menggenang karena Jaejoong membentaknya. Apa barusan dia melakukan kesalahan besar sehingga Jaejoong marah?

Setelah Yunho turun dari pohon, Jaejoong curiga melihat Yunho yang diam saja. Dia menarik dagu orang yang dia cintai. Dadanya berdenyut melihat air mata mengenang di sana.

“Jangan menangis,” tanpa pikir panjang ia memeluk Yunho yang lebih tinggi darinya, “Maaf aku membentakmu, ne?” tangan Jaejoong mengelus-elus punggung Yunho, “Aku takut kau jatuh. Aku khawatir sekali.”

Yunho tidak menanggapi. Dia malah menggeram pelan.

Jaejoong hanya menatap Yunho miris, “Kau marah karena aku membentakmu? Yunho marah pada Jae?” tangan Jaejoong bergerak mengusap pipi Yunho.

Tidak ada jawaban…

“Yunho mandi dengan Jae, yuk…” ujar Jaejoong tanpa menyerah. Dengan lembut dia menautkan jarinya dengan milik Yunho dan mengajak pria itu masuk ke dalam rumah.

.


.

Pure

-Z-

.

YunJae fanfiction

.


.

Yunho hanya diam ketika Jaejoong membantunya menggunakan pakaian. Hal ini membuat Jaejoong khawatir karena Yunho tidak banyak bergerak seperti biasa. Yunho pasti salah sangka mengira dia marah. Ini membuat Jaejoong merasa sangat bersalah.

Setelah memakaikan Yunho kaus putih, Jaejoong mengambil jaket dengan bahan jins dan menggunakannya pada Yunho, “Yunho jangan marah pada Jae, ya? Kita main yuk.”

“Main?”

Jaejoong mengangguk cepat saat Yunho meresponnya, “Iya main. Kita naik motor Jae lalu jalan-jalan. Oke? Nanti ada angin ‘wuuush’.”

“Angin ‘wuuush’?” ulang Yunho ceria. Dia sangat senang jika menaiki motor Jaejoong lalu merasakan angin menerpanya.

Jaejoong tersenyum. Ia memperbaiki tatanan rambut Yunho. Membuat pandangan Yunho terus terarah padanya, “Tapi Yunho janji tidak marah pada Jae lagi. Bagaimana?”

Tanpa menunggu lama, ia mendapati Yunho mengangguk.

.


.

“Jyunnie~ Jyunnie~”

Jaejoong hanya terkekeh melihat Yunho mengejar Jyunnie, anjing mereka. Awalnya dia ingin mengganti nama Jyunnie menjadi ChangSeok. Namun melihat Yunho lebih nyaman dengan nama ‘Jyunnie’, Jaejoong mematahkan keinginnya.

“Hayo, Yunho. Jangan kejar-kejar Jyunnie terus. Jadi naik motor Jae, tidak?”

Dengan helm kuning di tangan kanannya, Jaejoong mendekati Yunho yang tengah berjongkok memegangi Jyunnie.

Yunho mengangguk-angguk dan bangkit berdiri. Mensejajarkan tubuhnya dengan Jaejoong dengan Jyunnie dipelukannya. Tanpa menunggu lama, Jaejoong menggunakan helm kuning itu kepada Yunho.

“Jyunnie ikut?”

Jaejoong melirik mata Yunho sekilas, “Jangan. Nanti Jyunnie bisa jatuh.”

“Mwo?” reaksi Yunho yang tampak terkejut dengan ucapannya membuat Jaejoong tertawa ringan. Setelah Jaejoong menggunakan helm di kepalanya, Yunho buru-buru menurunkan Jyunnie, “Jyunnie di rumah!” ucapnya pada anjing lucu itu.

Tingkah lucu Yunho tidak pernah gagal membuat Jaejoong tersenyum. Dia mengajak Yunho keluar menuju motornya yang sudah terparkir manis.

“Hari ini kita akan pergi ketempat yang jauuuh, arra?” ucap Jaejoong.

Dan Yunho balas mengangguk.

“Yunho mau lihat pantai, kan?”

Yunho mengangguk lagi.

Jaejoong naik ke atas motor dan diikuti Yunho. Setelah menyalakan mesin, Jaejoong segera menjalankan motor yang sudah 2 tahun menjadi miliknya.

.

.


.

.

“WUUUSSSSH~”

Jaejoong tertawa ketika Yunho meretangkan tangannya dan mengeluarkan suara lucu dari mulutnya. Mereka masih dalam perjalanan dan sedari tadi Yunho benar-benar girang karena ini.

Namun ketika Yunho tidak mengeluarkan suara lagi, Jaejoong melihat Yunho lewat kaca spion. Yunho sedang mendongak dengan mulut terbuka. Membuat Jaejoong ikut penasaran dan mendongak sekilas.

Ah, ada pesawat di atas mereka.

“Waeyo? Yunho mau pesawat?” tanya Jaejoong keras. Jika tidak suaranya tidak akan terdengar oleh Yunho mengingat motornya masih terus berjalan.

“Ne!”

Jaejoong terkikik, “Nanti kalau aku sudah ada uang, kita naik pesawat, ne? Ke Jeju. Disana bagus sekali~”

Yunho melingkarkan tangannya di pinggang Jaejoong, “Kapan Jae punya uang?”

“Jae harus bekerja dulu,” balas Jaejoong ringan dengan tetap fokus mengendarai motornya.

“Bekerja?”

Jaejoong mengangguk singkat. Dia baru ingat bahwa Yunho kurang suka saat dia bekerja. Karena ketika bekerja Yunho akan merasa kesepian.

Hening.

Jaejoong tampak asyik dengan pikirannya sendiri sebelum Yunho menyandarkan kepalanya di bahu Jaejoong dan mengosok-gosok wajahnya disana. Mengundang perhatian Jaejoong.

“Kenapa, Yun?”

Yunho mengeratkan pelukannya, “Ngantuk.”

“Mwo?!” tanpa pikir panjang Jaejoong segera mengarahkan motornya mencari hotel terdekat. Tak apa wisata mereka menuju pantai harus batal. Karena ada yang lebih penting daripada itu. Akan sangat berbahaya jika Yunho tertidur di atas motor. Jaejoong masih ingat betapa mengerikannya saat Yunho tertidur dan pria itu hampir terjatuh kebelakang jika Jaejoong tidak segera mengerem motornya dan membuat tubuh mereka bertabrakan.

Yunho mengeliyat kecil dan mendekatkan wajahnya ke perpotongan pundak Jaejoong. Omona, dia sudah hampir tertidur!

Buru-buru Jaejoong melepas satu tangannya dan menepuk-nepuk paha Yunho, “Jangan tidur dulu! Kita ke hotel, ne?”

.

.


.

.

.

Jaejoong mendesah tertahan melihat Yunho yang tengah tertidur sambil memeluk bantal. Wajah damainya membuat Jaejoong enggan untuk melihat ke arah lain.

Sebenarnya dia sudah susah payah menyusun rencana untuk berjalan-jalan dengan Yunho. Apa lagi mengingat dia setengah mati meminta cuti selama dua hari untuk bisa mengajak Yunho pergi ke tempat lain.

Namun Yunho yang tertidur saat diperjalanan melenceng jauh dari harapannya.

Jaejoong tersenyum kecil lalu naik ke atas kasur. Duduk di samping Yunho sambil mengusap-usap kepala pria itu. Hahaha, pria dewasa ini masih membutuhkan tidur siang dan memiliki keinginan dimanjakan. Lucu sekali. Gemas dengan pemikirannya sendiri, Jaejoong menunduk dan mencium pipi Yunho singkat.

Ngg? Wae? Kenapa kalian menatap Yunho heran?

Yunho memang mengalami gangguan kejiwaan. Sehingga dia seperti itu.

Lalu?

Jaejoong tidak mempermasalahkannya karena dia mencintai Yunho.

Pria cantik itu memilih ikut berbaring di samping Yunho dan memejamkan mata. Bersama mulai tertidur.

.


END


.

FLUFF! Kkk~ aku senang membuat fanfiksi yang tidak berat. Rasanya unyu sekali membayangkan Yunho yang kekanak-kanakan.

Ngomong-ngomong, FOLLOW ME!
@zknoow
-mention for follback-

Dengan penuh kenorakan akhirnya aku memiliki twiter haha… *garuk tengkuk*
Always, free chat~

Kupaksa kalian mem-follow. Ini twitter loh, aku yakin kalian punya *maksa*

.

Hahaha,

kritik & saran?

Truth

Playing : Truth – Seether (inspirasiku)

Warning : OOC, typo, menggantung, Dark!Yun, Yaoi, bit!Gore, bit!rape
Rate: M
Disclaimer : Themselves

…:::::…

Truth

-Z-

.

.


.

.

.

Yunho mengerang. Mencengkram apapun di sekitarnya. Tubuhnya memanas hingga membuatnya tidak bisa bernafas. Kepalanya sakit luar biasa dan peluh membasahi kaus abu-abu tipisnya.

“AARGH!” dia menjerit keras saat sakit di kepalanya sudah tidak tertahan lagi. Rasa puluhan palu memukul kepalanya secara bergantian.

Dia tidak pernah mengira bahwa hari ini akan datang.

He beaten down now

.

.

.


.

.

Jaejoong terkejut setelah 1 minggu tidak ada kontak, kekasihnya mengajak bertemu di flatnya. Tanpa pikir panjang dia segera mengambil kunci mobil dan bergegas menuju tempat kekasihnya.

Dia khawatir sekali dengan keadaan kekasihnya—Yunho. Pria itu jadi sering menghindarinya. Tidak tahu mengapa.

Jantungnya berdebar begitu keras saat memasuki bangunan tinggi tua yang sudah brobok yang terdapat flat milik kekasihnya. Sekarang sudah jam 8 malam dan tidak ada lampu yang menyala di bangunan itu.

Menurut kabar, hanya Yunho yang menempati tempat itu sendiri. Bangunannya sudah lapuk dan sering terjadi kerusakan di saluran pipa atau pendingin ruangan. Sedangkan Yunho terpaksa menempati tempat itu karena terdesak oleh keuangan. Bayangkan, biaya sewanya kurang dari lima puluh ribu won. Bagaimana Yunho tidak tergiur? Walaupun Jaejoong sudah menawarkan tempatnya untuk ditinggali bersama, namun pria itu menolak.

Karena takut untuk masuk, Jaejoong mengeluarkan ponselnya dan menghubungi kekasihnya.

“Yun—“

“Masuk saja Jae. Tidak apa-apa, aku di dalam.”

Bahkan dalam telfon sebelum Jaejoong berucap apapun, Yunho sudah tahu apa maksudnya. Aneh sekali.

Jaejoong menaiki tangga besi perlahan. Suara derit tangga yang sudah rapuh membuatnya bergidik ngeri. Bagaimana jika tiba-tiba dia jatuh? Dengan cepat Jaejoong melewati anak tangga dan sampai di lantai dua. Tempat dimana kekasihnya berada.

Dengan sedikit tergesa Jaejoong berlari kecil ke kamar kekasihnya yang berada di ujung dan mengetuk pintunya tidak sabaran. Sedari tadi bulu kuduknya sudah berdiri. Dia takut sekali dengan bangunan ini. Rasanya ada hantu yang mengintainya sehingga membuat nafasnya sesak.

Dan Jaejoong benar-benar bersyukur saat Yunho membuka pintunya lima detik setelah dia mengetuk. Setidaknya dia tidak harus menunggu dengan penuh ketakutan di depan flat kekasihnya.

Jaejoong merona heboh saat mendapati Yunho dalam keadaan topless menyambut kedatangannya. Keadaan malam yang remang-remang ini membawa kesan yang berbeda.

.

“Kenapa lampunya tidak dinyalakan, Yun?”

Yunho menuangkan air putih ke dalam gelas dan menyodorkannya ke Jaejoong yang duduk tenang di atas sofa, “Sepertinya ada masalah dengan aliran listriknya. Sudah sejak kemarin tidak menyala.”

Jaejoong meminum air dalam gelas sambil mencuri pandang ke arah kekasihnya. Keadaan flat Yunho gelap gulita. Namun pria itu membuka pintu beranda membuat cahaya bulan dari luar menerangi ruangan itu, walaupun hanya sekelebat.

“Aku sudah bilang tinggal saja di apartementku. Kau malah tidak mau,” rajuk Jaejoong dengan bibir sedikit dikecurutkan.

Namun aneh. Yunho tidak tertawa kecil seperti biasa. Biasanya setiap melihat dirinya merajuk Yunho akan tertawa kecil lalu memeluknya. Namun kini pria itu malah menatapnya datar.

Mata mereka bertemu lama. Aneh… Jaejoong merasa ada yang berbeda dari pandangan Yunho. Yunho menatapnya dengan begis seolah ingin menerkam dirinya.

Jaejoong menggeser tubuhnya menjauhi Yunho. Secara naluriah dia ketakutan melihat kekasihnya.

