Stay: chapter 3

Last chapter:

Langkahku berhenti saat dari jauh melihat Jaejoong memasuki kamar 103. Perlahan aku mendekati kamar itu dan mengintip dari pintu yang sedikit terbuka.

Aku melihat Jaejoong memberikan pelukan singkat pada seseorang di atas ranjang. Mereka tertawa dan menepuk pundak. Sedikit memiringkan kepala, aku bisa melihat wajah EunJae. Pembawaannya sangat dewasa dan tenang.

Aku terdiam.

Setelah itu aku berbalik arah dan meninggalkan kamar 103.

Kau tahu bagaimana perasaanku sekarang?

.


.

Setelah menerbangkan abu ayah, kami bertiga—aku, ibu, JiHye—kembali pulang. Saat memasuki rumah, aku merasa perasaan sepi. Begitu juga yang terpancar di wajah JiHye dan ibu. Setelah itu kami berusaha melakukan aktifitas seperti biasa.

Semalam ponselku habis batre. Aku baru menyalakannya sekarang setelah terisi penuh.

Hanya ada satu pesan masuk dari Yoochun—sahabatku.

Aku memang belum memberitahu temanku perihal kematian ayah pada teman-teman. Tidak juga kepada Jaejoong. Setiap mengingat namanya, entah kenapa aku merasa bebanku menjadi dua kali lebih berat.

Duduk di atas kasur. Entah apa yang harus aku lakukan setelah ini. Aku bingung. Sesaat ada keinginan untuk bertemu dengan Jaejoong, namun aku tepis itu.


.

Stay

-Z-

.

YunJae Fanfiction

.

Terinspirasi; Stay – Sugarland

.


Aku sendiri tidak paham apa yang membawaku hingga kemari. Aku sudah berdiri di depan ruangan 103 milik EunJae—mantan Jaejoong. Apa aku sudah gila? Atau kepalaku terbentur?

‘Mungkin sebenarnya aku hanya terlalu merindukan Jaejoong, dan berfikiran bahwa dia akan kemari dan kami tidak sengaja berjumpa.’

Aku mendengus dengan pemikiranku sendiri. Seperti orang tolol. Tapi sudah terlanjur basah sampai di tempat ini. Apa yang bisa aku lakukan?

Tanpa berfikir panjang aku membuka pintu ruangan itu dan mendapati sesosok pria sedang asyik memainkan PSP. Alisku menyatu, bertepatan dengan dia mengangkat wajahnya dari layar PSP.

“Siapa?”

“Umm…” sial, aku yang salah tingkah sekarang, “Mungkin aku salah ruangan.”

Pria itu terkekeh, “Santai saja, bro. Mau jeruk?” tanyanya sambil mengambil jeruk dari atas meja dan melemparnya ke arahku.

EunJae ternyata tipe orang yang mudah bergaul.

“Siapa namamu? Aku Jung EunJae.”

Aku melihat jeruk di tanganku agak lama sebelum kembali menatapnya, “Jung Yunho. Senang berkenalan,” ucapku singkat, “dan terima kasih jeruknya. Aku pergi ya.”

“Senang berkenalan denganmu, Yunho!” katanya sambil melambaikan tangan singkat. Aku hanya membalasnya dengan senyum sebelum kembali menutup pintunya.

Benar-benar ramah!

Aku memijit pangkal hidungku. Siapa saja pasti merasa nyaman dengan orang seperti itu. Apa lagi Jaejoong. Shit! Aku jadi ingin segera pulang.

Saat aku memutar tubuhku, aku mendapati Jaejoong melihatku dengan wajah terkejut.

“Kenapa disini, Yun?”

Aku tertawa datar, “Berjalan-jalan sore.”

Jaejoong terkekeh, “Jalan-jalan sore sampai masuk ke rumah sakit? Dasar aneh.”

Dia tertawa. Hal yang sudah lama tidak aku dengar.

Tak lama Jaejoong merubah ekspresinya, “Ngomong-ngomong kenapa dua hari ini kau tidak kuliah?” tanyanya.

Aku diam. Dalam hati menyusun kata-kata untuk menjawab pertanyaannya. Kalau memang tahu aku tidak masuk, dia bisa menghubungiku untuk bertanya, kan?

Jaejoong mendengus dan melanjutkan kata-katanya, “Ponselku rusak kemarin pagi. Jatuh dan terlindas mobil saat aku menyebrang jalan. Kemarin saat aku berkunjung ke rumahmu juga sepi. Kau membuatku khawatir.”

Biasanya hatiku merasa hangat saat mendengar dia perhatian padaku. Tapi entah kenapa tiba-tiba perasaan itu tidak ada.

“Jae…” ucapku lirih.

“Ya?”

“Ayahku meninggal 2 hari yang lalu.”

Jaejoong terkejut. Dia menutup mulutnya yang terbuka dengan tangan, “Sungguh?”

Aku hanya menatap matanya. Memasang wajah serius.

“Kenapa kau tidak menghubungiku? Ya Tuhan, Yunho,” Jaejoong mendekat dan menyentuh lenganku.

“Aku sudah mengirim pesan, dua hari yang lalu. Kurasa itu sebelum ponselmu rusak,” balasku dingin.

Jaejoong terdiam. Dia memandangku dengan wajah yang sulit diartikan, tampak seperti berfikir keras, “Pesan yang mengatakan kau membutuhkanku?” tanyanya ragu.

Aku hanya mengangguk singkat. Tanganku terangkat dan memberikan jeruk yang kudapat dari EunJae, “Aku harus pulang sekarang Jae. Sudah hampir malam. Ini jeruk untukmu. Kau harus menjenguk EunJae juga, kan?” ucapku panjang lebar. Setelah itu langsung berjalan pergi.

Dari sudut mataku aku bisa lihat Jaejoong memandang jeruk ditangannya dengan tatapan kosong. Mungkin dia terkejut dengan maksud pesanku 2 hari yang lalu. Tapi…

Sial! Aku hampir menangis.

Aku menyeka sudut mataku. Merasa sangat menyesal pergi ke tempat ini. Ya ampun, dasar kau bodoh, Yunho. Kenapa kau harus ke tempat ini?! Bodoh. Bodoh. Bodoh.

.


.

Ponselku berbunyi saat aku sampai ke rumah. Ku lihat ada 3 panggilan tak terjawab dari nomor yang tidak di kenal. Mungkin karena bising suara lalu-lalang kendaraan, membuat panggilan ini tak terdengar olehku.

Tak lama ada panggilan lagi dari nomor itu. Aku segera mengangkatnya.

“Yeobseo?” ucapku.

“Yun, ini aku Jaejoong.”

“Oh,” jawabku singkat.

“Aku merasa bersalah. Dua hari yang lalu, EunJae kemoterapi. Jadi baru saat malam hari membaca pesanmu. Aku memutuskan untuk menelfonmu untuk bertanya, tapi sudah sangat larut. Besoknya, aku berniat mengunjungi rumahmu. Saat keluar dari rumah sakit, ponselku malah rusak.”

Aku diam mencerna ceritanya. Entah ini sungguhan atau hanya karangannya saja.

“Hey, Yun? Kau masih disana?”

“Aku ngantuk.”

Suara Jaejoong tampak kecewa, “Sudah mau tidur? Selamat tidur Yun.”

“Hmm…” dengungku, sebelum menutup telepon kami.

Aku mendesah panjang, lalu memutuskan untuk berbaring di atas kasur. Menatap langit-langit kamar sambil berfikir.

Mungkin besok aku akan memutuskan hubungan kami.

Aku masih sayang… bahkan mencintainya. Hanya saja ini terlalu melelahkan. Aku pria dan egois. Jika kekasihku tidak mengkondisikan diriku sebagai kekasihnya, aku merasa seperti dinomor duakan saja.

Walaupun masalah dengan EunJae baru terjadi sekitar 3 mingguan, tapi aku sudah cukup lelah. 3 minggu waktu yang cukup lama untuk merasakan sakit.

Terlalu berlebihan? Terserah!

Terlalu terbawa emosi? Terserah!

Aku tahu Jaejoong pasti punya alasan sendiri.

Tapi aku tidak salahkan, menuntut hubungan cinta yang indah? Oke, terlalu berlebihan. Tapi setidaknya, kekasih macam apa yang sampai tidak tahu kondisi kekasihnya sendiri? Dia masih bisa mencari alternatif lain untuk tetap berhubungan denganku, kan? Iya, kan?! Hei! Jawab aku.


TBC


Aku merekomendasikan lagu, ‘Never Again- Justine Timberlake‘ untuk yang suka galau. haha.
Ugh, perasaanku ikut bercampur-aduk membuat cerita ini. Kalau dari sudut pandangku, Jaejoong tidak salah. Tapi Yunho juga tidak salah! Jadi agak complicated. Mungkin chapter depan tamat, Mungkin. Hehe, chapter ini sedang menanjak menuju klimaks cerita. Maaf agak membosankan.

Prev next

Stay: chapter 2

Last Chapter :

Jaejoong diam sejenak, “Kemarin aku sangat sibuk. Ponselku tertinggal lagi. Maaf lupa mengabarimu,” kekeh Jaejoong di akhir.

Aku tidak menyahutnya lagi dan memutuskan untuk makan. Ini benar-benar canggung.

Satu suap.

Dua suap.

Gah, banyak pertanyaan di kepalaku!

“Jae, kemarin kau pergi ke tempat EunJae, kan?” ucapku pada akhirnya.

Jaejoong diam dan menatapku lama, “Iya.”

.


.

Stay

-Z-

.

YunJae Fanfiction

.

Terinspirasi; Stay – Sugarland

.


.

“Kemarin dia kemoterapi. Aku kasihan dengannya, Yun. Kemarin aku dan Hyunjoong menemaninya sampai malam,” ucap Jaejoong panjang lebar.

Tapi hatiku merasa itu bukan jawaban yang sebenarnya. Masih ada decitan-decitan dalam dadaku yang membuatku semakin merasa tidak nyaman. Aku pura-pura memandang jam tanganku, “Ah, sebentar lagi aku harus masuk, Jae.”

Jaejoong berkedip, “Tidak dihabiskan? Nanti maagmu kumat.”

Aku hanya tersenyum tipis dan mengambil tasku.

Demi Tuhan. Aku sama sekali tidak bermaksud mendiamkannya atau berubah menjadi dingin. Aku hanya berusaha menahan diri untuk tidak marah atau kesal padanya.

Aku tahu dengan sikap yang hanya diam seperti ini, malah membuat hubungan kami semakin menjauh. Tapi aku harus apa?

Mengatakan untuk tidak mendekati EunJae lagi? Hell, aku seperti tidak percaya padanya.

.

.


.

.

Besoknya aku sangat malas untuk pergi kuliah. Hari ini aku putuskan untuk di rumah saja. Sambil tetap bergulung dengan selimut, aku mengambil ponselku dan mengirimkan pesan singkat pada Jaejoong yang mengatakan aku tidak akan datang.

3 menit

5 menit

Aku diam menatap ponselku menunggu Jaejoong memberikan respon atas ketidak hadiranku. Hatiku kembali berdecit saat setelah 10 menit pun tidak ada pesan atau telefon masuk darinya.

Dengan malas aku kembali menaruh ponselku di atas meja nakas. Kembali bergelung dengan selimut. Hingga tak lama ponselku berbunyi dan menandakan ada telefon masuk. Aku tahu itu dari Jaejoong. Karena ringtone untuk panggilan masuk darinya kubedakan.

Sama sekali tidak ada hasrat dalam diriku untuk mengangkat telefon itu. Kekecewaanku membuatnya begitu. Dua kali, tiga kali nada dering itu terus berbunyi hingga benar-benar berhenti.

Kembali ada rasa kecewa.

Dia hanya berusaha menelfonku 3 kali, sedangkan kemarin ketika dia tidak ada aku menelfonnya lebih dari 10 kali dan mengirimnya pesan berkali-kali.

“Sialan,” desisku pelan. Tak lama aku memutuskan untuk bangkit dan mandi. Jika diam otakku hanya bisa berfikir negative tentangnya saja.

Saat turun ke lantai bawah, aku melihat adikku—Jung Jihye—sedang asyik menonton TV, “Kau tidak sekolah?” dengan malas aku duduk disampingnya.

Oppa juga tidak kuliah,” balasnya sinis.

Aku tertawa pelan, “Jalan-jalan, yuk.”

“Tidak mau,” ucapnya cepat. Sepertinya sedikit kesal padaku

Aku diam sejenak, “Yakin? Oppa akan traktir makan, nih…”

Tak butuh waktu lama sampai JIhye menerima ajakanku. Kami bersiap dan memutuskan untuk pergi daripada bosan dirumah.

Aku sengaja meninggalkan ponselku. Cukup lelah memikirkan tentang hubunganku dan Jaejoong. Hari ini saja biarkan aku sedikit bersenang-senang.

.


.

Hari ini aku sangat senang menghabiskan hari dengan adik kecilku yang manis. Pemberhentian terakhir kami berakhir di rumah. Jihye masih tertawa-tawa mendengar leluconku sepanjang perjalanan pulang. Namun tawa Jihye berhenti saat kami mendapati rumah sangat sepi.

Ini sudah jam 7 malam. Biasanya terdengar suara penggorengan dari dapur—ibuku yang sedang memasak. Aku merasakan firasat buruk. Disisi lain, Jihye sudah buru-buru menyalakan lampu ruangan dan memasuki kamarnya.

Hingga tak lama terdengar ponselku berbunyi.  Aku berjalan ke kamar untuk mengambilnya dan mendapati umma meneleponku.

“Halo?” aku segera mengangkat teleponnya.

“Y-yun?”

“Umma? Wae?”

“…”

Aku merasakan duniaku berguncang. Segera aku mematikan sambungan telefon dan berteriak memanggil Jihye.

Ya Tuhan. Seseorang mengendarakan mobil dalam keadaan mabuk dan menghantam tubuh ayahku yang sedang menyebrang jalan.

Aku menceritakan apa yang terjadi kepada ayah secara singkat kepada JiHye. Adik perempuanku mulai menangis mendengarnya. Aku menelfon taksi sambil berusaha menenangkan adikku. Walaupun kejadian ini mengguncangku, aku harus kuat. Ada dua orang wanita—Jihye dan umma—membutuhkanku.

.


.

30 menit berlalu sangat lama. 30 menit perjalanan menuju rumah sakit, aku berusaha memperkokoh mentalku untuk menghadapi apa yang akan terjadi selanjutnya. JiHye masih sedikit seenggukan disampingku. Aku hanya bisa mengelus punggungnya agar dia lebih tenang.

Sesampainya di rumah sakit, Jihye segera turun dan berlari masuk. Sedangkan aku membayar taksi terlebih dahulu. Setelah itu menyusul Jihye yang berlari kecil, setelah mengetahui dimana keberadaan ayah kami.

Langkah Jihye membawa kami ke depan ruang oprasi. Ibuku terduduk di bangku depan ruangan itu. Matanya merah, ketara sekali habis menangis.

“Umma…” Jihye memeluk ibu, dan tanpa kata-kata keduanya mulai menangis. Aku hanya bisa memeluk kedua perempuan yang sangat berarti untukku. Apapun yang terjadi nanti, aku harap itu yang terbaik untuk kami.

Setelah setengah jam berbagi pelukkan, Jihye mulai tenang dan tertidur di pangkuan ibu. Ibu mengelus rambut JiHye dalam diam dan menatap lantai. Aku tahu ini menjadi pukulan berat untuknya. Hingga tak lama aku memutuskan untuk bangkit dan membelikan minuman untuk ibu.

Ya Tuhan. Aku tidak berharap banyak.

Kembali aku mengacak rambut. Kepalaku pusing. Ini terlalu memberatkan. Aku butuh seseorang. Disampingku. Mendengarku. Menjadi tumpuanku. Dan seketika ada satu nama dikepalaku.

Kim Jaejoong.

Tanpa pikir panjang, aku mengambil ponsel dari saku dan mengirim pesan singkat.

“Aku membutuhkanmu”

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Kau tahu, Jaejoong tidak membalas pesanku pada hari itu. Bahkan setelah pesan itu terkirim pun, hingga detik ini tidak ada telefon darinya. Entahlah, aku tidak tahu harus mengungkapkan perasaanku seperti apa.

Kemarin ayahku meninggal setelah melalui 5 jam oprasi. Sekarang jam 6 sore, dan kami hendak mengkremasi ayah setelah sanak saudara kami rata-rata sudah datang.

Aku berjalan menusuri lorong rumah sakit, setelah dari bagian administrasi. Kematian ayah menjadi pukulan telak untuk ibu. Aku bisa melihat pertahanannya yang hancur dan menangis histeris kemarin. Begitu juga dengan Jihye.

Sudah terbayang diriku menjadi kepala keluarga setelah ini.

Langkahku terhenti saat aku melihat Jaejoong lewat, sekilas. Mataku membesar dan tanpa sadar aku mengejarnya dari belakang.

‘Apakah EunJae ada di rumah sakit ini?’

Penasaran. Sekali saja aku ingin melihat bagaimana sosok EunJae yang berhasil merebut semua perhatian Jaejoong.

Hahaha, aku membuntuti Jaejoong seperti stalker. Menyedihkan.

Langkahku berhenti saat dari jauh melihat Jaejoong memasuki kamar 103. Perlahan aku mendekati kamar itu dan mengintip dari pintu yang sedikit terbuka.

Aku melihat Jaejoong memberikan pelukan singkat pada seseorang di atas ranjang. Mereka tertawa dan menepuk pundak. Sedikit memiringkan kepala, aku bisa melihat wajah EunJae. Pembawaannya sangat dewasa dan tenang.

Aku terdiam.

Setelah itu aku berbalik arah dan meninggalkan kamar 103.

Kau tahu bagaimana perasaanku sekarang?

Hancur. Lebur.

.

.


TBC


Stay

Awalnya, hubungan kami sangat harmonis.

.

Hai, Jung Yunho disini.

Ah, jangan lupa kekasihku Kim Jaejoong! Hari ini perayaan 8 bulan sejak hari jadi kami.

Kami gay? Hahaha, ya begitulah. Dia membuatku dari straight menjadi gay, pesonanya benar-benar hebat.

Kami menyimpan rahasia ini rapat-rapat. Semoga saja suatu hari kami bisa menghadap orang tua kami dan meminta restu. Aku tahu pasti susah, tapi aku berharap bisa bersama dengannya untuk waktu yang lama.

Ups, sudah jam segini. Aku ada janji dengan Jaejoong!

.


.

Stay

-Z-

.

YunJae Fanfiction

.

Terinspirasi; Stay – Sugarland


.

[Normal POV]

Awal bulan Oktober adalah awal dari musim gugur. Udara menjadi tiba-tiba dingin dan membuat Jaejoong dan Yunho memilih memakan ramen di kedai pinggir jalan. Dari jauh mereka hanya terlihat seperti sepasang sahabat yang memilih menghabiskan akhir pekan bersama. Sesekali menyeletuk tentang kondisi cuaca yang kian memburuk dan tugas-tugas kuliah mereka yang belum juga selesai.

“Hei Jae, rumahku kosong hari ini,” celetuk Yunho. Jaejoong memutar bola matanya, “Lalu?” balas Jaejoong.

Yunho memamerkan giginya dengan tampang polos, “Temani~” ucapnya manja, sambil menyengol Jaejoong yang duduk disebelahnya.

“Tidak mau, banyak tugas! Kalau menginap, aku tidak bisa konsentrasi.”

“Ayolaaah, nanti kubantu mengerjakan.”

“Bohong!” ujar Jaejoong.

Yunho melipat tangannya, “Masa kau tidak percaya pada pacarmu sendiri? Ayolah…”

Jaejoong tampak berfikir sejenak, “Baiklah, tapi kau bayar makanan kita?” tawar Jaejoong. Tanpa pikir panjang Yunho mengacungkan jempolnya, “Siap bos,” balas Yunho.

Jaejoong mendelik, “Paman, aku mau tteokbokki satu!” ujarnya tanpa melihat ekspresi kaget Yunho.

“What?! Aku mau membayar bukan berarti pesan lagi,” Yunho tidak setuju.

Jaejoong mendengus, “Yasudah tidak jadi menginap.”

Arasseo, pesan sesukamu,” ucap Yunho sebal dan membuat Jaejoong tertawa ringan lalu mengecup pipi kanan Yunho sekilas.

Yunho hanya bisa mengulum senyum mendapat perlakuan manis. Mereka mulai berbincang ringan dan sesekali tertawa meledek.

“Loh, Jaejoong?”

Merasa ada yang menepuk pundaknya, Jaejoong menoleh dan terkejut mendapati teman SMA-nya dulu ada disana, “HyunJoong?” Tanya Jaejoong tidak percaya, “Duduk, duduk, apa kabar?”