Yunho bergerak cepat dan duduk di samping kekasihnya. Menarik pinggang Jaejoong mendekat sehingga dadanya bersentuhan dengan lengan Jaejoong.

Dengan intes Yunho mendekat dan meniupkan nafas halus pada telinga Jaejoong membuat pria itu bergidik.

“Jae,” desis Yunho sambil menatap kekasihnya tajam, “Aku akan memberitahumu sebuah kebenaran.”

Jaejoong hanya menatap takut ke arah Yunho. Apa lagi saat pria itu tiba-tiba mengangkat tubuhnya sehingga kini dia duduk di atas pangkuan Yunho. tangannya mencengkram bajunya sendiri takut. Yunho dihadapannya aneh sekali.

Yunho yang selama ini dia kenal tidak seperti ini! Pria itu baik dan ceria. Bahkan terkadang sering gugup jika harus bersentuhan dengan Jaejoong secara intim.

Jaejoong buru-buru menundukan wajahnya lagi. Saat Yunho menatapnya tajam.

Namun tangan Yunho membelai perutnya lembut. Membuat dia mendesah singkat tanpa sadar. Ada friksi lembut mengalir di pembulu darahnya ketika Yunho melakukan ini. Apa lagi saat Yunho menempelkan bibirnya di telinga Jaejoong. Deru nafas Yunho membuatnya meradang.

“Jae, Yunho yang lama sudah mati,” bisik Yunho pelan. Namun Jaejoong dapat menangkapnya dengan jelas karena selain kondisi malam ini sangat hening, Yunho berbicara dengan bibir yang menempel di telinganya.

Jaejoong menekan pundak telanjang Yunho. Membujuk pria itu untuk tidak terlalu dekat, “Apa maksudmu?” balas Yunho dengan nada getir. Kurang lebih dia bisa mengerti apa maksud Yunho.

Yunho menolak untuk menjauhi Jaejoong. Pria itu malah mendorong Jaejoong hingga terjatuh ke lantai. Dia menindih tubuh Jaejoong dan kembali berbisik di telinga kekasihnya, “Yunho yang ceria dan baik sudah mati…”

Tangan Yunho bergerak nakal. Dengan tiba-tiba mengelus paha dalam Jaejoong. Membuat pria cantik itu memekik kaget.

“Jaejoong-ah…”

Desahan pelan Yunho di telinganya sama sekali tidak membuatnya senang. Jaejoong mulai memberontak dari kukungan kekasihnya. Tidak… Yunho di atasnya bukan Yunho-nya.

“L-lepas,” berontak Jaejoong. Kakinya menendang perut Yunho membuat pria itu mundur. Dia benci sentuhan aneh itu. Yunho-nya tidak pernah memperlakukannya seperti itu.

Namun di dalam kegelapan Yunho menggeram. Tidak suka dengan penolakan Jaejoong.

“AAA!!!” Jaejoong benar-benar terkejut saat Yunho tiba-tiba menyerangnya. Membuat kepalanya menghantam lantai. Kepalanya terasa berputar dan pria diatasnya tiba-tiba merobek kausnya. Membuat keduanya sama-sama bertelanjang dada.

Yunho mencakar pinggang Jaejoong.

“Sakiiit!” desis Jaejoong. Dia memegang tangan Yunho yang ada di pinggangnya. Kuku tajam Yunho menghujam kulitnya membawa rasa perih yang luar biasa.

Yunho tidak mengubris. Dia menunduk dan mengigit pundak Jaejoong keras. Benar-benar keras sehingga kulit kekasihnya terkoyak.

Jeritan pilu Jaejoong kembali membahana. Dia ingin melawan. Melempar Yunho dan segera kabur, namun dirinya lumpuh oleh tingkah kekasihnya. Gigitan di pundaknya barusan membuat tubuhnya kebas. Rasa sakit luar biasa menderanya.

“Yunhooo… berhenti. Yunho!” pekik Jaejoong. Gigi Yunho merambah turun dan mengigiti putingnya. Dia mulai terisak. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa ini semua terjadi? Segala pertanyaan berkecamuk di kepalanya.

Tidak menyangka Yunho yang selama ini lembut padanya tiba-tiba berubah menjadi sangat kasar dan pemaksa.

Bahkan kini Yunho melepas celananya secara paksa. Melukai bagian tubuh lain Jaejoong hingga berdarah dan meninggalkan lebam dimana-mana sebelum memperkosa Jaejoong secara kasar.

.

‘Aku berjanji akan menikahimu sebelum lancang menyentuhmu.’

Jaejoong menangis keras. Teringat janji manis Yunho dahulu. Namun janji kini hanya menjadi bualan belaka. Yunho di bawah sana sedang merasukinya dengan kasar. Tubuhnya sudah hampir mati rasa karena banyaknya luka disana-sini. Kulit putih mulus yang selama ini dia rawat dihancurkan oleh kekasihnya sendiri.

“Yun… berhenti,” entah sudah berapa kali Jaejoong meraung agar Yunho berhenti melukai tubuh dan perasaanya, pria itu seakan tidak bisa mendengarnya.

Dan dengan satu hentakkan Jaejoong merasakan Yunho mengeluarkan benihnya. Setelah Yunho keluar dari dalam tubuhnya, perlahan Jaejoong meringkuk. Masih menangis keras.

Menutupi wajahnya dengan tangan dan menangis. Seseorang memperkosa dan melukainya sangat dalam. Dan orang itu adalah kekasihnya sendiri. Perasaan Jaejoong seperti dicabik.

Melihat Jaejoong dalam keadaan hancur di bawahnya. Yunho mendekati Jaejoong dan mengigit telinga kekasihnya.

“Kutekankan. Yunho lama sudah mati.”

.

.

.


.

.

Enggan sekali dirinya membuka mata. Namun Jaejoong perlahan membuka matanya. Berharap yang semalam terjadi padanya hanya mimpi. Namun jika merasakan rasa sakit di sekujur tubuhnya, Jaejoong tahu harapannya hanyalah sebuah harapan.

Dan pagi itu Jaejoong mendapati dirinya masih sama seperti kemarin. Luka di sekujur tubuhnya dan bercak darah dan sperma mengalir di selangkangannya. Dia tidur dalam keadaan telanjang bulat di atas lantai. Tanpa selimut atau apapun.

Tidak ada Yunho yang baik hati menyelimutinya atau membersihkan lukanya. Pria itu pasti langsung meninggalkannya begitu saja.

Jaejoong terisak jika mengingat betapa mengerikannya apa yang dia alami semalam. Yunhonya tidak ada… Yunho-nya yang lembut dan penuh kasih tidak ada…

Dengan susah payah Jaejoong bangkit dan menggunakan celananya lagi. Bajunya yang sudah robek juga tetap dia gunakan. Dia bangkit dengan rasa sakit di sekujur tubuhnya dan segera meninggalkan tempat itu untuk pulang.

Tangisannya tidak berhenti. Dia terluka. Benar-benar terluka…

Dan sejak hari itu juga, Yunho menghilang. Benar-benar menghilang seperti ditelan oleh bumi.


END


~*~
I’m beaten down again, I belong to them
Beaten down again, I’ve failed you
~*~


 

Mengantung? Ahahaha…
Apakah kalian tidak mau mengembangkan cerita mengapa Yunho seperti ini? Misalnya dia adalah mahluk asing.

Aku ingin membiarkan readers berkhayal sepuasnya tentang bagaimana kelanjutan fanfiksi ini atau mengapa Yunho seperti ini. Mungkin jika tertarik dengan ide kalian, aku akan membuat sequel. Hahaha. Namun aku tidak janji.

.
Share it with me in review. Share your imagination…

Fix You

Warning : Friendship!YunJae. NO romance. OOC. Typo.

Rate : T

Disclaimer : Themselves.

.

Judul terinspirasi dari lagu Fix You (yang dimainkan ulang oleh Secondhand Serenade, setelah dibuat oleh Coldplay). Karena saat memikirkan tentang judul, lagu itu lewat *?*

.


.

“Yak, Jung Yunho! Lama sekali mandinya!” dengan nafsu aku mengedor-gedor pintu kamar mandi. Bayangkan sudah 30 menit dia di dalam. Memangnya apa yang sedang dia lakukan, sih?

Bukannya mendapat jawaban, aku malah mendengar dia bersenandung. Apa telinganya tersumbat hingga tidak mendengarku, hah?!

“JUNG YUNHOOO!!!” jeritku lebih keras. Memangnya hanya dia yang butuh kamar mandi, hah?! Perutku sudah mulas melilit. Apa dia tega membiarkan aku buang air besar di depan kamar mandi? Sekarang masih jam 6 pagi. Tidak mungkin aku pergi ke kamar apartement sebelah hanya untuk numpang menunaikan hasratku.

Lagian apartement sebelah isinya seorang nenek dan kucing abu-abu kecil. Mana bangun beliau jam segini.

“A-aah…” aku mencengkram perutku yang semakin melilit. Haish, bocah itu jangan-jangan sedang luluran lagi.

Duk

Duk

Duk

Aku berusaha memukul-mukul pintu kamar lagi, “PALLI!!!”

.


.

Fix You

-Z-

.

Friendship fanfiction

.

NP: Fix You

.


.

“Yah, kau memakai kamar mandi seperti wanita saja.” ledekku pada Yunho setelah menunaikan hasrat yang tertunda.

Yunho menyipitkan matanya. Malah tampak sibuk memasukan buku ke dalam tas, “Bawel.”

“Centil,” balasku tidak mau kalah.

Tidak mengubrisku, Yunho menggunakan tas ranselnya, “Aku ujian pagi. Kutinggal dulu,  ya.”

“Yayaya, sana!” ucapku dengan nada mengusir. Setelah dia menutup pintu, aku merebahkan tubuhku di atas kasur. Meraba-raba ponsel yang aku letakkan di bawah bantal. Sekolahku baru mulai jam delapan. Namun Yunho sedang mendapat ujian pagi—jam 7—maka berangkat lebih awal. Kebiasaan Yunho adalah berangkat lebih awal untuk belajar di perpustakaan universitasnya.

Kami tinggal di satu apartement. Sengaja, sih. Dia sunbae-ku dulu dan kami dekat. Keluargaku ada di Chungnam dan keluarganya di Gwangju. Saat masih di sekolah tingkat akhir, dia tinggal di asrama sekolah. Namun saat lulus dan memasuki jenjang universitas dia memililh menyewa kamar di apartement. Sedangkan aku, dibandingkan tinggal di asrama sekolah, lebih baik mengontrak satu rumah dan digunakan beramai-ramai. Waktu itu hingga ada 12 orang di satu rumah. Memang enak sih terbebas dari peraturan asrama sekolah yang membuat pening. Namun bayangkan! Satu rumah diisi oleh 12 namja. Bisa kalian bayangkan betapa kotornya tempat itu?

Maka dari itu saat dia menyewa apartement aku menawarkan untuk tinggal bersama jadi kami bisa patungan untuk membayar sewa. Dan Yunho setuju saja.

Ngomong-ngomong hari ini aku malas bersekolah. Bolos saja…

.

Uh, dimana sih remot TV? Aku sudah meraba-raba bawah ranjang tapi tidak ada. Diatas meja juga tidak ada. Payah! Jangan-jangan remotnya Yunho sembunyikan lagi…

Buru-buru aku bertanya di mana letak remot TV melalui pesan singkat.

Saat Yunho membalas, aku hanya mengerutkan dahi karena jawabannya tidak sesuai dengan apa yang aku inginkan

‘Tidak sekolah?’

Pabboya! Jelas-jelas aku menanyakan tentang remot TV jam 10 pagi. Tentu saja tidak sekolah! Kenapa di tanya lagi?

‘MALAS! Dimana remot?’

Balasku cepat. Jam segini ada Varity Show kesukaanku! Aku akan marah padanya jika sampai ketinggalan sedetikpun!

‘Di belakang TV’

Harus menunggu 5 menit sampai Yunho membalas. Dan di belakang TV?! Astaga… apa yang ada di pikirannya? Dan ternyata benar. Setelah aku bangkit dan mengecek belakang TV, ada remot TV di antara kabel-kabel. Apa dia sengaja?

Ah, bukan urusanku! Sekarang yang terpenting bisa nonton!

Aku menyalakan TV dan menunggu Vairty Show yang ingin ku tonton dengan membuka channelnya. Tapi aneh… kenapa malah belum mulai? Sekali lagi aku menoleh ke jam dinding di kamar. Jam 10 lewat 10 menit. Seharusnya sudah mulai sejak 10 menit yang lalu.

Aneh…

Kunyalakan ponselku untuk melihat jam disana.

He? Masih jam 9.30? Yak! Jam sialan… sejak minggu kemarin aku sudah merasa bunyi detakannya menjadi aneh dan tidak teratur. Ternyata rusak! Nanti ku beli baru saja lah, setelah menonton. Hahaha!