Hyunjoong tertawa ringan, “Aku selalu baik, hahaha… Ngomong-ngomong, siapa?” Tanya Hyunjoong sambil menunjuk Yunho.

Jaejoong tersenyum, “Hyun, kenalkan ini kekasihku, Yunho.”

Hyunjoong tersenyum dan bersalaman dengan Yunho. Entah mengapa mereka berdua mulai akrab dan mereka bertiga mulai berbincang-bincang seperti sahabat lama.

Hingga sekitar 20 menit kemudian, Jaejoong memutuskan untuk pulang bersama Yunho, mengingat tugas kuliahnya yang masih menumpuk.

Jaejoong menepuk pundak Hyunjoong, “Senang bertemu denganmu. Hahaha, lain kali kita harus berkumpul lagi.”

Hyunjoong tertawa ringan, sebelum mengubah raut wajahnya menjadi serius, “Oh ya, Jae. Jung EunJae-sunbae terkena tumor otak. Sekarang dia sedang dirawat di rumah sakit Seoul.”

Jaejoong terdiam sejenak. Eunjae mantan kekasihnya dulu, “Oh ya? Semoga dia lekas sembuh,” ucap Jaejoong datar.

Mereka saling menukar nomor ponsel untuk bisa tetap berkomunikasi. Setelah itu, Yunho mengambil tangan Jaejoong. Menggenggamnya erat dan berjalan ke halte bus terdekat.

Jaejoong mulai berceloteh tentang kehidpan SMAnya, sedangkan Yunho mulai merasakan firasat buruk.

.

.

.


.

.

.

[Yunho POV]

Akhir-akhir ini Jaejoong tampak lebih sering bermain dengan ponselnya. Biasanya setiap kami kencan dia akan mematikan ponselnya, tapi tidak dengan 1 minggu terakhir ini. Aku tidak mau curiga karena seakan-akan aku tidak mempercayainya.

Sampai suatu hari saat aku bermain ke flatnya, ponsel Jaejoong berbunyi nyaring saat Jaejoong sedang mandi.

Aku yang sedang menonton TV berjalan ke meja sebelah kasur Jaejoong untuk melihat siapa yang menelefon.

‘Jung EunJae Calling’

Dalam diam aku melihat nama itu. Sama sekali tidak berniat untuk beraksi apapun. Aku tahu semua nama mantan kekasih Jaejoong. Tapi dia pernah bilang EunJae adalah mantannya yang paling berkesan.

Panggilan terhenti, aku bernafas lega. Kembali ke sofa tempatku tadi duduk dan kembali fokus menonton TV. Tak lama Jaejoong keluar dari kamar mandi dan bertepatan dengan ponselnya berbunyi lagi.

Dari ekor mataku, kuperhatikan gerak-geriknya. Dia mengambil ponselnya, melihat layar ponselnya sebelum berjalan keluar menuju balkon untuk mengangkat telefon.

Aku hanya diam.

Jika keduanya memang tidak ada hubungan, kenapa Jaejoong harus menghindariku untuk mengangkat telefon dari EunJae itu?

10 menit

Aku mendengar suara tawa Jaejoong. Bahkan dia terlihat ceria untuk berbicara dalam telefon.

20 menit

Ada sedikit sesak di dadaku. Apa dia lupa aku disini?

30 menit

Aku melirik jam di flat Jaejoong. Sudah jam 10 malam. Sebaiknya aku pulang saja. Saat aku bangkit berdiri dan mulai membereskan barang-barang yang ku bawa tadi, kulihat Jaejoong masuk dari balkon.

“Loh, sudah mau pulang?” tanyanya polos.

Aku diam sejenak sebelum tersenyum kecil, “Sudah malam. Eomma pasti menungguku pulang.”

Jaejoong mengangguk mengerti, “Aku antar sampai depan,” ucapnya.

Kembali aku tersenyum sungkan, “Tidak usah sudah malam. Udara diluar sudah sangat dingin. Selamat malam Jae,” ucapku sambil berlalu.

Entah kenapa, aku bisa merasakan ini akan semakin buruk. Jujur aku tidak mau berfikiran negatif tentang Jaejoong, namun situasi memaksaku untuk berfikiran buruk tentangnya dan EunJae.

Aku mengusap wajahku sedikit kasar. Padahal aku tidak mengerjakan apapun, tapi rasanya penat sekali.

.


.

Kejadian seperti itu semakin lama semakin sering. Aku mulai terbiasa tidak diacuhkan oleh Jaejoong. Hei, aku sudah cukup sabar, kan?

Hari ini kami memutuskan untuk kencan. Jam 10 kami bertemu dan membeli tiket bioskop. Kami baru akan menonton jam 2 nanti, selang waktu kita gunakan untuk berjalan-jalan.

Sekitar jam jam makan siang, saat kami baru selesai makan, ponsel Jaejoong berbunyi.

Dengan sedikir ragu dia menatap layar ponselnya.

“Angkat saja, Jae…”

Jaejoong menatapku sejenak, sebelum dia mengangkat telefon itu, “Halo?”

“….”

“Apa, Hyun? Suaramu tidak terdengar.”

“…..”

Raut wajah Jaejoong berubah kaget, “EunJae kritis?”

Seketika jantungku berdetak lebih cepat. Jaejoong tampak kalang-kabut dan banyak bertanya kepada Hyunjoong sementara aku sudah blank.

‘Pip’

Jaejoong mematikan telefonnya, “Yunho aku mohon pengertianmu kali ini saja,” ucapnya dengan raut bersalah, “EunJae kritis. Dia membutuhkanku, bolehkah…”

Oke, aku mengerti arah pembicaraan ini, “Baiklah, kau boleh kesana,” ucapku pada akhirnya.

Jaejoong tersenyum, “Kau yang terbaik. Kali ini aku yang bayar makanan ini,” Jaejoong memasukan ponselnya kedalam saku, “Aku duluan Yun.”

Setelah itu Jaejoong pergi. Aku diam.

Aku mengeluarkan dompetku yang terdapat tiket bioskop di dalamnya. Ini untuk pertama kalinya kencan kami gagal.

Entahlah, aku merasa kecewa. Kenapa Jaejoong bisa langsung begitu saja pergi saat mendengarkan EunJae kritis, tanpa tahu bagaimana perasaanku.

Ah… kepalaku jadi sakit.

.


.

Sejak kejadian itu aku dengan Jaejoong jadi semakin renggang. Hari ini saja aku sama sekali tidak bertemu dengannya dikampus. Sekitar jam 2 siang setelah mata kuliahku selesai, aku memutuskan untuk mendatangi flat Jaejoong.

Setidaknya untuk mengecek keadaanya. Sebab dia sama sekali tidak mengangkat telefonku.

Aku diam di depan flat Jaejoong. Sudah berkali-kali mengetuknya namun tidak ada yang membukakan pintu. Sampai aku meraih knop pintunya.

Astaga! Pintunya tidak dikunci.

Seketika ada bayangan buruk dalam kepalaku. Jangan-jangan Jaejoong diculik, atau flatnya kebobolan maling! Tanpa pikir panjang aku segera masuk dan hanya diam karena begitu sunyi.

Semua barang-barangnya masih rapi. Aku berkeliling flatnya untuk mencari Jaejoong tapi dia tidak ada di manapun.

Sampai mataku menatap ponselnya yang tergeletak di atas kasur.

Astaga ceroboh sekali.

Aku mengambil ponselnya dan hendak menaruhnya di dalam laci, sebelum sebuah kecurigaan hinggap di kepalaku.

Ada keinginan untuk membuka ponselnya. Tapi bukankan ini seperti merusak privasi seseorang. Eh, tapi Jaejoong kan bukan orang asing. Dia bahkan kekasihku.

Tanpa berlama lama aku menyalakan ponselnya. Ada 13 panggilan tak terjawab. 1 dari Hyunjoong dan 12 dariku.

Oke, pantas dia tidak menjawab telfonku, ponselnya tertinggal.

Setelah itu aku melihat panggilan masuk dan keluarnya. Aku hanya bisa tercengang saat nama Jung EunJae menjadi sebuah deretan panjang dari panggilan masuk dan keluarnya. Jika ada 10 panggilan masuk dari EunJae, dariku hanya ada 3.

Ada emosi yang mulai timbul, tanpa pikir panjang aku membuka pesan masuknya. Lagi-lagi aku melihat deretan pesan masuk dari EunJae. DIa bahkan tidak pernah sesering ini berkiriman pesan denganku.

Memang sedikit tidak sopan, namun aku membuka pesan terakhirnya. Ada pesan masuk dari EunJae.

‘Aku membutuhkanmu’

Hanya seperti itu saja. Jam pengiriman pesan itu jam 7 pagi tadi. Menurut analisisku, setelah mendapat pesan itu, tanpa pikir panjang Jaejoong segera pergi mendatangi EunJae sampai melupakan ponselnya.

Ya Tuhan… hatiku sakit.

.


.

Besoknya Jaejoong datang kuliah dengan wajah cerianya. Aku tidak tahu harus merespon sikapnya seperti apa. Tidak mungkin aku bersikap biasa saja setelah kejadian kemarin.

“Kenapa kemarin tidak masuk? Telefonku bahkan tidak dijawab sama sekali,” ucapku saat kami duduk untuk makan siang di kantin.

Jaejoong diam sejenak, “Kemarin aku sangat sibuk. Ponselku tertinggal lagi. Maaf lupa mengabarimu,” kekeh Jaejoong di akhir.

Aku tidak menyahutnya lagi dan memutuskan untuk makan. Ini benar-benar canggung.

Satu suap.

Dua suap.

Gah, banyak pertanyaan di kepalaku!

“Jae, kemarin kau pergi ke tempat EunJae, kan?” ucapku pada akhirnya. Rasa penasaran terlalu mengusikku.

Jaejoong diam dan menatapku lama, “Iya.”


TBC


.

Serius kau harus dengar lagu Stay dari Sugarland. Lagu Country, sih… tapi asli, makna dari lirik ini benar-benar menusuk. Download ya kalau sempat. Hehehe…

Dan ini tidak akan menjadi happy ending—menurutku. Hahaha.

Oh ya. Aku sedang suka membuat fanfiksi yang hanya 1-3 chapter saja.

Untuk melanjutkan fic lama aku pusing setengah mati. Cerita itu sudah 1-2 tahun yang lalu, jadi aku blm mendapatkan ide-ide segar untuk dilanjutkan. Hahaha…

 

Next

Step: Chapter 2

Yunho dengan berani menjulurkan tangannya hendak memukul sosok dibelakang Jaejoong, namun seketika sosok itu hilang. Jujur dia takut melihat wanita dengan wajah hancur itu dibelakang Jaejoong. Namun rasa kesalnya lebih besar, dia menduga sosok itu pasti yang selama ini menghantui orang yang dicintainya.

“Ada apa Yun?” suara Jaejoong membuat ekspresi Yunho yang awalnya keras menjadi lebih tenang.

Yunho mengecup bibir Jaejoong singkat, “Kita bicarakan besok. Ini akan sangat panjang.”

Saat Yunho hendak menarik Jaejoong kepelukannya, Jaejoong meghentikan pegerakannya, “Ceritakan sekarang. Apa yang kau lihat!” Jaejoong yang pada awalnya enggan mengatakan apa yang dia alami akhir-akhir ini, menjadi terpancing. Dia curiga Yunho melihat sesuatu yang selama ini menghantuinya.

Jika pada awalnya Jaejoong menutup diri, dan berusaha menanggungnya semua, kini dia sudah berada di titik dimana ingin menghancurkan apa yang selalu menghantuinya.

Yunho menghela nafas, sangat hafal dengan sifat Jaejoong yang mudah sekali berubah-ubah, “Aku melihat seorang wanita di belakangmu. Wajahnya hancur, rambutnya panjang. Seperti kebanyakan orang Jepang.”

“Jepang?” desis Jaejoong.

“Yeah…” dengan lembut Yunho mulai memeluk Jaejoong dan mengajaknya berbaring, “Kau pernah sebelumnya tinggal di Jepang, kan?”

Jaejoong hanya mengangguk pelan. Dia memeluk Yunho.

“Sekarang ceritakan apa saja yang kau alami selama ini sehingga meminta pindah rumah beberapa kali.”

Mendengar penuturan Yunho, Jaejoong terdiam sesaat. Memilah-milah apa yang harus dia ceritakan, “Aku selalu mendengar derap langkah seseorang mengelilingiku.”

Yunho mendengarkan secara seksama apa yang Jaejoong katakana sembari memikirkan jalan keluar untuk keduanya.

“Awalnya kupikir rumah kita yang sebelumnya berhantu sehingga aku memintamu pindah. Tapi suara langkah itu terus menghantuiku. Hingga kemarin aku juga mendengar suaranya juga. Aku setuju jika kau bilang dia orang Jepang. Dia memanggilku dengan sufik –kun, kemarin.”

Yunho terdiam lama. Terasa sedikit kekecewaan dalam hatinya, “Kenapa kau tidak cerita sejak dulu? Kalau dari dulu kau cerita, mungkin masalah ini cepat selesai…”

“Kau akan menanggapku gila jika aku bercerita seperti itu. Bahkan pada awalnya aku merasa diriku terlalu banyak pikiran dan stress sampai bisa seperti itu! Tapi makin lama itu terasa nyata! Ada yang menghantuiku!” Jaejoong berbicara cepat. Meluapkan banyak hal yang tidak Yunho ketahui.

Tidak ada gunanya jika berdebat. Yunho hanya semakin mengeratkan pelukannya terhadap Jaejoong, “Besok kau ikut aku ke kantor saja Jae. Sekarang tidurlah.”

Entah kenapa seketika perasaan hangat mengisi Jaejoong. Mempunyai pasangan yang pengertian seperti Yunho sangat membuatnya lega.

.

.


.

Step

chapter 2

-Z-

.


.

.

Jaejoong merenggut bosan dan berputar-putar di atas kursi kerja, ruangan Yunho. Dia bosan setengah mati, sedari tadi mata Yunho fokus ke komputer yang menampilkan banyak komentar konsumen perihal game yang dikeluarkan oleh perusahaan tempat Yunho bekerja.

Jaejoong melipat tangannya di atas punggung kursi dan menyandarkan kepalanya, “Aku bosan.”

“Mau bermain dengan game dari perusahaan ini?” tawar Yunho tanpa menoleh ke arah Jaejoong dia tau pria ini pasti tidak betah duduk diam.

Seperti mendapatkan mainan kesukaannya Jaejoong menegakkan punggungnya dan memasang wajah tertarik. Membuat Yunho yang melirik Jaejoong dari sudut matanya tertawa geli. Pria itu membuka lacinya dan mengeluarkan kaset game dan memberikannya pada Jaejoong, “Pakai saja PS3 di situ,” tujuk Yunho pada TV yang berada di pojok ruangan.

Tanpa berkata-kata lagi Jaejoong bangkit dan berjalan. Tidak lupa menyapa Jimmy yang duduk di meja yang bersebelahan dengan Yunho.

“Eh Yunho…” Jimmy menyikut lengan teman karibnya, “Tumben kau membawa Jaejoong kemari.”

Yunho menoleh sebentar ke arah Jimmy, “Ceritanya panjang. Mungkin selama 1 minggu kedepan Jaejoong akan terus mengekoriku,” membayangkan Jaejoong akan terus mengikutinya seperti anak ayam membuat Yunho tertawa geli.

“Hutang ceritamu banyak sekali, dude. Aku tidak akan sanggup mendengarnya,” canda Jimmy sambil menepuk pundak Yunho.

Yunho menyahut dengan tawa ringan. Setelah itu keduanya kembali fokus kepekerjaan masing-masing. Hingga tiba-tiba Jimmy menyeletuk, “Kau sangat mencintainya, hmm?”

“Pertanyaan macam apa itu?!” Yunho protes dan memukul punggung Jimmy.

“Hey, aku hanya bertanya. Habis kau terlalu memanjakan dan menjaganya, sih,” dengus Jimmy.

Yunho menyeregit, “Kau terdengar seperti perempuan yang sedang menstruasi dan cemburuan.”

“Maksudmu aku cemburu padamu?!” Jimmy menyipitkan matanya, “Hell no! Mary jauh lebih cantik.”

Yunho kembali tertawa lepas, temannya ini ada-ada saja. Selalu punya cara untuk menghiburnya, “Jaejoong itu lebih dari cintaku, Jim,” senyuman tipis terpampang di bibir Yunho, “Dia jiwaku.”

Hening sejenak. Jimmy memandang Yunho lama.

Dude, kau tiba-tiba seperti pujangga ya—”

YUNHOO!”

Ucapan Jimmy terpotong dengan jeritan keras Jaejoong. Yunho segera menoleh dan panik saat mendapati Jaejoong tidak berada di depan TV. Dia menerka-nerka datang asalnya suara. Suara itu terdengar seperti dari toilet.

Buru-buru dia bangkit dan berlari ke arah toilet dan membuka pintunya dengan kasar. Jantungnya sempat terhenti saat mendapati Jaejoong berdiri di sudut ruangan dengan raut ketakutan. Selanjutnya detak jantungnya menggila. Rasa khawatir membuatnya segera menghampiri Jaejoong dan mendekapnya erat.

Dengan penuh rasa takut Jaejoong balas mendekap Yunho, “A-aku baru saja selesai buang air kecil,” dengan suara bergetar Jaejoong menceritakan apa yang dialaminya, “Suara derap langkah itu muncul dan tiba-tiba lampu mati,” perlahan Jaejoong mulai terisak, “Saat lampunya nyala wanita itu berdiri di depanku. Memanggil namaku… aku takut sekali. Dia berusaha menyentuhku, Yun. But, Thanks God, kau datang. Terima kasih, Tuhan…”

Yunho hanya diam mendengar cerita Jaejoong. Dia hanya diam mengelus punggung Jaejoong.

Di sisi lain Jimmy hanya melihat keduanya dalam diam dari ambang pintu, “Dude, kalian berdua harus menceritakan apa yang terjadi kepadaku.”

.

Setelah mendengar cerita panjang tentang apa yang selama ini menghantui Jaejoong, Jim mengelus dagunya berfikir keras, “Aku punya kenalan paranormal.”

“Siapa?” Jaejoong antusias.

Jimmy melihat Yunho dan Jaejoong bergantian, “Aku akan memberikan nomor mereka.”

.

.


.

.

Sabtu pagi kediaman Yunho dan Jaejoong kedatangan tamu—sang paranormal. Wanita cantik dengan dandanan gotik dan asisten pria mengekorinya.

Melihat Jaejoong membuatnya tersenyum tipis. Pria itu memiliki mata yang teduh, “Kau yang menelfonku, kan?”

Jaejoong mengangguk dan mengajak wanita itu masuk. Memperkenalkannya dengan Yunho dan kini mereka berempat duduk di ruang tengah rumah mereka.

“Namaku Kim Jaejoong. Boleh kutahu namamu?”

Paranormal itu berfikir sejenak, “Panggil saja aku Megan. Nah sekarang kalian bisa mulai bercerita.”

Jaejoong mencari posisi nyaman untuk duduk dan hendak bercerita. Namun sang asisten menarik lengan Megan dan membisikan sesuatu.

Setelah mendapat informasi dari asistennya, Megan kembali menatap Yunho dan Jaejoong, “Ada seorang wanita berdiri di belakang Jaejoong…” ucapnya mengantung. Membuat Yunho dan Jaejoong sontak menoleh ke belakang. Namun keduanya tidak menemukan siapapun.

“Bagaimana kau bisa tahu?” Yunho buru-buru berbicara saat tidak mendapati siapapun dibelakang Jaejoong.

Megan menatap asistennya sejenak, “Asistenku memiliki indra keenam. Sosok dibelakangmu kah yang menghantuimu, Jaejoong?”

Keduanya mengangguk mantap.

“Sudah berapa kali dia menunjukan sosoknya?” tanya Megan lagi, “Apa dia pernah menyentuh salah satu dari kalian?”

“Dua kali. Sekali dihadapanku dan sekali dihadapan Yunho,” ucap Jaejoong, “Kemarin dia hampir menyentuhku namun Yunho berhasil mengagalkannya.”

“Jangan sampai dia menyentu kalian!” seru Megan, “Dia akan menjadi parasit jika kau mengizinkannya untuk menyentuh kalian.”

“Parasit?” gumam Yunho.

Sang asisten mengangguk. Dia tampak ingin berbicara sesuatu namun tak sampai ditelinga Jaejoong dan Yunho. Sang paranormal gemas dan menjitak asistennya, “Kau diam saja,” setelah itu ia balik menatap Yunho dan Jaejoong yang bingung, “Dia tidak bisa berbicara dengan bahasa manusia. Beruntung telingaku memiliki kelebihan dan dapat menangkap suaranya.”