Tapi masih setengah jam lagi… aku turun dari kasur dan memilih untuk pergi ke minimarket di dekat apartement ini. Keripik kentang dan segelas milkshake, aku datang~

.

.

.


.

.

.

Sudah jam 9 malam. Namun aneh Yunho belum pulang. Biasanya dia selesai jam 3 lalu kerja part-time sampai jam 7. Paling terlambat pulang hanya sampai jam setengah sembilan malam. Itu juga karena hujan lebat dan dia lupa membawa payung.

Sedari tadi aku seperti orang gila saja. Mondar-mandir. Sebentar-sebentar membuka ponsel, atau melirik ke arah jam.

Dan pada akhirnya yang kudapati adalah Yunho sama sekali tidak pulang hari itu.

.

Pagi harinya aku terbangun karena mendengar gedoran pintu yang keras. Tanpa pikir panjang aku melompat turun dan membuka pintu. Itu pasti Yunho!

“Yun—“

Ucapanku terpotong saat aku melihat dirinya. Ada bekas pukulan di pipi kanannya. Rambutnya acak-acakan dan ada bercak darah di pergelangan tangan jaketnya.

Tanpa banyak bicara dia masuk dan menaruh tasnya. Masuk ke kamar mandi seolah aku yang menatapnya khawatir tidak bisa dia lihat.

Aku tidak tahu dia kenapa. Tapi infisiatif aku membuka kulkas mini kami dan mengambil pizza yang semalam aku pesan. Membuka tutupnya dan mengendus bau pizza itu. Mmm, belum basi. Dan lagi, masih ada 3 potong. Bisa jadi sarapan kami.

Kutaruh pizza itu di atas meja. Mataku melirik ke pintu kamar mandi yang masih belum terbuka. Aku penasaran dengan apa yang terjadi padanya.

Cklek

Tubuhku tersentak mendengar pintu kamar mandi terbuka. Mengagetkanku saja…

Yunho keluar hanya dengan boxer. Dia menutupi kepalanya dengan handuk dan lagi-lagi tanpa memandangku dia membuka lemari untuk mengambil pakaian.

“Ada pizza. Makan saja, aku masih kenyang,” ucapku memecahkan keheningan.

Yunho diam tidak merespon. Dia mengambil baju dan menggunakannya. Duduk di sisi ranjang sambil mengusap-usap kepalanya dengan handuk.

“Semalam dari mana?”

“…”

“Hey, aku tidak suka didiamkan.”

“Aku bertemu si ‘brengsek’ di tempat kerja,” ucap Yunho cepat.

Aku memandangnya. Mengerti bahwa si ‘brengsek’ tidak lain tidak bukan adalah ayah Yunho sendiri.

“Dia memaksaku pulang namun kutolak. Langsung tangannya bergerak memukul,” ucapnya lirih. Masih asyik menatap lantai di bawah kakinya. Handuk di atas kepalanya menutupi pandanganku untuk melihatnya.

Aku sengaja diam dan tidak merespon. Membiarkan dia menyelesaikan ucapannya.

“Kau tahu aku selalu marah jika melihat dia,” lanjutnya dengan suara getir, “Aku malah takut dan kabur. Entah semalam aku sampai mana. Rasanya mau mati saja.”

Aku benci kata mati, “Jangan berbicara seperti itu,” aku berjalan mendekat dan saat melihat ada air mata menetes aku tidak melanjutkan langkahku.

Yunho melirikku sebentar. Namun tak lama dia merebahkan tubuhnya di atas kasur. Bergerak untuk menelungkupkan tubuhnya. Kedua tangannya berada di sisi tubuhnya dan aku melihat pergelangan tangannya dengan jelas. Ada goresan di sana. Warnanya masih merah—luka baru.

Sekali lagi aku menatapnya sedih. Tanpa banyak bicara mengambil obat merah dan perban di kotak obat.

Kuletakkan tangan Yunho di atas pahaku. Aku membubuhi obat merah di goresan pada daerah nadinya. Lalu membalutnya.

Aku rasa dengan ini kalian bisa menyimpulkan. Yunho selfinjury, ini semua akibat orang tuanya berpisah.  Walaupun teman Yunho banyak—mungkin sudah mau mencapai ribuan—tetapi tetap saja dia tertutup untuk masalah pribadinya. Aku mengetahui jati dirinya juga setelah kami tinggal bersama. Semua topeng Yunho yang selama ini kulihat ceria, mudah bergaul dan sebagainya terkikis dihadapanku. Dirinya yang kesepian dan takutlah yang terlihat sekarang.

Setelah selesai mengobati pergelangan tangannya, tiba-tiba Yunho bergerak untuk tidur terlentang. Dia menatapku intes.

“Kenapa?” tanyaku cepat sambil membereskan obat-obat yang tadi aku gunakan.

Yunho mengambil bantal dan meletakannya di atas perutnya, “Aku lapar, sejak kemarin siang belum makan.”

Sudah tahu lambungnya lemah tapi masih tidak makan! “Ada pizza.”

“Perutku muaal,” rengeknya, “Rasanya mau muntah.”

Haish, tadi dia terlihat terluka dan sedih. Sekarang sudah bisa bertingkah manja lagi.

“Muntahkan saja,” balasku singkat.

Yunho tidak membalas ucapanku. Malah diam dan tiba-tiba mengerutkan dahinya. Entah apa yang sedang dia lakukan. Tapi tak lama dia melompat dari kasur dan berlari ke kamar mandi. Memuntahkan semua isi perutnya.

Wah? Dia benar-benar melakukan apa yang aku katakan. Segera aku mengambil air putih dan berjalan ke kamar mandi.

Yunho tampak membersihkan mulutnya di washtafel. Aku memberikan segelas air itu setelah Yunho menyelesaikan pekerjaannya.

Aku berjalan menyalakan air hangat di dispenser. Berniat membuat teh manis jika Yunho masih mengeluh mual. Namun saat aku menoleh melihatnya. Dia melihat pizza di atas meja dengan mata berbinar dan memakannya lahap.

Tidak terlihat sakit…

Terus, kenapa aku jadi berbaik hati mau membuatkan teh? Aish…

Namun tak lama aku terkekeh sendiri. Yunho itu aneh! Setelah bercerita padaku dia terlihat lebih tenang sekarang. Buktinya sudah bisa makan dengan lahap. Aku duduk dan melihatnya makan. Tanpa sadar sekarang sudah jam 8 lewat. Lagi-lagi aku bolos.

.

.

.

.

.

*~Side story~*

“Jaejoong-ah!” aku menoleh ke orang yang menepuk pundakku, “Kenapa dua hari kemarin tidak masuk?”

Itu Junsu, temanku. Aku hanya tersenyum tipis melihatnya, “Aku sibuk, hehehe.”

Iya, sibuk mengurusi si baby Jung. Ups salah… BIG baby Jung. Hahaha.


END


Sungguh, percakapan di fanfic ini 80% dikutip dari percakapanku dan temanku dari Jogja. Hanya saja aku merefleksikannya dalam sebuah fanfiksi tanpa diketahui olehnya /slapped/. Btw, I called him, ‘Galau boy’. Hahaha…

.

Kritik & saran?

Poison

Warning : OOC, typo, Boys Love, Evil!Jae, Innocent!Yun, Real Person, YunJae.

Rate : K

Disclaimer: Themselves.

.


.

Poison

.


.

Jaejoong membuka tas sekolahnya. Duh, buku Bahasa Inggrisnya tertinggal di kelas. Padahal besok ada PR dari mata pelajaran itu! Belum lagi guru Inggrisnya terkenal killer. Tidak tanggung-tanggung akan menyuruh murid yang tidak mengerjakan PR-nya untuk mengosok lantai kamar mandi ruang guru sampai mengkilap.

“Bagaimana ini?” dia tidak mau dihukum! Mengosok lantai kamar mandi ruang guru sambil dilihat oleh guru-guru yang ada disana sangat memalukan! Harga dirinya bisa hancur! Mau menyalin besok juga akan percuma. Bahasa Inggris mata pelajaran pertama, dan lagi soalnya ada 35 nomor. Mana sempat?!

Jaejoong menopang dagunya, duduk di atas kasur. Tampak berfikir keras mencari solusi. Tak lama, ide cermerlang hinggap di kepalanya. Dia menoleh ke jam dinding dengan bingkai hitam di kamarnya. Masih jam empat sore! Kegiatan klub kekasihnya selesai jam setengah enam, kan?

Buru-buru Jaejoong mengambil ponselnya yang sedang dicharger. Men-dial nomor kekasihnya.

Tuut… tuut…

Tidak di angkat? Jaejoong menautkan alisnya heran.

Ah iya! Mana mungkin di angkat. Pria itu sekarang pasti sibuk menendang bola kesana-kemari. Tanpa berlama-lama lagi, Jaejoong membuka aplikasi ‘Kakao Talk’ miliknya. Mengirimkan pesan ke kekasihnya secepat mungkin.

‘Buku Bahasa Inggrisku ada di laci meja. Tolong ambilkan jika tidak, jangan harap aku membuatkan bekal lagi.’

Beres.

Kekasihnya yang polos itu pasti akan membawakannya. Lagipula, sebenarnya walaupun Jaejoong tidak memberikan ancaman, Yunho akan tetap melakukannya. Pria itu terlalu baik.

Setelah pesan terkirim, dia kembali mematikan ponselnya dan mencolokkan kabel untuk mengisi baterai.

“Mandi, lalu beri Yunho-ah hadiah jika mengantarkan buku~” senandung Jaejoong saat memasuki kamar mandi. Handuk sudah bertengger di pundak tegapnya.

.


.

Jaejoong tertawa puas saat menonton Varity Show ‘Running Man’ dengan setoples keripik di pangkuannya. Namun kegiatannya terhenti saat dia mendengar suara samar.

Dia menurunkan volume TV-nya dan berusaha fokus dengan suara yang dia dengar.

Diin! Diin!

Oh! Suara motor Yunho! Jaejoong melompat turun dari atas sofa dan segera ke berlari kecil ke pintu keluar. Tidak lupa mengambil bingkisan yang spesial dia siapkan untuk Yunho.

Mata Jaejoong mendapati Yunho masih duduk di atas motornya sambil menyodorkan buku biru muda miliknya. Ia segera menyambar buku itu.

“Oke, sip. Terima kasih,” ucap Jaejoong ringan.

Yunho hanya tersenyum tipis, “Tumben sepi.”

“Oh, eomma sedang pergi ke supermarket,” balas Jaejoong. Dia menjulurkan bingkisan yang dia siapkan ke arah Yunho. Tentu saja Yunho segera mengambilnya. Memutar-mutar bingkisan itu sambil menebak-nebak apa isinya, “Ini apa?” ucap Yunho.

“Sup. Tanda terima kasih karena mau mengantarkan bukuku,” ujar Jaejoong dengan wajah manis. Seketika, langsung membuat hati Yunho lumer.

Dan omona! Jaejoong memajukan tubuhnya dan mengecup pipi Yunho.

Cup

Singkat namun berhasil membuat Yunho melayang ke langit ke-7. Rasanya ingin melompat-lompat karena senang.

“T-terima kasih untuk supnya, Jaejoongie,” ujar Yunho malu-malu, “Aku harus segera pulang. Hehehe, selamat sore~” rona tipis di pipi Yunho dan bibirnya yang melengkungkan senyum, mengiringi deru motornya melintasi jalanan sepi sore itu.

Tidak sadar Jaejoong menatap kepergiannya dengan seriangaian iblisnya.

.


.

Sesampainya di rumah. Yunho langsung berlari kecil ke dapur. Lupa menyapa ibunya yang sedang duduk menonton TV, Yunho mengambil mangkuk dan menuangkan sup yang Jaejoong berikan untuknya.

Merasa ganjil anaknya tidak memberikan kecupan selamat datang, ibu Yunho berjalan ke dapur, “Kau pulang tidak menyapa ibu dulu, hmm?” ledek wanita 48 tahun itu. Tangannya melipat di dada dan menatap kesal anak sulungnya. Namun hal itu langsung tertepis saat melihat semangkuk sup di atas meja.

“Dapat dari mana sup itu? Ibu tidak memasak makanan berkuah hari ini,” ucapnya penuh selidik.

Yunho hanya tersenyum tipis, “Jaejoongie yang memberikan~” ucapnya malu-malu.

Diam sebentar sebelum ibu Yunho tertawa pelan, “Dasar anak muda. Ya sudah, habiskan sup dari kekasih tercintamu itu, lalu mandi dan kerjakan tugas,” ucap ibu Yunho sebelum kembali ke ruang tengah untuk menonton TV.

Setelah ibunya kembali, Yunho duduk di kursi meja makan. Menangkupkan tangannya di depan dada, “Selamat makaan~”

.

.

.

.-.


.-.

.

.

.

“Jaejoong-ah.”

Jaejoong buru-buru mendongak saat mendengar suara ibunya, “Kenapa, eomma?”

Ibu Jaejoong menghapiri putra tunggalnya dengan panci kosong di tangan kanannya, “Sup di panci mana? Jangan bilang kau makan.”