Puas dengan jawaban Megan, Yunho dan Jaejoong mengangguk.

“Ehem” Megan berdeham, “Jadi, jika sosok itu menjadi parasit, mereka dapat mengambil alih tubuh kalian. Memang awalnya tidak akan sadar, tapi kalian akan menjadi sering pusing dan sering dihantui mimpi buruk. Setelah itu sering lupa dengan apa yang telah kalian lakukan. Hingga pada akhirnya mengambil alih hidup kalian.”

Jaejoong bergidik ngeri, dan Yunho menyadari itu. Dia berinisiatif memegang tangan Jaejoong erat. Berusaha membantu Jaejoong mengatasi rasa takutnya.

Sang asisten merenggut tidak setuju. Dia kembali menarik lengan Megan dan mengucapkan sesuatu yang tidak jelas.

“Tunggu. Dia bukan tipe parasit?” Megan menyerengit, “Dia tidak ingin menjadi parasitmu, Jaejoong. Dia ingin dirimu! Kau pernah berhubungan dengan hantu itu semasa kau hidup, Jaejoong?”

Jaejoong berdesis, “Aku tidak tahu dia yang mana, aku tidak kenal…”

“Heuk! Heuk! Heuk!” asisten itu berteriak.

“Jaejoong! Jaga ucapanmu. Kau membuatnya marah!”

Jaejoong segera membungkam mulutnya. Tanpa dia sadari tubuhnya merapat kearah Yunho. Mencari perlindungan.

Sang asisten itu kembali berbicara sesuatu.

“Dia bilang, dia akan berbicara dengan sosok dibelakangmu…”

.

.


.

.

“Kau kenal Yamada Yuuki?”

Jaejoong menautkan alisnya. Berusaha mengingat-ingat.

“Dia adik kelasmu saat di Jepang. DIa telah meninggal dan sangat terobsesi padamu.”

Jaejoong masih terus berfikir. Yunho dan Megan menunggu dengan sabar.

“Aku ingat,” celetuk Jaejoong pada akhirnya, “Dia yang menyatakan perasaannya padaku, sekitar 3 bulan sebelum pindah kemari.”

Yunho tampak tertarik, “Lalu?”

Jaejoong mengangkat bahu, “Aku tidak tahu, aku menolaknya pada saat itu.”

“Kata asistenku, dia bunuh diri setelah kau menolaknya. Arwahnya jadi mengikutimu sampai sekarang.”

Yunho menghela nafas dan menyandarkan tubuhnya ke punggung sofa, “Jadi bagaimana? Kau paranormal kan? Punya ide?”

Megan mendelik ke arah Yunho, “Aku sedang berfikir.”

Jaejoong menopang tangannya dan ikut berfikir. Sampai dia merasa ada hembusan di belakang telinganya. Jaejoong terkekeh geli. Bisa-bisanya Yunho sempat bercanda padanya disaat seperti ini.

“Heuk! Heuk!”

Semua seketika menoleh kepada sang asisten yang tampak ketakutan, hingga…

Sreet

“AAARRGH!”

Tepat dihadapan mereka, tubuh Jaejoong terjatuh dari sofa dan terseret kebelakang. Seolah-olah ada yang menarik tubuh pria itu.

Yunho bergerak cepat, menahan tubuh Jaejoong. Sementara itu ketakutan luar biasa terlihat dari wajah Jaejoong. Dia bisa merasakan ada yang mencekik lehernya dan menariknya kebelakang, namun tidak ada siapapun disitu!

Hurt!” Jerit Jaejoong keras. Lehernya tertarik kebelakang sementara Yunho menahan kakinya. Tubuhnya sudah terlentang di lantai dengan bagian punggung keatas sedikit melayang.

Megan bergerak cepat. Dia mengeluarkan kitab suci serta salib, menatap sosok yang berada di belakang Jaejoong walaupun kasat mata. Namun dia dapat melihat seberkas bayangan gelap, “Terus tahan dia, Yunho!”

Sementara Megan merapalkan sesuatu, Yunho berada dalam dilema. Dihadapannya Jaejoong menjerit kesakitan, lehernya serasa akan dibelah. Sudut matanya sudah tergenang air mata. Yunho tidak suka ekspresi itu. Tapi jika dia melepaskan Jaejoong, dia tidak mau kehilangan pria ini!

‘TAKUT’ hanya satu kata itu yang terus melintas di kepala Jaejoong. Tubuhnya serasa mati. Ada seseorang memeluk lehernya keras namun seseorang itu tidak terlihat! Bagaimana kau bisa percaya dengan yang seperti ini?!

Cekikan dilehernya semakin keras, Jaejoong hampir tidak bisa bernafas. Hingga tiba-tiba dia merasakan sosok dibelakangnya berguncang keras, membuat tubuhnya ikut tergoncang. Dan sedetik kemudian Megan berteriak mengusir hantu yang mengincarnya.

Dan cengkraman di lehernya menghilang.

Tubuhnya terjatuh ke lantai.

Dan semua gelap

“Jaejoong!”

.

.

.


.

.

.

Yunho baru menutup pintu kamar mereka setelah merebahkan Jaejoong yang masih pingsan di atas kasur. Megan mendatanginya dengan tampang awut-awutan. Setelah mengusir hantu yang mengikuti Jaejoong, Megan terlalu syok mendapati Jaejoong pingsan secara mendadak.

“Terima kasih banyak, Megan…”

Megan mengibaskan tangannya, “Selama kau membayarnya sesuai perjanjian, tidak masalah,” jeda sejenak, “Bercanda. Ngomong-ngomong bagaimana Jaejoong?”

“Ah dia masih tertidur.”

Megan melirik jam tangannya sejenak, “Aku masih ada klien. Awalnya aku mau mengucapkan selamat tinggal pada Jaejoong,” ucap Megan. Ia lalu mengabil tangan Yunho dan meletakan kalung salib kecil, “Suruh Jaejoong gunakan itu. Mengantisipasi hantu wanita gila itu tidak menggangunya lagi.”

Yunho menatap kalung itu lama, “Baiklah. Kau mau pulang sekarang?”

Megan mengangguk.

“Akan ku antar sampai depan.”

.


~Epilog~

Hatinya yang patah telah membuatnya bunuh diri. Jaejoong pernah menolaknya.
Namun kini kembali hidup di dunia yang berbeda. Berambisi besar untuk mendapatkan Jaejoong kembali.

Sosok wanita yang meninggal dengan melempar dirinya ke rel kereta api mengikuti Jaejoong hingga ke Amerika. Dia tidak akan gagal. Cintanya kepada Jaejoong begitu besar.

Setelah pengusiran dirinya terhadap Jaejoong, Jaejoong diberikan kalung suci yang membuatnya tidak bisa mendekat. Namun malam ini Jaejoong ceroboh. Dia melepaskan kalung salib itu dan tertidur dengan nyaman di pelukan Yunho.

Wanita itu berlari ke arah kasur dan menatap Jaejoong yang tertidur, “Jejung-kun~”

Dia menyentuh pria itu, “Aku ada di sebelahmu…” lalu tawa pelan keluar dari bibirnya. Membuat Jaejoong terbangun dan menatap horror dirinya.

Bagaimana tidak Jaejoong terbangun dan wanita dengan wajah hancur dekat sekali dengannya.

“AAAAAARRRGHHH!”


END


.

Uhuk, ending ceritanya aneh.

 

Kritik dan saran?

-Z

 

Prev

Step: Chapter 1

Warning : AU, OOC, typo, Boys Love, Horror, tidak masuk akal karena ini imajinasiku.

Disclaimer : Themselvs

Rate : T

.


“Yun…”

“Ya?”

Aku rasa sebaiknya kita pindah rumah.”

.


.

Step

-Z-

.

YunJae Fanfiction

.


.

Victoria Street number 26

.

BRUK

“Huft… Jae, barangmu terlalu banyak!” Yunho bertolak pinggang. Punggungnya serasa lepas setelah mengangkut banyak dus-dus ke dalam rumah barunya.

“Taruh saja, nanti aku yang bereskan. Kau ada rapat sebentar lagi, kan?”

Yunho menatap Jaejoong sebentar sebelum mengangguk setuju. Dia mendekati orang yang dinikahinya 3 bulan yang lalu dan mengecup dahinya cepat, “Aku akan pulang cepat. Nanti ku bantu bereskan.”

“Ya, ya, ya. Sana berangkat,” usir Jaejoong dengan kekehan ringan.

.


Dude, kau pindah rumah lagi?”

Yunho yang baru keluar dari ruang rapat dengan atasannya menoleh ke rekan sekerjanya. Sudah 2 tahun mereka berada di bagian produksi perusahaan mereka—ZDGame—sehingga sudah terbiasa berbagi tentang suka-duka mereka selama ini.

“Jaejoong meminta untuk pindah, Jim.”

Pria keturunan Amerika-Hawaii itu menyipitkan matanya heran, “Ini sudah kedua kalinya kalian pindah. Suamimu terlalu muluk. Jangan bilang dia meminta rumah-rumah yang mewah…”

Yunho mendesah, “Kita makan siang, yuk,” Yunho berjalan mendahului Jimmy ke arah kantin. Tidak perduli dengan Jimmy yang mengerang tidak suka.

Damn, kau mengalihkan pembicaraan!” Jimmy mengejar Yunho yang lebih tua 2 tahun darinya.

Dan seperti biasa… Yunho pura-pura tidak mendengar. Walaupun pada akhirnya akan sulit untuk menutup rahasia dari Jimmy Macken.

.


Seharian membereskan rumah barunya membuat Jaejoong lelah luar biasa. Setelah memasak makan malam dan mandi, dirinya sempat tertidur sejenak di sofa ruang tengah.

Sebenarnya dia tidak mau pindah ke sini. Rumahnya yang sebelumnya sangat bagus, halaman luas dan rumah yang tidak terlalu besar—sehingga dia tidak repot membereskan rumah. Bahkan dia sudah membeli beberapa kantung biji bunga untuk ditanam. Namun ada hal yang membuatnya memohon pada Yunho untuk pindah.

Ngomong-ngomong sudah jam 9 malam dan Yunho belum juga pulang. Jaejoong menghela nafas dan mengambil ponselnya dengan enggan. Padahal seingatnya tadi Yunho—suaminya—berjanji untuk pulang cepat.

Hallo?”

“Kau dimana?”

Dalam perjalanan, sayang. Ada apa?” suara Yunho terdengar ringan seolah lupa bahwa dia sudah berjanji pulang lebih awal.