Bibir Jaejoong melengkung senyum samar, “Sudah aku buang.”

Wanita itu mengelus dadanya dan menghela nafas, “Untung kau buang. Ibu tidak sadar itu sup dari kemarin dan sudah basi.”

Pandangan Jaejoong segera beralih ke TV di hadapannya, “Tenang saja, eomma. Sup itu sudah berada di tempat yang ‘tepat’.”

“Baiklah. Jae, bantu eomma siapkan makan malam, yuk.”

Jaejoong mengangguk dan mematikan layar TV, “Appa pulang malam, ya?” ucapnya berbasa-basi.

“Ne. Nanti kamu makan saja dulu. Eomma menunggu appa.”

Jaejoong menggerakkan tangan kanannya membentuk tanda hormat dengan meletakkannya di atas alis, “Siap eomma!”

Melihat tingkah anaknya, ibu muda itu tertawa. Mereka membuat makan malah penuh keceriaan. Tanpa sadar Jaejoong tertawa dalam hati memikirkan nasib kekasihnya sekarang.

HAHAHAHA! Pria Jung itu pasti sedang sakit perut sekarang. Jelas saja, dia memberikan sup basi tadi! Pfft, diam-diam seperti ini, sebenarnya dirinya sangat usil. Dan mau tidak mau sang kekasih tercinta yang menjadi imbasnya.

.


END


*~Side Story~*

Yunho tampak serius mengerjakan tugasnya setelah memakan sup yang diberikan Jaejoong. Sebelum perlahan dia merasa perutnya melilit sakit. Dia meringis dan memegang pensilnya erat.

Aduh… apa yang terjadi? Sepertinya dia baik-baik saja dari tadi…

Yunho meringis menahan sakit. Namun karena tidak tahan lagi, dia segera berlari ke luar kamar. Turun ke toilet di samping dapur. Dan…

Hell!!!

Ada yang sedang menggunakannya.

Yunho menggedor pintunya keras.

“Yak! Tunggu sebentar!” terdengar suara dari dalam. JiHye! Adiknya.

“JiHyee! Ayo cepaat. Oppa sudah tidak tahan lagii…” rintih Yunho.

“Diamlah, oppa! Kau pikir hanya perutmu yang sakit?!” bentak JiHye dari dalam.

Ugh… mendengar suara JiHye perutnya semakin melilit. Yunho mencengkram bagian depan perutnya erat. Kenapa lama sekali, sih!? Dia sudah tidak tahaaan!!

“JIHyeeee!!!”

“DIAM!”

.

.

.


Hahaha! Ngaco sengaco-ngaconya!

Aku sedang suka membuat fanfic one shoot seperti ini.

Komentar yaaa~

.

Long Distance Relationship

Warning: Fluff, BL, typo, real person, romance –A-) garing.

Disclaimer: Themselves.

Rate: K+

.


.

“Aigo… kau berkelahi lagi?”

Yunho tersenyum bangga mendengar suara khawatir kekasihnya, “Bukan salahku, Jae… Dia yang mulai!” ia duduk di sudut ranjangnya, asyik menelfon kekasihnya yang berkuliah di Seoul.

Terdengar Jaejoong menghela nafasnya, “Kau ini, sebentar lagi ujian kelulusan masih sempat bermain-main seperti itu…”

“Ya tapi, kan, J—“

“Dosenku datang. Nanti aku telfon lagi.”

Pip

Yunho mengecurutkan bibirnya. Padahal dia kangen sekali dengan Jaejoong. Belum ada 2 menit mereka berbincang, tapi dosen Jaejoong datang dan menganggu kemesraan mereka.

Long Distance Relationship memang menyusahkan! Salahkan Jaejoong mendapat beasiswa ke universitas Seoul, sedangkan dia masih berada di tingkat akhir.

Sekarang masih jam 3 sore. Kuliah Jaejoong selesai jam 6 dan di sambung kerja part time jam 7 sampai jam 10. Paling mereka hanya sempat berbicara lagi saat Jaejoong dalam perjalan menuju tempat part time-nya. Setiap hari waktu Jaejoong penuh membuat mereka sulit berkomunikasi.

“Kangeen…” Yunho berbaring dan berguling-guling di atas ranjang. Tangannya memeluk boneka gajah milik Jaejoong—yang sengaja Jaejoong taruh di rumah Yunho.

Dia memukul gajah biru kesayangan Jaejoong, “Chang-chang! Eomma-mu nakal! Selalu membuat appa rindu,” Yunho berbicara dengan boneka gajah yang bernama Chang-chang seperti orang bodoh. Menganggap dirinya sebagai appa, Jaejoong umma dan Chang-chang adalah anak mereka. Padahal kenyataanya mereka hanya berpacaran saja.

Perlahan Yunho tersenyum dan tertawa sendiri mengingat wajah kekasihnya yang mudah merona. Jantungnya berdetak cepat dan otot wajah Yunho memaksa dirinya untuk tersenyum lebar. Dan pria muda itu mulai tertawa sendiri sambil memeluk Chang-chang.

“Aigo, Jaejoongie maniis sekali~”

Sepertinya Jung Yunho terbuai dengan imajinasinya sendiri.

.


.

“Kau kalah!”

Yunho menggerutu saat sahabatnya—Changmin dan Yoochun—dengan mudah memenangkan permainan kartu mereka.

“Traktir~ Traktir~” Changmin heboh sendiri mengingat yang kalah akan mentraktir. Perutnya sudah berbunyi memanggil makanan sedari tadi.

Yunho melipat tangannya di depan dada. Kesal. Uang jajannya minggu ini bisa habis hanya karena mentraktir kedua sahabatnya. Kalau Yoochun sih tidak apa-apa. Tapi, Changmin?! Perutnya seperti terbuat dari karet! Tidak tahu rasa kenyang.

“Traktir di kantin saja, Yunho-ah,” ujar Yoochun. Dia menarik tangan Yunho—dibantu dengan Changmin.

Masih wajah sebalnya, Yunho dan kedua sahabatnya pergi ke kantin, “Lain kali, aku pasti menang!”

“Kau mencoba melakukan ‘Yunho’s Revenge’ lagi?” ucap Changmin sambil menaik-turunkan aslinya, “Lakukan sana, lalu traktir kita lagi,” kikiknya. Dia sudah tahu Yunho payah dalam permainan seperti ini.

Yunho berdecih kesal. Terutama saat mereka sampai di kantin, Changmin memesan makanan seperti orang kalap. Yunho hanya duduk di satu meja. Berniat tidak ikut-ikutan, sebab jika dia ikut memesan, dia takut uangnya kurang dan menyebabkan dirinya harus menyuci semua piring kotor.

“Yun!” seorang wanita datang dan duduk di depan Yunho, Han EunJung, “Mengenai laporan Biologi yang harus kita kumpulkan lusa, aku menemukan riset dari beberapa hewan albino,” mereka mulai memperbincangkan tentang tugas kelompok mereka. Yoochun dan Changmin sudah duduk di samping Yunho, tidak ambil pusing. Sudah biasa melihat banyak wanita mendekati Yunho.

Drrtt…

Ponsel disaku Yunho bergetar. Dia mengeluarkannya dan menatap kesal nama yang terpampang.

Jaejoongie calling

Ia masih kesal jika ingat kemarin Jaejoong sama sekali tidak bisa dihubungi. Buru-buru dia menyodorkan ponselnya ke Yoochun, “Katakan kepada Jaejoongie aku sedang kencan,” ucap Yunho dengan nada sebal.

Yoochun menatap layar ponsel Yunho sebelum tertawa pelan. Jaejoong adalah subae mereka, sekaligus kekasih Yunho, bagaimana dia tidak kenal? Menurutnya hubungan YunJae lucu sekali. Mereka terpaut 2 tahun. Yunho yang kekanak-kanakanakan dan Jaejoong dewasa.

“Di loudspeaker, Chun,” Yunho menopang dagunya. Penasaran dengan reaksi Jaejoong.

Yoochun segera menjawab telefon Jaejoong.

Yeobseo? Yun, maaf kemarin aku ada test dan konsultasi dengan dosen, setelah itu langsung part time. Baterai ponselku habis. Maaf sekali aku tidak menghubungimu. Ngomong-ngomong besok hari Sabtu aku akan mengunjungimu di Busan,” cerocos Jaejoong.

Yoochun menahan tawa. Sedangkan Yunho malah senyum-senyum kecil.

Hyung, ini Yoochun. Yunhonya tidak ada…”

Hening sejenak. “MWO? Sungguh? Yunho mana?”

Yoochun berdeham. Berusaha konsentrasi, “Yunho pergi kencan.”

MWOYA?!” pekik Jaejoong keras. Yunho sudah membekap mulutnya menahan tawa. Aigo, Jaejoongnya yang possesive ini lucuuuu sekali, “Dengan siapa?! Haish, manusia itu. Kucekik dia saat aku sampai di Busan,” gerutu Jaejoong.

Yoochun melirik EunJung dan mengedipkan matanya, “Kalau tidak salah dengan adik kelas. Tadi sewaktu bel, Yunho pergi begitu saja meninggalkan barang-barangnya.”

Jaejoong mengerang, “Siapa namanya?! Yang jelas, dong!”

Dia Cemburu! Yunho tertawa tanpa suara hingga puas.

“Mollayo, hyung… Ngomong-ngomong, aku mau melanjutkan makanku.”

Di sisi lain, EunJung yang tampaknya sudah mengerti maksud pembicaraan YunYooMin dengan iseng menatap ponsel Yunho dan sang pemilik, “Yunho-oppa. Ayo cepaat~” ucapnya dengan nada genit.

Dan Yoochun segera mematikan sambungan telefon dengan Jaejoong. Seketika mereka berempat tertawa cekikikan. EunJung yang penasaran dengan siapa itu Jaejoong mulai bertanya-tanya, dan dia tersenyum sumringah mengetahui bahwa itu adalah kekasih Yunho. Fujoshi, eoh?

Yunho menopang dagunya dan tersenyum melihat wallpaper ponselnya yang bergambar dirinya dan Jaejoong menjulurkan lidah. Sabtu nanti saat ke Busan, Jaejoong pasti akan marah-marah~

.

.


.

.

Walaupun matahari sudah mulai naik, Yunho tampak masih nyaman di atas ranjangnya. Hari ini hari Sabtu! Tidak ada kegiatan belajar yang membuatnya merasa bebas. Dia mengeliyat kecil dan memeluk Chang-chang. Sinar matahari yang mengintip dari sela-sela tirai hijau muda Yunho sama sekali tidak menggangunya.

“Bagun, bodoh.”

Telinga Yunho menangkap desisan tajam dari arah sampingnya. Buru-buru dia mendongakkan kepalanya untuk melihat siapa gerangan.

‘KIM JAEJOONG!’

DUAK

Tendangan Jaejoong mendarat di pantat Yunho dan membuat pria itu terjatuh dengan tidak elitnya. Walaupun Jaejoong unyu-unyu, suka memasak ataupun melakukan pekerjaan rumah lainnya, jangan pernah meremehkan kekuatan pria itu! Jika Jaejoong serius, Yunho bisa dengan mudah kalah. Lihat saja otot lengannya yang besar itu. Me-nge-ri-kan!

Yunho merintih sakit. Pinggangnya serasa mau copot. Apa Jaejoong tidak berifkir dulu sebelum menendangnya? “Appo,” rintih Yunho manja sambil memegangi pinggangnya.

Namun aegyo Yunho tidak mempan untuk Jaejoong sekarang. Pria itu menatap tajam Yunho sambil melipat tangannya di depan dada. Masih ingat betapa dia kesal sekali dengan Yunho. Pria itu selingkuh di belakangnya, eh?! Padahal walaupun mereka LDR, Jaejoong selalu berusaha untuk tidak dekat-dekat dengan pria atau wanita manapun! Dia menghargai Yunho sebagai kekasihnya.

“DASAR MESUM!” Jaejoong menendang kaki Yunho, “Berani-beraninya selingkuh di belakangku!” bentaknya kesal.

Yunho hanya bisa mengeluh sakit. Jaejoong serius menendangnya. Pria itu marah sekalii…

Segera Jaejoong berlutut dan memukul perut Yunho, “Padahal aku sudah setia! Tidak aneh-aneh selama di Seoul, tapi kau!” Karena semakin kesal, Jaejoong menepuk-nepuk perut Yunho keras, “Kau selingkuh dengan wanita entah berantah!”

Frekuensi pukulan Jaejoong berkurang. Pria itu kesal sekaligus sedih. Tak lama, dia mulai menutupi wajahnya dengan telapak tangannya, “Memangnya aku kurang apa?” Jaejoong mulai tersedu.

Sepertinya bercandamu keterlaluan, Jung. Jaejoong itu benar-benar sensitif. Yunho segera duduk dan menarik Jaejoong ke dalam pelukannya. Memaksa kedua tangan Jaejoong menyikir dari wajahnya dan melingkar di pinggang Yunho.

Yunho menarik wajah Jaejoong agar tebenam di dadanya, “Aku hanya bercanda saat itu sayang,” bisik Yunho lembut. Dia mulai mengecupi pelipis Jaejoong mesra. Kasihan juga melihat Jaejoong menangis karena keisengannya.

Tidak menjawab, Jaejoong memeluk Yunho semakin erat. Tangannya mencengkram singlet hitam Yunho.

“Waktu itu aku kesal kau tidak mengangkat telefonku,” Yunho mengelus-elus punggung Jaejoong, “Besoknya aku mengajak Yoochun untuk mengerjaimu. Aku berada di samping Yoochun saat itu. Kau marah-marah melalui ponsel pun aku dengar,” ucap Yunho ringan.

Jaejoong mendongak menatap Yunho, “Sungguh?” mudah ngambek namun mudah memaafkan. Uri Jaejoong manis sekali~

Yunho mengangguk gemas. Jaejoong 2 tahun di atasnya tapi terlihat manis sekali dengan hidung memerah—bekas menangis—dan menatapnya polos. Segera Yunho merunduk dan meraup bibir kekasihnya.

Menyedot kecil bibir atas Jaejoong sebelum di masukan ke dalam mulutnya untuk dilumat. Namun tak lama Jaejoong melepas ciuman mereka. Menciptakan benang saliva tipis di antara bibir mereka. Dan…

KRAUK

Jaejoong mengigit pundak Yunho keras.

“AA!! Appooo! Chang-chaang… eomma-mu buaas!”

“Huh. Siapa suruh mengerjai Kim Jaejoong?!”


END


Ini iseng banget buatnya. Karena PR numpuk, jadinya pikiran kemana-mana.

Karena jarang membuat sweet romance seperti ini, aku merasa ini aneh sekali. Terlalu memaksa.

Yasudahlah. Kritik, saran?

As We Kiss Goodbye

Play: Kiss Shita Mama, Sayonara – Tohoshinki


Blink
Smell it
Feel it

.

Open your eyes

.
Just look at me now

.

.

.

Kau terbangun dari tidurmu dengan senyuman kecil. Turun dari kasur dan buru-buru berjalan ke dapur. Waktu masih menunjukan jam enam pagi. Namun kau sudah menyeduh dua cangkir kopi. Hal yang sering kau lakukan dengannya.

Menaruh kopi di atas meja kecil kau berjalan ke arah tangga,

“Jaejoong-ah. Cepat turun, kopinya sudah jadi.”

Sunyi.

Dengan mudah kau membayangkan bahwa dia masih tertidur. Maka dari itu kau kembali ke dapur, mulai menyesap kopimu sendirian, dengan kain kuning di tangan kirimu—mengingat dia suka sekali menumpahkan kopi—agar kau bisa segera melapnya.

Setelah sepuluh menit dalam diam kau mencoba memanggilnya lagi, “Jaejoong-ah! Turun cepat.”

Koboshita atsui coffe mo
[The spilled hot coffe]

Sunyi

Setitik air mata turun dari ujung mata tajammu.

Iroaseta namida mo
[And stale tears too]

.

.

.


.

.

.

Please, tell me little lie

Kikoeru you ni
[So, I can hear you]

Kau merasa tepukan di pundakmu. Menoleh, dan mendapati sahabat baikmu tersenyum, “Yo, Yunho!”

Dengan ceria kau membalas salamnya. Kalian berpelukan dan saling menepuk punggung, “Lama sekali kita tidak berjumpa, Yoochun-ah!”

Yoochun tersenyum. Namun tak lama, senyumnya pudar, “Yun, sekarang…”

“Sekarang hari jadiku dengan Jaejoong yang kelima, Chun,” kau memotong ucapan Yoochun dan dengan bangga mengatakan hal ini.

Namun kau tidak sadar Yoochun menatapmu miris. Dia menjulurkan tangannya dan menyalamimu. Bibirnya terpaksa menyungingkan senyum agar kau tidak sedih. Saat kalian kembali berpelukan, kau lagi-lagi tidak tahu Yoochun meneteskan air matanya.

“Yun, setelah ini aku ada rapat, aku harus pergi.”

Kau tersenyum melihat Yoochun berjalan menjauh.

.

Longway people
Longway people

Hari itu kau dengan ceria mengatakan hal yang sama dengan sahabat-sahabat baikmu. Mengatakan seberapa bahagia dirimu dapat menempuh lima tahun ini dengan orang yang kau cintai. Kau berusaha memenuhi hari ini dengan keceriaan. Tanpa tahu semua temanmu menangis di balik layar melihat keadaanmu sekarang.

Mereka tahu apa yang sebenarnya ada di dalam hatimu. Mereka tahu hatimu telah pecah berkeping-keping tanpa bisa kembali lagi. Mereka semua tahu! Seberapa banyak air mata yang menetes selama ini. Mereka tahu…

“Hari ini, aku yang traktir!” katamu ceria.

.

.

Jam empat sore. Kau membuka ponselmu, berusaha menghubungi sang kekasih. Mengajaknya ke pantai untuk melihat sunset.

Nagaku tsuzuku kono michi ni ima wa inai kimi e
[On this never-ending road. You’re no longer on]

Tidak ada jawaban. Kau diam menatap layar ponselmu. Lama sekali memandangi fotonya yang menjadi wallpapper. Buru-buru kau mengusap sudut matamu saat merasa ada yang mengantung disana.

Please tell me little lie
Kikoeru you ni
[So that, I can hear you]

“Jangan diam saja, Jae. Jawab aku,” ucapmu lirih sambil tetap memandang layar ponselmu. Dadamu terasa semakin sesak saat berbicara. Nafasmu memberat dan matamu mulai panas. Tapi keinginan untuk tidak menangis lagi, membuatmu bertahan.

Menanamkan kukumu sendiri di lengan agar rasa sakit menghilangkan rasa sesak di dadamu.

Setelah tenang kau memilih untuk pergi ke pantai sendiri. Setelah meninggalkan pesan untuk kekasihmu, berfikir positif dia akan menyusul.

.

.

Longway people
Longway people

Kau duduk di pinggir pantai menatap mata hari terbenam. Hal yang paling dicintai kekasihmu. Menikmati angin menerpa wajahmu. Membayangkan kekasihmu duduk di sisimu.

“Yun, mana kameraku, mana?!”

Bibirmu melengkungkan senyuman lembut mengingat sifat kekasihmu yang cerewet.

Long way people
Tada naite naite naite wasureru shika nai ni?
[Just crying, crying crying. Can I forget?]

Namun walaupun kau tersenyum, air matamu turun dengan deras. Sekuat apapun kau berjanji agar tidak menangis, semuanya percuma.

Kioku ni nijinda namida no kzu wa kawaite iku boku no kokoro
[Blurred in the memories, the number of my tears]

Air mata yang kau keluarkan sudah tidak terhitung setiap mengingat ‘dia’.

Kazoe kirenai, hoshi no you ni
[Are countless, like the stars]

Hari ini. Lima tahun sejak hari jadi kalian. Dua tahun setelah kematiannya. Kau tetap tidak akan pernah bisa lupa. Semua memori tawanya, semua memori cinta kalian. Tidak sedetikpun yang terlewat. Bahkan kau masih ingat pipinya yang bersemu saat kau menyatakan cinta. Dia yang menangis karena kau hampir lupa hari ulang tahunnya, mengatakan rasa masakannya buruk. Wajahnya yang khawatir saat kau sakit. Semuanya masih terasa nyata

Longway people
Longway people
I know kimi wa mune no naka ni itsumademo
[I know you will live in my heart forever]

Ya, kau tahu bahwa dia tetap hidup dihatimu. Tapi walaupun dia selalu ada di dalam hatimu, selalu ada dipikiranmu. Kau tidak pernah merasa cukup. Yang kau butuhkan adalah dirinya hidup dan berada di sampingmu.

Sekeras apapun kau berusaha mencoba merelakan dia telah pergi, kenangan kalian membuatmu tidak bisa berjalan maju.

Bahkan sampai detik ini kau ingat saat dia menangis keras karena rasa sakit di jantungnya. Dan kau berusaha menghentikan tangisnya dengan ciuman lembut. Karena kau tahu tangisannya membuatmu sakit. Membuatmu ikut menangis.

Longway people
Longway people

Namun yang tidak kau ketahui saat itu adalah ciuman terakhir antara dirimu dengannya. Ketika bibirmu menyentuhnya. Saat kalian berciuman dalam tangis, perlahan nafasnya mulai teratur dan menghilang.

Tada naite naite naite kiss shita mama, sayonara
[I’m just crying, crying, crying. As we kiss goodbye]


END


Hampir plotless dan bener-bener songfic. Aku berusaha membuat cerita ini pas dengan lagunya. Saat lagunya selesai, maka kau juga selesai membaca. Banyak sekali lyric yang aku potong. Aku malah takut ada bagian lagu yang terpotong.

Maafkan aku jika ficnya membuat kalian ingin sekali memukuliku. Terutama aku tidak akan membuat sequel ataupun prequel.

Hehehe /plak

Lagu ini sangat aku cintai—setelah lagu Love Bye Love tentunya. Terutama bagian awal saat Yoochun berkata, “Open, open your eyes” dengan nada penuh keputus asaan.

.

Komentar, kritik, saran?

Halo: Chapter 1

Look my WP

 [ zknow . wordpress . com]


.

Warn: YAOI. Little romance, Slave-master, , typo, Real person, awalnya tidak terasa YunJae. Slight!HoMin

Disclaimer : Themself

Rate: T

.

Italic : Flashback

.

N.b.: Untuk karakter lain. Aku membuatnya OC, karena secara intim aku hanya mengenal DBSK. Tokoh kebanyakan kupilih secara acak & berwajah cocok. Rata-rata dari Variety Show, “Running Man”

Dan chapter sebelumnya ada kesalahan. Seharusnya YH & JJ berbeda 10 tahun.

.


.

Aduh, hari ini sibuk sekali. Kemarin Jaejoong-hyung merayakan pesta di apartement-nya. Memang yang diundang hanya beberapa orang saja. Tetapi hal ini sukses membuat apartementnya kacau balau. Dan ini membuatku sibuk!

Apa lagi kemarin malam Jaejoong-hyung dan teman-temannya mabuk. Mereka merusak banyak hal. Bahkan vas kesayangan Jaejoong-hyung pinggirnya pecah sedikit. Bunga lily putih yang aku beli—karena tidak tega melihat anak perempuan kecil berjalan kesana-kemari menjual bunga lily—juga dihancurkan.

Haish, merepotkan! Semalam aku hanya diam di kamar Jaejoong-hyung sambil membaca buku. Tidak berani keluar, takut menganggu. Sekitar jam 2 subuh aku baru keluar karena suara gelak tawa mereka menghilang.

.

.

Aku menepuk pipi Jaejoong-hyung yang tertidur karena mabuk. Begitu juga teman-temannya. Mereka sudah berhamburan di ruang tengah apartement ini. Ada yang tiduran dikarpet, disofa dan banyak lagi, “Hyung, kau ingin tidur disini atau didalam?” ucapku lembut.

Jaejoong-hyung mengeliyat, “Mau mandi,” gumamnya. Tangannya terjulur ke arahku.

Aku sudah biasa menangani Jaejoong-hyung yang mabuk. Dia benar-benar acoholic! Aku mendekatkan diri ke Jaejoong-hyung dan dia segera melingkarkan tangannya di leherku.

Mengendongnya ke arah kamar mandi dan membantunya melepas pakaian. Menaikannya ke atas bathtube dan diisi dengan air hangat, “Aku mau ambil bajumu dulu, hyung.”

Jaejoong-hyung menggerung dan aku meninggalkannya untuk mengambil baju di kamar.

Setelah itu kembali ke kamar mandi. Mengusap tubuhnya dengan air hangat di bathtube—karena tidak mungkin aku memaksanya menggunakan shower, bisa-bisa dia limbung dan jatuh—memakaikannya pakaian dan mengendongnya ke kamar. Mengabaikan teman-teman kantornya yang telah tertidur nyenyak.

“Yun, sini…” Jaejoong-hyung kembali menjulurkan tangannya setelah aku meletakan tubuhnya di atas kasur.

Aku mengabaikan Jaejoong-hyung dan mengambil obat anti mual di laci. Dia harus meminum ini, lambungnya sensitif tetapi suka sekali minum. Jika tidak minum ini dia pasti akan terbangun dan berlari ke kamar mandi dan mengeluh seharian karena perutnya tidak enak.

Memasukan obat itu ke mulutku sendiri lalu melumat bibir Jaejoong-hyung. Oh yeah, jangan berfikiran aneh-aneh! Aku hanya mentransfer obat saja. Jika tidak seperti ini, mana mau dia minum obat.

Jaejoong-hyung susah payah menelan obat itu. Dia menarik tubuhku hingga jatuh menimpanya lalu menggeliyat-geliyat agar masuk ke dalam pelukanku.