“Tidak apa-apa. Hanya bertany—”

Tap

Tap

Tap

Tubuh Jaejoong menegang. Dia mendengar dengan jelas ada orang yang berjalan tepat dibelakangnya. Buru-buru dia menoleh. Matanya membulat takut saat mendapati tidak ada siapapun disana.

Jae? Hey? Kau masih disana?”

“Y-Yun…” suara Jaejoong bergetar.

Mendapati ada yang aneh dari suara Jaejoong, jantung Yunho berdetak lebih cepat, “Kenapa, Jae?

“C-cepat pulang… Please, suara itu keluar lagi!”

Suara apa, Jae?”

Tap

Tap

Tap

PleasePlease! Cepat pulang!” Jaejoong benar-benar ingin berlari sekarang juga. Suara langkah itu tiba-tiba menjadi lebih keras. Seperti ada orang yang berjalan memutarinya.

Oke! Aku hampir sampai sayang. Jangan tutup telfonnya!”

Ini bukan pertama kalinya! Tapi ini selalu membuat Jaejoong bergetar ketakutan, “Yunho… Yunho… Yunho… Yunho…” ia terus merapalkan nama Yunho. Berusaha mengurangi rasa takutnya. Dengan cepat dia menyalakan televisi dan membesarkan volumenya.

Namun bukannya reda, Jaejoong merasa ada angin menerpa bagian kanan tubuhnya. Seketika bulu kuduknya berdiri. Ruangan ini tertutup. Tidak mungkin ada angin yang masuk.

J-Jejung-kun…”

Itu bukan suara Yunho!

“AAAAAAAAAAARGH!”

.

.

.


.

.

.

Yunho hampir saja mati.

Saat diperjalanan dia mendengar teriakan Jaejoong melalui telefon dan di rumah ia mendapati Jaejoong tak sadarkan diri.

Kini dia hanya diam sambil mendekap orang yang paling dia cintai ini. Mengelus punggungnya beberapa kali. Sudah 1 jam dia menunggu Jaejoong untuk sadar. Dia sudah memeriksa seluruh tubuh Jaejoong untuk memastikan apakah ada luka atau apapun.

Sempat beberapa kali ia hampir tertidur karena menunggu, namun kembali terjaga dan mendekap Jaejoong semakin erat.

“Yun…”

Jaejoong sadar! Namun Yunho tidak kunjung melepaskan pelukannya. Dia sengaja, “Kau kenapa?”

“Aku ingin pindah lagi…”ada sepercik nada takut.

What the…” Yunho segera melepas dekapan keduanya dan memandang Jaejoong kesal, “Kau ingin kita pindah untuk ke tiga kalinya, huh? Bahkan belum ada 24 jam kita disini!”

Jaejoong menatap Yunho dengan penuh permohonan, “Yun… kau tidak mengerti.”

“Bagaimana aku mau mengerti jika kau tidak pernah bilang! Aku sudah cukup sabar mencari rumah hingga 2 kali seperti ini, tanpa menuntutmu untuk bercerita. Tidak ada pindah untuk yang ke tiga kalinya! Kau pikir uangku menggunung?”

Jaejoong terkejut. Yunho marah padanya. Tapi ini juga salahnya tidak mau—tidak berani—untuk bercerita.

“Maafkan aku, Yun…” Jaejoong menunduk. Membuat Yunho merasa bersalah.

Yunho kembali mendekap Jaejoong, “Maaf, baiklah. Kita pindah lagi. Aku akan cari perumahan yang lebih ramai.”

“Tidak usah. Maaf merepotkan.”

Yunho tergelak, “Kau tidak akan pernah membuatku repot, sayang…” Yunho mengecup bibir Jaejoong, “Besok aku akan bertanya pada Helen tentang rumah baru.”

Namun Jaejoong tetap memasang wajah kurang nyaman. Yunho pasti sangat kerepotan karenanya, “Y—”

“Jaa… aku mau mandi, kau boleh tidur duluan,” Yunho bangkit berdiri dan mengusap kepala Jaejoong, “Aku janji tidak akan lama.”

.


.

“Kau baru pindah kemarin, Yun! Sekarang mau pindah lagi?” Helen—salah satu teman Yunho yang menjadi agen untuk jual-beli rumah—tampak sangat terkejut dengan penuturan Yunho.

“Ini kemauan Jaejoong.”

“Ada apa dengannya?! Rumah yang kemarin memang kenapa? Tidak nyaman? Banyak serangga? Atau apa?!” Helen tampak terlihat kesal. Dia membolak-balik map besar berisi rumah-rumah yang perusahaannya jual.

Yunho menghela nafas berat. Dia menyadarkan seluruh tubuhnya ke punggung kursi yang dia dudukin, “Please, jangan banyak tanya. Aku sudah cukup pusing.”

Helen memutar matanya bosan, “Terserah. Sekarang kau ingin rumah seperti apa?”

Yunho menatap Helen sejenak, “Rumah… yang berada di keramaian. Sepertinya Jaejoong tidak terlalu suka tempat yang sepi.”

“Tidak usah terlalu bagus kurasa, yang penting nyaman,” tambah Yunho, “Kalau bisa tidak terlalu besar. Kesannya menakutkan.”

Helen mendelik, “Kau ini banyak maunya. Mungkin dua sampai tiga hari lagi aku akan telefon mengenai harga dan tempat. Pelangganku akhir-akhir ini menggunung.”

“Terserah kau. Kalau bisa secepatnya…”

“Kau harus mentraktirku jika sudah.”

“Baik, princess~”

.

.


.

.

Yunho terbangun saat Jaejoong memeluknya terlalu erat. Dia meraba tubuh Jaejoong yang memeluknya dari belakang.

“Kenapa?”

“T-tidak apa…”

Tapi Yunho tetap merasa ada yang aneh, “Hei, kenapa?” Yunho membalik tubuhnya dan menatap Jaejoong dengan mata yang masih setengah mengantuk.

“Tak apa. Tidurah lagi…”

“Jae, hidungmu berdarah!” Yunho segera bangkit. Memaksa Jaejoong untuk duduk juga. Matanya menelusuri wajah orang yang dia cintai penuh kekhawatiran. Dengan jempolnya Yunho mengusap darah yang mengalir dari hidung Jaejoong.

“Aku bisa sendiri, Yun.”

Yunho menggeram tidak suka, “Kau kenapa, Jae?! Sikapmu jadi aneh.”

“Aku tidak mau merepotkan, Yun…”

“Ya Tuhan… kau merepotkanku?! Jika kamu merepotkan, aku tidak akan pernah menikahimu! Kenapa kau jadi aneh, ha?!” Yunho bangkit berdiri, “Aku ambil tisu dulu.”

Setelah Yunho berlalu dari hadapannya Jaejoong menunduk dalam. Kepalanya terasa berat karena banyak hal menghantuinya. Jika tidak ada orang di dekatnya Jaejoong sama sekali tidak bisa merasa tenang selalu saja ada yang—

Tap

Tap

Tap

Matanya membulat. Suara langkah itu lagi…

“Yun…” Jaejoong memanggil nama Yunho berharap pria itu datang cepat!

Tap Tap

Tap Tap

Ketukan langkah semakin cepat.

“Yun!” Membuang harga dirinya sebagai laki-laki, Jaejoong menjerit keras.

Tap

Langkah itu terhenti. Mau tak mau Jaejoong ikut diam. Dia mengenggam selimutnya erat. Takut sekali. Ya ampun, Yunho… kau kemana?!

Drap Drap Drap Drap

Tuhan… suara langkah itu berubah menjadi hentakan kaki.

“YUNHOOO!”

Grep

Sebuah rengkuhan hangat membuat Jaejoong merasa lebih lega. Dengan erat dia membalas pelukan orang yang dia percaya akan melindunginya.

“Hey, kenapa sayang?”

“Aku takut… Please, kita pindah. Please!” perlahan Jaejoong mulai menangis.

Perasaan bingung menyerang Yunho. Dengan lembut dia mengusap punggung Jaejoong, “Kita akan pindah. Tenanglah.”

Perlahan Yunho melepas pelukannya. Dia ingin mengusap air mata Jaejoong. Namun seketika pergerakannya terhenti. Matanya membulat syok mendapati suatu sosok perempuan dengan wajah hancur dan berambut panjang di belakang Jaejoong.

“Jae, dibelakangmu…”


TBC


Hanya twoshoot. Promise, lanjutannya ku lanjutkan secepatnya. Tidak ada 1 minggu kuusahakan, namun berikan respon ne? Ini fanfic horror pertamaku. Janji endingnya tidak terlalu menyeramkan, karena jujur aku sendiri takut dengan horror.

Dan bagi yang menunggu fanfiksiku yang lain, aku mohon maaf sebesarnya. Aku berusaha melanjutkan namun selalu stuck. Menyebalkan sekali.

Terima kasih yang sudah memintaku untuk Update dari di twitter, facebook, line, BBM, PM, bahkan sampai whats app… Dude, dari mana kalian tahu nomorku? Wks.

.

Kritik dan saran?

-Z

 

Next

On the Hill

“Y-Yun!” Jaejoong membekap mulutnya tidak percaya melihat Yunho berdiri menatapnya dengan jarak hanya 3 meter darinya.

Berbanding terbalik dengan Jaejoong. Yunho menatapnya dengan sangat tenang.

Mereka hanya saling memandang cukup lama. Hingga Jaejoong memecah keheningan,

… “A-ayo berbicara di tempat lagi.”

.


.

On the Hill

-Z-

.

YunJae Fanfiction

Warning : Boys love, OOC, AU, typo, DRABBLE, dsb
Rate : T
Disclaimer : Themselves

.


.

Sore ini… tampak rintik hujan membasahi daerah itu. Banyak yang berteduh ditempat-tempat seperti mini-market ataupun halte. Itu juga yang dilakukan dengan Yunho dan Jaejoong.

Jaejoong tampak menyandarkan tubuhnya pada tiang penyangga halte sedangkan Yunho berdiri tepat disampingnya.

Jika Yunho tampak sibuk menatap tanah dan saling memainkan kakinya, Jaejoong malah menatap hujan dengan tatapan kosong.

“Apa kabarmu?” ucap Yunho pelan.

“Biasa saja,” jawab Jaejoong cepat tanpa menoleh. Membuat Yunho mati kata. Mereka kembali diam. Sesekali Yunho melirik Jaejoong hanya untuk memastikan raut wajah pria yang berdiri di sampingnya.

Tidak ada emosi pada wajah Jaejoong. Yunho kembali menunduk.

BRMM…

Satu bus datang mendekati halte dimana mereka ada di sana.

Jaejoong menegakkan tubuhnya, seolah bersiap memasuki bus itu. Yunhopun mau tidak mau jadi mengikuti pergerakan Jaejoong.

“Aku rindu,” ucapan pelan Jaejoong lontarkan sebelum dia berjalan memasuki bus itu.

Tubuh Yunho menegang. Dia menatap Jaejoong tidak percaya. Bahkan walaupun pria itu sudah menginjak tangga bus, Yunho masih menatapnya dengan mulut sedikit menganga.

Merasa Yunho tidak mengikutinya, Jaejoong menoleh dan menggerakkan tangannya seolah mengajak Yunho masuk. Dan begini akhirnya. Yunho mengangkat kakinya dan mengikuti Jaejoong memasuki bus.

.

.

.


.

.

“Ternyata disini juga mendung,” Jaejoong melangkai gontai dan langsung mendudukkan tubuhnya di atas rumput.

Yup, setelah menaiki bus, mereka berjalan sedikit untuk sampai tempat ini. Bukit kecil yang ada di pinggir kota.

Awalnya Jaejoong ingin merebahkan tubuhnya disini. Namun langit malam sangat mendung. Apa yang bisa dia lihat dari langit yang seperti itu? Maka dari itu dia memilih duduk dan melihat bintang kota. Bintang yang dihasilkan dari kemerlap lampu dari kota, tempatnya berasal.

“Duduklah sini,” Jaejoong menepuk tempat disampingnya. Dia menatap bingung Yunho yang malah berdiri diam jauh darinya.

Yunho tidak bergerak.

“Kumohon…” tambah Jaejoong, hingga Yunho menurutinya dan duduk tepat disampingnya.

“Kenapa kemari?” desis Yunho tidak suka.

Jaejoong tidak menjawab. Dia tidak suka pertanyaan itu, dan berusaha mengalihkan pembicaraan, “Aku merindukanmu.”

Diam lama.

Yunho menoleh dan mendapati Jaejoong menatapnya intes. Entah apa yang ada dipikiran pria cantik itu. Dia menatap Yunho seolah menuntut jawaban.

“Aku juga,” bisik Yunho pelan. Tak lama dia kembali menoleh kedepan dan menyebarkan pandangannya ke pemandangan di hadapannya.

“Ada banyak yang ingin aku ceritakan,” ucap Jaejoong. Dia menunduk dan melihat tangan Yunho yang berada di atas tanah. Ada keinginan untuk menggengam tangan itu.

“Cerita saja.”

Jawaban singkat dari Yunho. Jaejoong mendongak dan menatap pria itu, “Aku tidak tahu harus mulai dari mana.”

Kembali diam.

Entah apa yang terjadi dengan mereka berdua. Sekali salah satu dari mereka membuat topik pembicaraan, pada akhirnya hanya ada kesunyian. Mereka begitu canggung…

“Yun…”

Panggilan Jaejoong membuat Yunho menoleh. Dia menatap pria cantik itu dan mengangkat alisnya seolah bertanya apa yang diinginkan Jaejoong.

“Cium aku.”

Ada ketidak percayaan diri dalam Yunho, “T-tapi Jae…”

“Cium aku… kumohon.”

Yunho bergerak pelan. Mendekatkan bibirnya pada Jaejoong dan memberikan ciuman sekilas. Setelah ciuman singkat itu, mereka saling pandang. Agak lama untuk saling menelusuri mata masing-masing.

Ciuman kedua Jaejoong bergerak terlebih dahulu. Menemukan bibir keduanya, ditambah dengan lumatan lembut. Banyak perasaan yang bercampur disana.

Senang, sedih, kecewa, dan RINDU.


END


~*Side Story*~

Jaejoong terbangun dan mendapati dirinya tertidur di bukit ini. Dia buru-buru bangkit dan memandang sekitar dengan ling-lung. Semalam masih jelas diingatannya apa yang dia lakukan dengan Yunho.

Setelah kesadarannya benar-benar terkumpul, Jaejoong tergesa berlari ke arah semak-semak yang tidak jauh dari tempatnya berdiri. Dengan gusar dia menyingkirkan semak-semak disana yang menutupi sebuah batu…

Batu Nisan

Tertulis jelas nama Yunho disana. 24-Agustus-2011. Tepat 2 tahun yang lalu.

Lalu kemarin Jaejoong berbicara dengan siapa? Arwah? Jangan bercanda!

Perlahan Jaejoong menggerakan tangannya untuk mengusap bibirnya sendiri. Sentuhan Yunhomasih terasa hangat disini… ia yakin semalam bukan mimpi!

Jaejoong diam. Dia menatap nisan di hadapannya dengan nanar.

“Yunho…”

Jaejoong berbisik ditengah angin yang menerpanya.

.

.


.

Ternyata chara-death ;) kkk~

.

Happy birthday~
PARK YOOCHUN!!!
Kkk~ Kenapa aku malah membuat fic YunJae, ya? /_\) Harusnya kan yang berhubungan dengan Yoochun~

Ya sudahlah~

.

Kritik & Saran?

Karma

Aku hanya akan menjadi orang tolol jika melupakan awal hubungan kita.
Itu begitu indah hingga aku lupa bahwa aku bertindak jahat…
Dan kini, karma menimpaku.


KARMA

-Z-

.

YunJae Fanfiction

.

Warning: OOC, bit!Canon, typo, Boys Love, Broken.
Rate: T
Disclaimer: Themselves


2001. Kita bertemu di tahun ini kan? Maaf aku sudah lupa kapan tanggal tepatnya. Namun tahun itu adalah saat aku lulus dari audisi yang diadakan oleh S.M. Entertaiment dan mulai mengikuti training di perusahaan ini.

Dibesarkan dengan 8 kakak perempuan membuat orentasi seksualku sedikit menyimpang. Mungkin aku bisa tergoda melihat wanita. Namun aku juga bisa menyukai pria juga. Bisex

Maka kau terlihat berkilauan di mataku. Aku yang pada saat itu hanya remaja biasa sangat mudah terpikat oleh pesonamu. Dadaku berdebar kencang di dekatmu. Kau tegas. Mempesona. Membuatku ingin mengenalmu lebih lanjut.

Dan fiolla~

Kita berteman, semakin dekat dan dekat. Walaupun aku harus menelan kenyataan pahit bahwa kau memiliki kekasih, tidak apa-apa…

.

Hari itu aku menatap nanar isi dompetku. Bagaimana aku bisa tinggal di kota kejam—Seoul—ini tanpa uang yang mencukupi? Aku belum bayar sewa. Uang makan juga terbatas… bisa-bisa aku diusir.

Meminjam uang ke noona juga tidak enak. Bagaimanapun mereka juga pasti membutuhkan uang.

Di tengah rasa gundah itu, aku bisa merasakan ada yang mengetuk pintu. Buru-buru aku berlari kecil dan membukanya. Mendapatimu meringis kecil sambil menatapku memelas.

“Jae, jeball… boleh aku menginap di sini? Aku tidak punya tempat lagi.”

Kau meminta izin untuk menginap. Oh Tuhan… bagaimana bisa aku menolak? Tentu saja dengan senang hati aku mengajakmu masuk. Namun di saat itu kegundahanku mulai muncul.

Aku tidak ingin membuatmu merasa tidak nyaman di tempat ini. Maka dari itu aku tidak mempersalahkan kau menetap tanpa mengetahui masalahku. Kuberikan jamuan yang baik agar kau nyaman.

Dan walau hanya sebentar, aku benar-benar menikmati saat itu.

Kita bahkan tidur di satu ranjang yang sama. Hal itu membuatku sama sekali tidak bisa terlelap. Kau membuatku lupa jika aku masih memiliki hutang yang menumpuk hanya dengan melihat wajahmu yang tertidur saja.

Ini gila! Perasaan ini menggerogotiku begitu cepat.

.

Hari mulai berganti, begitu juga dengan bulan. Kupikir jarak antara kita akan semakin dekat, namun aku lebih merasakan kita mulai jauh. Temanmu bertambah, kau dekat dengan kekasihmu. Walaupun kita bersahabat sekalipun, ini tetap terasa jauh. Sedangkan duniaku hanya berotasi padamu.

Aku tidak habis pikir kenapa kau begitu mencintai wanita itu. Jika dibandingkan denganku, aku rasa aku lebih baik! Mungkin kesalahan hanya terletak pada kenyataan bahwa dia adalah perempuan, sedangkan aku pria!

Rasa iri atas kekasihmu, membuatku senang sekali saat mengetahui kita akan dibuat dalam satu grup dengan nama Four Season bersama Kangin dan Heechul. Berarti aku bisa mulai membatasi hubungan antara kau dan orang di sekitarmu karena kita akan mulai sibuk! Ditambah waktu kita bersama akan bertambah drastis. Ini seperti menyelam sambil meminum air.

Dari anggota Four Season aku sangat iri kepada Heechul. Bagaimana bisa kalian begitu dekat? Bahkan banyak yang menyangka Heechul adalah kekasih wanitamu! Kalian tampak mesra dan membuatku iritasi. Pria itu bisa dengan mudah bergelayut padamu, padahal aku harus mati-matian hanya untuk melakukan itu! Hanya bertatapan denganmu saja sudah cukup membuat kerja jantungku menggila. Bagaimana bisa aku menyentuhmu?

Sedikiit saja aku ingin kau melirikku. Aku terkadang mendekati pria atau wanita lain tepat di hadapanmu. Dalam arti aku berusaha keras agar kau cemburu lalu kau menyadari perasaanmu! Namun nihil. Kau malah sering mengodaku jika dekat dengan wanita dan memastikan hubungan kami bertambah dekat. Aku kecewa dengan responmu.

Namun pada akhirnya Four Season tidak terbentuk. Kita malah dimasukan ke dalam sebuah grup…

DONG BANG SHIN KI!

Kisah cinta kita dimulai dari grup ini…

.


.

Kita satu grup. Bulan terus berjalan dan aku semakin mengenal pribadimu yang sangat sempurna untukku. Kau terlalu baik! Itu terkadang sering menyakitiku…

.

Hari itu kau menutup diri di dalam kamar membuat aku, Yoochun, Junsu dan Changmin bingung. Dimana leader kami yang setiap kali selalu ceria?

Sebagai yang tertua aku berinisiatif mendatangimu. Sebelumnya meminta kepada yang lain untuk tenang agar aku bisa berbicara denganmu. Ketika dongsaeng kita menyanggupinya dan mereka duduk di ruang tengah dengan tenang.