Selalu seperti ini. Semenjak aku menjadi milik Jaejoong-hyung, kami selalu tidur bersama. Dia mengatakan bahwa dia takut tidur sendirian. Entah alasannya apa. Maka dari itu sebelum memiliku setiap malam dia pasti akan berkeliaran kesana-kemari mencari orang yang bisa diajaknya tidur—katanya.

.


.

Halo

.

YunJae Fanfiction

.

Inspired by : HaloBeyonce

.


.

KRIIING!! KRIIING!!

“Aish!” aku merasa terganggu dengan dering telefon rumah Jaejoong-hyung. Apa orang yang menelefon tidak tahu aku sangat sibuk?

“Halo, dengan kediaman Kim Jaejoong disini,” mengangkat telefon dan mengapitnya di antara pundak dan leherku. Sedangkan aku sibuk menempelkan potongan vas kesayangan Jaejoong-hyung dengan lem kuat.

“Yun, ini aku Jaejoong. Bahan presentasiku ketinggalan di atas meja kerja. Antarkan setelah makan siang oke?”

Pik.

Langsung di matikan? Haish. Benar-benar tidak tahu orang sedang sibuk!

Aku meletakkan kembali gagang telefon dan melihat jam dinding diruangan itu. Masih jam 11. Setelah jam makan siang? Berarti sekitar jam satu. Yeah, kau masih punya banyak waktu, Jung.

.


.

Annyeonghaseo,” aku menunduk dan menyapa sekertaris yang ada di pintu masuk. Setelah itu tanpa basa-basi berjalan ke lift dan naik ke lantai 16. Rata-rata pegawai di kantor ini sudah tahu siapa aku. Aku yang sering bolak-balik dari sini ke apartemen Jaejoong-hyung untuk mengantar berkas. Dia sering sekali kelupaan.

TING

Pintu lift terbuka. Aku berjalan ke ruangan Jaejoong-hyung. Dan aneh ketika aku tidak melihat sekertaris Kim yang biasanya duduk di meja depan ruangan Jaejoong-hyung.

CKLEK

Omona!

Buru-buru aku menutup lagi pintu ruangan Jaejoong-hyung. Huft, kalau sedang pacaran seharusnya pintunya dikunci, dong! Tch, mataku terkontaminasi melihat mereka bercumbu—siapa lagi kalau bukan Jaejoong-hyung dan sekertaris Kim!

“Yun, masuklah!”

Aku membuka lagi pintu ruangan Jaejoong-hyung. Sekertaris Kim tampak sibuk membelakangiku untuk membenarkan pakaiannya. Kujulurkan map hitam milik Jaejoong-hyung, “Ini bahan presentasinya, hyung.”

“Ne,” balas Jaejoong-hyung singkat, “Beli tteokbokki sebelum pulang. Entah kenapa aku ingin sekali makan itu nanti malam,” dia tampak sibuk mengecek apa yang aku bawa, “Sekitar jam 8 setelah rapat aku pulang.”

Mengangguk mengerti, “Arraseo,” aku segera berjalan keluar ruangan Jaejoong-hyung. Haish, pekerjaanku masih banyak dan dia meminta yang aneh-aneh.

.


.

Ah, ya… ngomong-ngomong aku belum menceritakan tentang sekertaris Kim. Dia kekasih Jaejoong-hyung. Mereka baru berpacaran 5 bulan tapi mesra sekali. Pernah saat aku menyiapkan air hangat untuk Jaejoong-hyung, aku mendengar mereka berbincang melalui telefon. Menggunakan panggilan-panggilan sayang yang membuatku bergidik. Apa manusia dengan hubungan sex yang tidak menyimpang—atau straight—memang suka melakukan hal-hal seperti itu? Dulu saat dengan Changmin saja aku tidak pernah.

Oh iya! Jaejoong-hyung juga lebih suka di panggil JJ saat kita bercinta. Katanya sih, terdengar mesra. Dan sependengaranku, sekertaris Kim juga suka memanggil Jaejoong-hyung dengan JJ.

Eh, kita mulai melantur…

Sampai mana kita tadi… ah, ya! Jaejoong-hyung dengan kekasihnya sangat mesra. Mereka sudah membeli cincin couple—aku ingat waktu itu Jaejoong-hyung yang malas memaksaku keluar untuk mengambil cincin pesanannya—dan kalau tidak salah akhir-akhir ini mereka sudah pernah bercinta—alasan lain kenapa Jaejoong-hyung mengurangi jatahnya denganku—akhirnya tenang juga.

Tapi menurut desas-desus yang pernah aku dengar saat berada di kantin kantor Jaejoong-hyung, sekertaris Kim sangat materialistic! Setiap Sabtu mereka berdua pasti berkencan. Katanya ada seorang pegawai yang melihat Jaejoong-hyung membelikan banyak barang-barang dengan brand yang terkenal dan mahal. Tapi tidak tahu juga, siih… apa perduliku? Itu masalahnya.

.


.

Aku menghangatkan tteokbokki yang Jaejoong-hyung pesan, saat jam menunjukan jam delapan malam. Jaejoong-hyung sebentar lagi akan pulang. Agak memakan perjuangan bisa mendapatkan ini karena saat aku baru beberapa langkah dari kantor Jaejoong-hyung, hujan deras datang. Salahkan aku yang lupa melihat perkiraan cuaca yang sering ada di TV swasta, setiap jam 7 pagi.

Dengan telaten aku memindahkan tteokbokki keatas piring dan menaruhnya ke meja. Jaejoong-hyung bisa marah-marah jika apa yang dia pesan tidak ada. Sudah tua tapi masih suka seenaknya…

Kegiatanku terhenti saat ponselku bergetar. Ada pesan masuk!

.

From : Jaejoong-hyung
Sub: –

Makan saja tteokbokki-nya. Aku menginap di rumah HeeSun.

.

Oh yeah. Menyebalkan sekali. Aku membeli untuk porsi tiga orang. Karena saat lapar Jaejoong-hyung bisa makan seperti orang kalap.

Apa aku beri saja kepada gadis penjual bunga Lily itu? Tadi aku lihat dia sedang duduk berteduh di halte dengan keranjang kosong disampingnya. Barang dagangannya pasti laku hari itu. Dia bahkan tersenyum sambil melambai ke arahku yang sedang kehujanan.

Aku menaruh tteokbokki kedalam kotak sterofoam dan membawanya ke halte yang tidak jauh dari apartemen Jaejoong-hyung.

Tapi tunggu… apa aku ini pabbo? Gadis itu aku temui jam 4 sore. Sudah berjam-jam lewat dan hujan juga sudah reda. Pabbo Jung…

Dan bodohnya lagi entah kenapa aku malah duduk tenang di halte menunggunya.

Kembali aku merutuki hal bodoh yang aku lakukan. Kenapa aku malah menanti sesuatu yang tidak jelas. Tapi sebelum aku sempat beranjak pergi. Ada tangan kecil memegang ujung hoddie coklatku.

“Oppa.”

Buru-buru aku menoleh saat mendengar suara lirih itu. Gadis penjual bunga Lily itu masih ada!

Aku menatap gadis itu khawatir. Wajahnya pucat tapi bibirnya masih menyungingkan senyum, “Aigo, kenapa masih disini?” segera ku tangkup pipinya dengan kedua tanganku. Dingin sekali.

Gadis itu hanya tertawa kecil saat tanganku menyentuh pipinya. Tingginya hanya sedadaku. Jika dikira-kira, mungkin dia masih 10 tahun, “Oppa juga kenapa disini? Kalau BoYoung mencari eomma…”

Oh, namanya BoYoung, “Memangnya ibumu kemana?” aku mengelus rambut panjangnya yang bergelombang. Entah kenapa aku merasa iba melihatnya. Dia masih kecil sudah berjualan bunga dan sekarang ibunya entah ada dimana. Pasti sedari tadi dia berkeliling tak tentu arah.

BoYoung menggosokan telapak tangannya, “Aku tidak tahu. Saat tadi pulang eomma tidak ada di kasur. BoYoung bingung…” BoYoung menunduk dan memainkan jarinya.

Aku berfikir sejenak, “Ayo oppa bantu cari eomma BoYoung,” aku tersenyum tipis, “Rumah BoYoung di mana? Mungkin eomma BoYoung tidak jauh dari rumah.”

Kami mencari ibunya sambil berbincang. BoYoung senang sekali bercerita, dia bercerita kegiatannya hari ini saat melihat anak kucing dan dia membelikan sekotak susu kecil untuk anak kucing tersebut. Saat aku tanya, ternyata dia memang masih 10 tahun, wajar saja fanatik dengan binatang-binatang lucu.

EOMMA!” Tiba-tiba BoYoung melepaskan genggaman tangan kami dan berlari begitu saja. Tentu saja aku mengikutinya dari belakang. Dia mendekati wanita tua dengan rambut kusam dan pakaian kucel. Memeluk boneka berbentuk manusia yang sangat buruk.

BoYoung, menarik ibunya untuk berdiri, “Eomma, ayo pulang. BoYoung menunggu eomma…” ucap gadis itu lirih. Buru-buru aku membantu BoYoung memapah ibunya.

“ShinHye-ah…” bisik wanita tua itu. Tangannya mengelus boneka dalam dekapannya, sedangkan BoYoung dengan setia menuntun ibunya yang pundaknya aku rangkul. Melihat hal ini aku bisa menyimpulkan dengan mudah.

Ibu BoYoung gila. Kasihan sekali anak berumur 10 tahun harus menanggung hal seperti ini.

.

Oppa, kamar eomma ada di sana,” BoYoung berjalan membukakan pintu. Kami masuk ke satu-satunya kamar dan aku menaruh ibu BoYoung di atas ranjang. Sedangkan BoYoung dengan setia membantu ibunya rebahan dan menyelimuti wanita yang masih asyik mengelus-elus boneka dalam dekapannya.

Dadaku terasa sesak saat BoYoung mengecup kening ibunya dengan lembut. Senyum tulusnya dia berikan untuk ibunya tercinta. Samar aku mendengar dia menyanyikan lagu di samping ibunya. Sedangkan aku hanya berdiri dengan tampang bodoh.

Setelah ibunya tidur, BoYoung mengajakku keluar.

Gomawo…” BoYoung membungkuk lalu memelukku singkat.

Aku hanya tersenyum. Tidak tahu harus merespon apa lagi. Melihat BoYoung aku jadi ingin memiliki ibu.

“BoYoung-ah,” aku memberikan tteokbokki yang memang sengaja ingin kuberi pada BoYoung. Dia menerimanya dengan ceria. Lagi-lagi dia bercerita bahwa dirinya belum makan sejak pagi.

BoYoung mengambil mangkuk dan menata tteokbokki diatasnya, “Oppa, ini banyak sekali,” BoYoung hanya membulatkan mulutnya. Matanya berbinar, membuatku menyimpulkan bahwa ini pertama kalinya dia bisa makan sebanyak ini.

Gerakan BoYoung mengusap sudut matanya tertangkap olehku. Gadis kecil itu menangis dalam diam dan lagi-lagi aku hanya melihatnya seperti orang bodoh.

“Terima kasih… sugguh,” dia malah menangis keras dan membuatku kelabakan. Tangisan ala anak kecil yang penuh kebahagiaan. Pada akhirnya aku hanya diam menunggu BoYoung menyelesaikan tangisannya.

Dan setelah itu kami diam. BoYoung sibuk membersihkan air matanya, sedangkan aku hanya memainkan jari. Namun tak lama BoYoung memecah keheningan.

Oppa pasti bingung melihat eomma. Beliau sudah seperti itu sejak eonnie dan appa meninggal saat appa sedang mengantar eonnie sekolah. Lalu terjadi banyak hal dan aku menjual bunga-bunga yang banyak tumbuh di samping sungai kecil belakang rumah,” BoYoung tersenyum, “Uang hasil menjual bunga untuk makan aku dan eomma.”

Aku menopang dagu mendengar cerita BoYoung, “Kau tidak membawa ibumu ke rumah sakit? Itu tidak bayar,” tentu saja rumah sakit yang aku maksud adalah rumah sakit jiwa. Sengaja tidak aku sebut agar tidak melukai perasaan BoYoung.

BoYoung menggeleng, “Aku tidak bisa jika berpisah dengan eomma.”

Kata-katanya membuatku terenyuh. Dia masih kecil namun pikirannya sudah dewasa. Aku tidak bisa membayangkan seberapa berat hidupnya selama ini.

“Jagalah ibumu dengan baik.”

BoYoung mengangguk semangat, “Tentu saja, oppa!”

Otot bibirku ikut tertarik melihatnya ceria, “Nah, sekarang makan! Setelah itu jaga ibumu lagi.”

Mungkin setelah ini aku akan rajin mengunjungi BoYoung. Kasihan sekali jika dia harus menanggung semua ini sendirian.

Dan rasanya rasa ibaku bertambah saat tahu BoYoung belum bisa membaca. Aku mengantarnya menuju kamar. Mengambil satu buku cerita anak-anak di salah satu rak. Mulai membacakan BoYoung dongeng tentang putri hingga malaikat kecil ini tertidur pulas.

Mungkin aku baru mengenal BoYoung hari ini. Tapi entah kenapa dengan BoYoung aku merasa nyaman. Kami tampak seperti kakak-adik yang sudah lama tidak berjumpa.

Saat memperhatikan BoYoung tidur, aku tiba-tiba teringat ponselku. Buru-buru mengeluarkannya dari saku dan hanya menatap kaget 3 misscall dari Jaejoong-hyung. Haish, dia akan marah sekali jika aku tidak menjawab telefonnya.

Segera aku menelfon balik Jaejoong-hyung.

“Yeobseo?”

“Sudah mau jam dua belas malam. Kau dimana?”

Jaejoong-hyung marah besar! Nada suaranya datar dan penuh tekanan, “Aku di rumah BoYoung…” ucapku lirih.

“BoYoung? Siap—Ah! apa perduliku?! Cepat pulang, sekarang!”

Hii! Mengerikan. Oke, selamat malam BoYoung, aku harus pergi pulang. Huft, aneh sekali. Katanya dia menginap di rumah sekertaris Kim. Tapi kenapa menyuruhku pulang? Aneh!

.


.

“Siapa BoYoung?!”

Aku bersimpuh di atas karpet sedangkan Jaejoong-hyung duduk di atas ranjang dan melipat tangannya di depan dada. Aku bisa merasakan bahwa dia marah sekali!

“JAWAB!”

“Dia temanku,” ucapku gemetar.

Jaejoong-hyung mendengus, “Lalu karena dia temanmu, kau boleh seenaknya?”

Lagi-lagi… sifat possesive Jaejoong-hyung keluar. Dia tidak suka apa yang menjadi ‘miliknya’ disentuh orang lain. Dan setiap dia seperti ini, aku tidak tahu harus merespon apa. Apakah aneh jika aku ingin punya teman? Selama ini aku hanya bersama dia terus! Jika seperti ini apa bedanya aku berada di perusahaan terkutuk itu dan di sini?

PLAK

Jaejoong-hyung menamparku karena tidak mendapat jawaban, “Mianhae, hyung,” ucapku buru-buru

Samar aku mendengar geramannya, “Berapa kali harus kubilang,”—Jaejoong-hyung menarik kerah bajuku, memaksa tatapan kami bertemu—“Aku tidak suka ‘milikku’ disentuh orang lain!” detik berikutnya dia menghempaskan cengkramannya di bajuku dan membuatku terjatuh.

Segera dia pergi beranjak pergi tanpa menoleh sedikitpun.

Aku hanya bisa meringis nyeri akibat tamparannya di pipi. Dia selalu serius saat memukulku. Walau sudah biasa, tapi tetap saja sakit! Kalau sudah begini, cara satu-satunya berbaikan adalah sex. Tubuh sensitif Jaejoong-hyung tidak pernah bisa menolak sensasi ini—salah satu titik lemahnya.

Tapi, hey… apa kalian tahu? Sampai sekarang aku masih bingung dengan sikap Jaejoong-hyung. Dia aneh sekali. Sifatnya sering berganti, membuatku seolah bertemu dengan sisi lainnya. Atau menurut buku yang aku baca di rak buku Jaejoong-hyung, orang dengan kepribadian ganda—kalau tidak salah.

Dan, berhentilah berkhayal, Jung Yunho… kau terlalu sering membaca novel detektif milik Jaejoong-hyung.

Aku memukul kepalaku pelan. Sepertinya otakku sudah rusak…

.


.

Aku berhasil membujuk Jaejoong-hyung.

Dengan sex, tentu saja.

Kini kami tidur terlentang, asyik memandangi langit-langit kamar. Aku sendiri sibuk mengatur nafas, sambil berfikir.

Hyung, kau bilang mau ke tempat sekertaris Kim…”

Jaejoong-hyung mengerang malas, “HeeSun tiba-tiba ada urusan. Jadi aku kembali. Dan, kenapa kau harus membahas tentang itu, sih?! Membuat kesal saja.”

Lagi-lagi…

“Maaf, hyung.”

Oke, moodnya turun lagi. Sial…

Kami hanya diam dalam waktu yang lama. Tenggelam dalam pikiran masing-masing. Aku tidak mau membuka suara, takut salah bicara dan membuat dia tersinggung lagi.

Namun tak lama, Jaejoong-hyung membenahi posisinya hingga menghadap kepadaku.

Dia mengedipkan matanya beberapa kali seolah mencari perhatian. Mau tidak mau aku menoleh dan melihatnya.

“Yun, sebentar lagi HeeSun berulang tahun…”

“Lalu?”

“Aku belum selesai bicara,” Jaejoong-hyung menggerutu, “Bagaimana jika aku memberikan dia mobil? Dia pernah mengeluh ingin mobil.”

Mwoya? Mereka hanya sepasang kekasih yang baru menjalin kasih selama 5 bulan. Dan Jaejoong-hyung sudah ingin membelikan wanita itu mobil? Gila. Apa itu tidak terlalu menghamburkan uang?!

“Lakukan yang terbaik menurutmu, hyung…” balasku kalem.

Jaejoong-hyung tersenyum puas.

.

.

.


.

.

[NORMAL POV]

.

.

Saham turun.

Kas menipis.

Beberapa perusahaan membatalkan kerjasama.

Jaejoong mengurut kepalanya. Masalah perusahaan membuatnya pusing. Sepertinya perusahaan ayahnya baik-baik saja, sampai kemarin dia diberi laporan langsung dari London—pusat ayahnya mengembangkan usaha.

Kenapa masalah tiba-tiba muncul seperti ini? Dia mengecek laporan keuangan dan merasa beberapa kejanggalan. Tentu saja pikirannya langsung menuju karyawannya yang mungkin melakukan tindakan korupsi. Hanya saja dia ingat sebulan yang lalu membelikan HeeSun mobil mewah sebagai hadiah ulang tahun menggunakan uang kantor.

Tapi bukankah perusahaan ayahnya ini kaya? Mengeluarkan beberapa milyar sepertinya tidak terlalu menjadi masalah.

Jaejoong tersentak kaget saat telefon di ruangannya berbunyi. Buru-buru dia mengangkatnya.

“Direktur, ayah anda datang. Boleh saya membawanya masuk?” suara HeeSun—sekertaris sekaligus kekasihnya.

Rasanya jantung Jaejoong terpompa cepat. Ayahnya datang tanpa mengabari apapun? Pasti ada sesuatu yang sangat penting! Buru-buru dia mengiyakan ucapan HeeSun. Dan tidak ada satu menit, HeeSun masuk dengan pria berumur setengah abad di belakangnya.

Jaejoong berdiri dan mempersilahkan ayahnya duduk. HeeSun buru-buru keluar untuk mehidangkan kopi, untuk duo Kim senior dan junior.

Tanpa basa-basi, ayah Jaejoong membuka suara, “Kita hancur.”

Jaejoong menautkan alisnya heran, “Memangnya kenapa?” dia masih belum sempurna mencerna ucapan ayahnya.

Senior Kim ingin sekali memukul kepala anaknya yang disaat genting seperti ini malah mengeluarkan pertanyaan yang tidak penting, “Kerjasama ayah buat dengan perusahaan milik Michael malah berbalik merugikan kita. Senjata yang hendak ayah gunakan untuk menghancurkan perusahaan itu malah berbalik mengenai kita sendiri,” dia meremas rambutnya sendiri frustasi. Akibat keegoisannya ingin mengalahkan perusahaan lain agar menjadi nomor satu.

Jantung Jaejoong berdegup kencang. Tidak sanggup memikirkan apa yang akan terjadi padanya nanti, “J-jadi bagaimana ini, ayah?”

Pria tua itu menyandarkan tubuhnya di punggung kursi. Enggan menatap putranya sendiri, “Ayah belum tahu. Tetapi sekarang ini kita memiliki hutang yang sangat besar pada bank.”

Hening. Jaejoong tampak sibuk berfikir, sedangkan senior Kim hanya bisa memijat kepalanya yang pening sekali.

“Gunakan sebagian emas batang kita di brankas untuk membayar hutang,” ucap Jaejoong lirih saat dirinya malah tidak menemukan jalan keluar.

Senior Kim menghela nafas, “Cara itu sudah aku gunakan. Sisa emas kita tinggal sedikit. Bahkan untuk produksi bulan ini kita sudah tidak punya apa-apa.”

“Berapa hutang kita, appa?”

Senior Kim hanya bisu. Dia lebih tertarik menatap langit-langit ruangan putranya. Merasa tidak mendapat jawaban dari ayahnya, Jaejoong berdeham. Namun pria dihadapannya malah mengecek jam tangannya.

“Nyalakan televisi dan cek berita internasional.”

Buru-buru Jaejoong melakukan apa yang ayahnya katakan. Televisi tampak sibuk membahas perang di Israel sana. Dan Jaejoong hanya diam dan menonton. Begitu juga dengan ayahnya.

Namun setelah berita tentang Israel selesai. Tubuh Jaejoong menegang melihat banyak pegawai yang berdemo di depan kantor perusahaan ayahnya di London. Dan otak Jaejoong terasa kosong saat menyimak itu semua.

Berita selesai dan Jaejoong menatap sengit ayahnya, “Appa! Kau menutup perusahaanmu di London?!”

.

.


.

.

Perusahaan Kim di London adalah pusat. Jika perusahaan itu ditutup pasti akan merambat hingga cabang-cabang yang berada di Jepang, Korea dan Kanada.

Perusahaannya yang berada di Kanada akan tutup besok.

Hutang terlalu besar. Jaejoong baru tahu bahwa perusahaannya yang selama ini damai memiliki rentetan hutang yang terus berbunga setiap tahunnya. Perusahaan ini dibuat melalui uang bank, pinjam sana, pinjam sini. Membuat daftar hutang semakin menumpuk. Saat masa kejayaannya, senior Kim seperti lupa dengan tumpukan hutang dari masa lalu. Membuka cabang di mana-mana dan menggunakan pendapatan untuk pribadi.

Dan parahnya jatuh tempo pembayaran dan senjata makan tuan yang dibuat senior Kim berlansung dalam waktu yang sama.

Bank akan menarik apapun untuk dapat menutupi hutang perusahaan Kim.

Mereka sudah memberikan banyak emas. Menutup perusahaan di London—karena semua barang sudah menjadi tahanan bank—dan itu belum cukup.

Senior Kim tetap diam mengenai jumlah hutang membuat Jaejoong tertekan.

Dari jumlah barang yang menjadi tahanan bank, Jaejoong menyimpulkan bahwa hutang ayahnya besar sekali!

.

“JJ-ah…”

Jaejoong tersentak kaget saat ada tangan yang melingkar di pundaknya. Dia menoleh dan mendapati HeeSun merangkulnya dengan tatapan keibuan.

“Kau mengagetkanku, Heechan,” ucap Jaejoong dengan nada—pura-pura—ceria.

HeeSun tidak membalas ucapan Jaejoong. Dia menatap intes tumpukan kertas-kertas yang ada di meja Jaejoong. Penuh dengan laporan keuangan dan pembatalan kerja sama.

“Perusahaan kita…”—HeeSun menatap Jaejoong ragu—“bangkrut?” lirih Heesun. Tangannya semakin erat merangkul Jaejoong. Tidak ingin melepaskan kekasihnya yang kaya raya itu.

Jaejoong tersenyum kecil dan mengelus punggung tangan HeeSun, “Tidak sayang,” ia mengecup bibir kekasihnya dengan sayang. Mencari cara agar HeeSun tidak ikut memikirkan masalah berat ini. Dia tidak ingin kekasihnya memikirkan hal-hal berat seperti ini, “Chagiya… besok sudah akhir pekan. Kau ingin belanja, hmm? Brand kesukaanmu mengeluarkan tas kulit terbaru, kan?”

HeeSun menyeringai tipis, “Oh, sayang… kau tahu aku tidak bisa menolak,” perempuan itu bertingkah genit di depan Jaejoong. Senang saat Jaejoong hendak membelikan tas baru.

Malam itu jam 10. Jaejoong menghabiskan malam panas dengan kekasihnya yang bahagia saat Jaejoong membelikannya barang-barang mahal. Membayar barang-barang yang dia dapat dari Jaejoong dengan tubuhnya, seperti seorang pelacur. Bisa kalian bayangkan jika Jaejoong tidak lagi bisa membelikan HeeSun barang-barang bermerek?

.

.

Sedangkan di sisi lain Yunho tampak sibuk menceritakan BoYoung buku dongeng. Mengetahui Jaejoong tidak pulang, dia memilih pergi ke rumah BoYoung sambil meminta maaf dua minggu ini mereka tidak sempat bertemu.

Namun walaupun begitu sisi terdalam Yunho khawatir dengan keadaan Jaejoong. Tadi siang dia melihat berita yang mengatakan perusahaan master-nya bangkrut. Terjadi demo besar-besaran dan beberapa hal yang diucapkan reporter tidak dapat Yunho mengerti.

Tapi, Yunho tidak ingin ikut campur apapun maka dari itu dia hanya diam dan tidak bertanya apapun.

Setelah membacakan buku dongeng bergambar, Yunho tersenyum tipis melihat BoYoung yang sudah terlelap dengan pulas. Saat dia datang, BoYoung menangis sambil mengadu bahwa ibunya tidak mau makan dari kemarin. Maka dari itu Yunho dan BoYoung mati-matian membujuk wanita itu untuk makan. Hanya saja wanita itu hanya meminum teh yang Yunho buat, tanpa menyentuh makanan lain. Lalu tertidur…

Yunho mengusap mata BoYoung yang membengkak karena menangis. Gadis 10 tahun ini sudah Yunho aggap seperti adiknya sendiri. Saat melihatnya menangis Yunho benar-benar tidak tega.

Dengan telaten Yunho membenahi posisi tidur BoYoung sebelum kembali pulang ke apartemen Jaejoong.

.

.


.

.

“Siapa kau!”

Yunho terbangun mendengar suara ribut. Dia duduk di pinggir ranjang untuk mengembalikan kesadarannya namun—

“Yunho-oppa!”

Terdengar suara BoYoung! Padahal mereka sedang berada di apartemen Jaejoong. Buru-buru Yunho berlari kecil menuju suara itu berasal.

“Yah! Kenapa kau memanggil Yunho?!”

“Hiks, Yunho-oppa! Aku ingin bertemu Yunho-oppa!”

Yunho datang. Melihat Jaejoong menghadang pintu masuk yang terbuka. BoYoung disana, merengek ke arah Jaejoong.

“Ada apa?” Yunho menepuk pundak Jaejoong. Secara tidak langsung meminta tuannya untuk memberikan dia akses untuk melihat BoYoung. Hanya saja Jaejoong tetap diam menghalangi di depan pintu masuk.

Jaejoong menatap Yunho marah, “Usir dia, cepat!” bentak Jaejoong. Kesal sekali rasanya mengingat dirinya sudah menyuruh Yunho untuk tidak berhubungan dengan siapapun, tetapi Yunho melanggarnya.

BoYoung mendongak melihat Yunho berdiri di belakang Jaejoong. Air matanya mengalir deras, “Yunho-oppa! Eomma berdarah… banyak sekali,” isak gadis itu. Tangannya saling mencengkram mengingat tadi pagi mendapati ibunya memegang pisau dan menusuk perutnya sendiri. Berkali-kali BoYoung memanggil ibunya tetap tidak ada sahutan. Ibunya ambruk dengan darah bercucuran. Dan yang ada di otak gadis itu adalah Yunho! Orang yang selalu menolongnya.

Yunho terkejut. Refleks dia menarik Jaejoong agar tidak menghalangi jalannya. Saat ada celah Yunho segera berjongkok agar tingginya sejajar dengan BoYoung. Namun saat pria itu hendak meminta penjelasan dari BoYoung, kerah belakang baju Yunho di tarik. Tentu Jaejoong yang melakukannya.

Pria itu memaksa Yunho masuk dan segera menutup pintunya. Mengunci dan memasukan sang kunci ke dalam saku celananya.

Buru-buru Yunho bangkit. Menyusul Jaejoong yang menghentakkan kakinya kesal sambil memasuki apartement-nya, “Hyung! Berikan aku kuncinya.”

BUGH

“Sudah kubilang berkali-kali. Jangan berhubungan dengan orang lain! Masih belum mengerti?” Jaejoong yang kesal menatap Yunho tajam. Pria satu ini suka sekali membuatnya marah-marah.

Yunho tidak mengeluh sakit. Namun matanya menatap Jaejoong dengan tatapan memohon, “Ini mengenai hidup-matinya ibu Boyoung, hyung.”

“Tidak!”

Yunho meremas sisi celananya frustasi. Entah cara apa yang harus dia gunakan untuk menghancurkan keras kepala Jaejoong, “Ibu BoYoung sekarat!              Jika tidak ada yang menolong dia bisa meninggal!”

Jaejoong melipat tangannya dan menatap Yunho angkuh, “Lalu?”

Samar Yunho mendengar tangisan BoYoung semakin keras sambil menyebut namanya. Tangisan BoYoung membuatnya khawatir setengah mati. Dan sifat Jaejoong hanya bisa memparah keadaaan.

“Kumohon…” Tanpa malu Yunho segera berlutut di depan Jaejoong. Dia sudah sering melakukan ini di hadapan pria itu.

Jaejoong memutar bola matanya malas. Jika dia menanggapi Yunho maka perdebatan mereka tidak akan berhenti. Pria itu malah memutuskan untuk ke dapur dan membuat kopi.

Dada Yunho panas saat Jaejoong malah dengan santai pergi. Apa pria itu tidak berperasaan? Tidakkah hati Jaejoong tergerak mendengar ibu BoYoung sekarat?

Yunho bangkit berdiri, “KIM JAEJOONG!” bentak Yunho.

Langkah Jaejoong terhenti. Dia menoleh ke Yunho, “Kau berani membentakku?” gumam Jaejoong lirih.

Buru-buru Yunho menutup mulutnya. Dia refleks membentak master-nya. Shit! Ini akan menjadi masalah yang panjang.

Jaejoong mendekati Yunho dan menabrak dada pria itu dengan dadanya, “Kau lebih memilih orang yang baru kau kenal dari pada orang yang mengeluarkanmu dari perusahaan terkutuk itu, hah?!”

Yunho menarik nafasnya, “B-bukan begitu, hy—“

“Aku membencimu, Jung!” Jaejoong berjalan cepat melewati Yunho. Mengeluarkan kunci dari saku celananya dan membuka pintu. Memilih untuk pergi dari tempat terkutuk ini. Bagaimana bisa Yunho jadi melawan kepadanya? Apa pria itu sudah lupa untuk berjanji setia padanya!? Berengsek…

Frustasi. Yunho berusaha menjelaskan kepada Jaejoong, hanya saja pria itu sudah hilang dari hadapannya. Tapi bukan ini yang seharusnya dipikirkan. Lebih baik dia menolong ibu BoYoung.

Mengikuti jejak Jaejoong, Yunho berjalan keluar apartement. BoYoung menangis tanpa suara di depan pintu apartement. Gadis itu sudah terduduk di lantai karena lelah menangis. Buru-buru Yunho mengendong BoYoung. Membawa gadis itu berlari ke rumahnya. Sebelumnya Yunho menyempatkan diri untuk menutup pintu rumah.

.

.

.


.

.

.

Sekarang jam 9 malam dan Yunho baru kembali ke apartement Jaejoong. Matanya bengkak terlalu banyak menangis. Setelah menutup pintu, Yunho menyandarkan tubuhnya di daun pintu. Perlahan tubuhnya melemah dan dia kembali menangis. Hal yang terus dia lakukan sedari tadi.

Ibu BoYoung meninggal. Mereka terlambat menyelamatkannya—benar-benar terlambat. Di rumah sakit BoYoung menangis keras sambil menarik-narik lengan dokter. Mengulang kata-kata yang sama,

“Kenapa harus ibuku?”

Sampai akhirnya BoYoung pingsan karena terlalu lelah. Sebagai pengganti BoYoung, Yunho mendengarkan semua perkataan dokter dengan seksama.

Ibu BoYoung meninggal karena bunuh diri. Dia gila! Tidak ada yang mengerti jalan pikiran orang gila. Lalu, Yunho dan BoYoung terlambat membawa wanita itu ke rumah sakit. Lukanya dalam dan darah pun mengalir dengan lancar.

Dua jam setelah itu, BoYoung sadar dan mereka langsung mengkremasi wanita tua itu. Semua biaya Yunho tanggung. Jangan kira selama tinggal dengan Jaejoong, Yunho tidak diberi uang. Pria itu diberi dan Yunho tidak pernah menggunakannya.

BoYoung tidak menabur abu ibunya. Dia meletakannya di dalam guci pink kecil. Dan Yunho tidak protes apapun. Keduanya tidak ada yang membuka suara. Hingga Yunho mengantar BoYoung pulang pun tetap tidak ada yang membuka suara. Keduanya larut dengan pikiran masing-masing.

Yunho melipat kakinya. Sungguh dia merasa bersalah. Andai dia lebih cepat. Andai Jaejoong tidak menghalangi. Mungkin sekarang ibu BoYoung dapat tertolong. Kenapa dia tidak bisa lebih cepat menangani Jaejoong?

Terus menerus Yunho menyalahkan dirinya sendiri. Menggunakan banyak perumpamaan yang sebenarnya percuma! Ibu BoYoung tidak akan hidup kembali.

“Oh, masih ingat pulang?”

Yunho hanya diam saat Jaejoong lewat dan menyindirnya.

Pria itu berkacak pinggang di depan Yunho, “Bagaimana kondisi wanita aneh itu?” cibir Jaejoong.

Yunho tetap diam. Tidak mau menanggapi Jaejoong.

Kesal tidak ada respon, Jaejoong semakin mengompori Yunho, “Dia menggunakan alasan ibunya sekarat agar kalain bisa bertemu, kan? Pedofil.”

“Kau tidak membawa bocah itu kemari, eoh?”

“Atau kalian sudah berencana untuk kabur bersama?”

Muak. Yunho bangkit berdiri, “Hyung…”

“Apa?!” balas Jaejoong ketus.

Yunho menatap Jaejoong. Lama, “Aku sedang berduka. BoYoung tidak main-main dengan ucapannya. Ibunya telah meninggal sekarang. Kami baru selesai mengkremasi-nya.”

Sekarang giliran Jaejoong yang bungkam.

“Aku mau jalan-jalan dulu,” tanpa melihat ke arah Jaejoong, Yunho kembali pergi. Dia kesal dengan ucapan Jaejoong. Tapi bagaimanapun…

Yunho tidak bisa melawan.

.


.

Yunho berjalan dalam diam. Tangannya memegang sekaleng kopi. Pikirannya kalut. Ingin sekali ke rumah BoYoung dan mengecek keadaan gadis itu. Hanya saja Yunho ingin memberi waktu pada BoYoung untuk menenangkan diri. Gadis itu benar-benar butuh waktu…

Tapi di sisi lain, Yunho merasa BoYoung pasti marah padanya. Hanya saja gadis itu hanya diam. Bagaimanapun, Yunho bisa menjadi salah satu alasan kenapa ibunya tidak tertolong.

“Ah! Appoo…”

Yunho menoleh melihat wanita sekitar 40 tahunan terjatuh di trotoar. Sepertinya wanita itu terpeleset.

Buru-buru Yunho berlari kecil, menolong wanita itu. Memunguti barang belanjaan wanita itu yang berserakan.

“Anda tidak apa-apa?” Yunho memperhatikan wanita itu dengan seksama. Takut jika wanita itu terluka.

Wanita itu bangkit berdiri dengan memegang tangan Yunho sebagai topangan. Bibirnya tersenyum melihat pemuda yang dengan rela menolongnya.

“Kau baik sekali,” ucap wanita itu.

Yunho hanya menggaruk tengkuknya mendengar pujian. Saat dia hendak menarik tangannya yang di pegang oleh sang wanita, wanita itu malah mempererat gengamannya.

Wanita itu mengusap-usap tangan Yunho. Dia menunduk dan melihat telapak tangan Yunho dengan seksama, “Kau terlalu baik. Namun akhir-akhir ini ditimpa banyak masalah.”

Apakan dia peramal? Ucapan wanita itu bahwa dia ditimpa masalah memang benar.

“Dan sekarang… masalah yang lebih besar lagi sudah mengintip di balik pintu.”

Mwo?


TBC


Sungguh. Awalnya aku telah membuat separuh fic ini tepat pada hari jadi Yunho. Hanya saja karena alasan tertentu data hilang. Membuatku mengulangnya.

.

Sungguh. Terima kasih sebanyak-banyaknya yang telah bersedia membaca dan merespon cerita ini. Aku bersemangat melanjutkannya karena kalian. Sekali lagi, boleh aku minta dukungannya?

Tenanglah wahai readers. Ini YunJae fanfiction. Dengan siapapun Yunho atau Jaejoong dipasangkan sekarang, ini demi kelanjutan cerita.

Lalu untuk yang menginginkan Se7Min. Aku mohon maaf sedalam-dalamnya. Aku tidak bisa. Alasan sebaiknya tidak aku sebutkan.

.

Karakter Jaejoong yang plin-plan. Ini yang ingin aku sampaikan. Tiba-tiba baik. Tiba-tiba jahat. Tapi dia tidak terkena penyakit kejiwaan, kok.. ^^

P.s.: JJ dibaca JaeJe

.

Boleh aku minta review? ^^
Terima kasih banyak.

—Z

 

Prev