Tanpa suara aku memasuki kamar kita berlima dan melihatmu tertelungkup di atas kasur. Menggengam ponselmu dan aku mendengar deru nafasmu yang payah.

Aku bukan orang bodoh yang tidak tahu bahwa kau sedang menangis. Gerakku sedikit cepat dan segera aku meraihmu. Kau menatapku dengan genangan air mata.

Aku tidak pernah melihatmu sekacau ini. Terutama ketika kau bergerak memelukku dan menangis.

“A-aku sudah memberi segalanya, Jae… tapi dia pergi,” raungmu dalam tangis.

Dan seketika aku bisa menyimpulkan semuanya. Kau berpisah dari kekasih yang selama ini kau puja-puja. Yang kau cintai dengan sangat…

Kubalas pelukanmu dengan erat. Aku tidak tahu harus berkata apa. Namun dari sisi hatiku yang paling dalam, diam-diam aku senang. Kau kalian berpisah! Akhirnya, perjuanganku tidak sia-sia…

Perjuangan? Kalian belum tahu apa yang aku lakukan pada gadis itu, kan?

Lebih baik kalian tidak usah tahu daripada pada akhirnya satu persatu dari kalian mulai menyalahkanku atas keterpurukan Yunho.

.

Aku tidak tahu sejak kapan aku mulai menjadi sangat terobsesi denganmu. Aku berusaha menjauhkan semua pria atau wanita yang sering mengerling nakal kearahmu. Lihat betapa menjijikkan mereka. Namun bukan berarti aku tidak menjijikan…

Aku—Kim Jaejoong—rela melakukan apapun hanya untuk mendapatkanmu. Entah dengan cara yang benar atau tidak. Bukankah itu terlihat menggelikan? Hanya dengan yang kumiliki saja, aku bisa menggoda banyak orang agar memaksa mereka menjauhimu!

Yun, mungkin kau tidak tahu. Namun selama ini aku selalu mencuri ciumanmu. Yoochun pernah mempergokiku, namun kupaksa dia bungkam. Dia pasti sangat terkejut, aku yang selama ini dia kira straight ternyata adalah seorang gay yang mengincar leader mereka.

Hahaha…

Setelah itu, entahlah. Terlalu banyak kejadian sehingga terkadang aku melupakannya. Padahal kalau boleh jujur aku ingin mengingat semua kenangan kita dengan terperinci.

Ah iya! Kau tahu kan awalnya SM ingin mengangkat pamor DBSK dengan mengadakan 2U couple? Kau dan Yoochun. Gezz, itu menggelikan. Kalian sering mengikuti Variety Show hanya berdua dan membuatku kesal. Namun tidak mungkin kan, aku membenci anggota boyband-ku sendiri?

Namun beruntung 2U couple kalah pamor dengan YunJae couple! Syukurlah aku selalu mendekatimu sehingga mata para fans yang tajam jadi memandang kita. Membuat nama ‘YunJae’ dielu-elukan.

Karena itu, aku pikir, aku adalah manusia paling berbahagia di dunia ini.

.

“Yunho, kau dan Jaejoong tolong semakin dekatlah.”

Kau yang tengah meminum cola menengok ke arah manager, “Maksud hyung?”

“Dibandingkan 2U, YunJae lebih menjadi incaran fans”

Aku berbinar senang dan menatap manager-hyung penuh harap. Ditambah dengan Yunho yang menurut saja membuatku semakin girang.

Setelah manager-hyung pergi, Yunho menyikutku sambil tertawa pelan, “Ini akan menjadi sangat canggung, kkk~”

Alisku berkerut melihatmu, “Wae?”

“Kita kan sahabat~”

.

Awalnya memang perkataanmu menyakitiku, namun tak lama rasa sakit itu hilang. Aku bahagia, benar-benar bahagia. Dalam setiap Variety Show aku dapat dengan bebas bermanja padamu dan mengatakan hal-hal baik tentang kita.

Kebahagiaanku semakin membuncah saat kita melakukan drama ‘Dangerous Love’ kita tampak sangat lihai untuk saling bersentuhan. Saat melakukan adegan di dekat kotak telepon, wajah kita sangat dekat. Astaga, ini tidak baik untuk jantungku.

Dan setelah itu waktu berlalu. Semua Cassiopeia pasti ingat saat zaman ‘O-Jung Ban Hap’ kita menjadi sepasang kekasih saat itu. Padahal ini semua hanya berawal dari pembicaraan biasa!

.

“Kkk~ aku rasa banyak sekali yang menyukai YunJae,” ucapmu. Kau sedang duduk di depan komputer dan tampak sedang mencari artikel tentang kita.

“Kupikir kita memang terlihat cocok,” balasku tanpa ragu.

“Benarkah?”

“Ne.”

Hening. Aku tampak sibuk mencari cara untuk membuka topik. Namun aku tak menduga malah kau yang membuka pembicaraan di antara kita.

“Jae, pernahkah kau berfikir bahwa kau mencintaiku?”

Aku jelas kelabakan. Kutatap Yunho dengan pandangan tidak percaya, “Ah, kenapa bertanya seperti itu?”

Bibirmu melengkung dan menatapku, “Aku sering berfikir kalau aku mencintaimu…” kau menggaruk tengkukmu sejenak saat mendapatiku melihatmu dengan tatapan tidak percaya, “Err… lupakan saja, Jae.”

“Ah tunggu! Kalau kau bertanya apa aku pernah berfikir bahwa aku mencintaimu, aku jawab IYA! Iya, Yun! Aku mencintaimu!” karena kau hendak menutup topik kita, tentu saja akau buru-buru menyelanya.

Dan seketika kedua wajah kita memerah. Bahkan lidahku rasanya sangat kelu untuk berbicara. Hingga kita hanya saling menatap malu dan tanpa sadar tangan kita mulai terpaut. Awal hubungan yang manis, eoh?

.

Aku terlalu bahagia. Kita benar-benar menjadi sepasang kekasih. Ini semua diluar nalarku. Kita mulai berbagi banyak hal dan saling terbuka satu sama lain. Aku mulai mengurangi egoku yang dulu menjauhkanmu dari teman-temanmu. Karena tanpa aku harus menjauhimu dari mereka, kau tetap milikku!

Yun, maaf ya~ Tapi aku sering berfikir kau masokis! Kalian pasti tahu kan banyak sekali kecelakaan yang menimpa Yunho. Dari setiap kecelakan itu semuanya berhasil membuatku stress memikirkan kondisimu. Terkadang di kepalaku hanya berpikiran hal-hal buruk  yang bisa saja menimpamu untuk kedepannya.

Walau aku tidak terlalu perduli, kuakui Tuhan sangat baik. Jika tidak mungkin dia sudah membawamu pergi dan membuat hatiku hancur.

.

Kau tahu namja, bukan?
Akan sangat wajar jika kami membutuhkan hal-hal biologis seperti yang dibutuhkan oleh para namja pada umumnya. Dan ini juga terjadi pada kita—DBSK member.

Saat itu kami menonton film porno bersama. Dulu kami agak sering melihatnya bersama namun karena padatnya jadwal kami harus menikmati ini sendiri-sendiri.

Kau berada di sampingku. Semua lampu mati dan hanya meninggalkan LCD TV yang menampilkan adegan dewasa.

10 menit

Yoochun beranjak ke kamarnya.

15 menit

Junsu buru-buru pergi ke kamar mandi.

20 menit

Changmin masuk ke kamarnya.

Hanya tinggal kita berdua. Sejak lama aku ingin mencoba hal baru dalam hubungan kita. Sehingga dengan perlahan aku menyentuh tanganmu. Kita berdua sama-sama tegang. Adengan di TV semakin memanas.

Sampai aku lupa sejak kapan kita mulai berciuman. Dan aku memberikan diriku padamu.

.

Kita tinggal satu drom. Bersama 3 orang yang lebih muda dari pada kita, Yun. Sehingga membuat kita berdua adalah keluarga yang memiliki 3 orang anak. Tentu saja dengan senang hati aku menjalankan perananku. Memasak, beres-beres, menasehati dongsaeng kita.

Semua tampak sempurna. Hingga aku dapat merasakan sifatku sangat berbeda dibandingkan dulu. Terkadang aku menjadi suka merajuk dan sangat manja padamu. Aku berusaha tidak menjadi egois lagi agar tidak membuatmu kesal. Mati-matian aku berusaha menjadi sosok yang cocok denganmu. Kubuat sytle yang aku pakai serasi denganmu. Apa kau memperhatikan itu? Tentu tidak. Aku hanya terlalu terobsesi denganmu hingga melakukan hal ini. Namun aku tetap yakin kau mencintaiku, kok.

Selain itu, terkadang aku menyesali ketidak awasanku untuk melihat masa depan. Kau tahu, pada 2009 kupikir lebih baik kita tidak pernah ke Gwangju!

.

“Jaejoong-ah. Kau adalah sosok yang sangat baik. Kau cerdas, kau manis, telaten, bahkan kau begitu sopan. Namun bagaimanapun kau tidak bisa bersama dengan Yunho.”

Kita berdua atau lebih tepatnya aku terpaku mendengar perkataan ibumu.

Ini penolakan secara halus, kan?

Setelah ini tidak ada pembicaraan sama sekali antara kami semua. Aku memilih kembali ke hotel tempat di mana kami menginap. Meninggalkan Yunho yang entah apa yang dia bicarakan dengan orang tuanya.

Sesampainya di hotel aku terduduk di atas kasur. Lama… sungguh lama sekali aku duduk terdiam disini.

Sampai aku sendiri tidak sadar aku mulai menangis. Dengan payah aku memeluk lututku sendiri dan menenggelamkan kepalaku disana.

Sejak 2001. Banyak sekali yang telah aku lakukan untuknya. Begitu banyak hingga terasa menyakitkan. Setelah berhubungan badan, kupikir ini dapat membuat hubungan kami menjadi semakin intim.

Jujur, selama ini aku tidak pernah perduli gunjingan dari orang lain mengenai orentasi seksualku. Tapi saat mendapat penolakan dari kedua orang tua Yunho, membuatku sangat sedih. Bagaimanapun aku dan Yunho sangat mencintai satu sama lain. Hubungan kita juga bukan hanya hubungan ringan yang biasa dilakukan oleh para remaja.

“Huhuhu…” sadar isakanku semakin keras, ku raih bantal dan membenamkan kepalaku disana.

Kau tahu… aku berfikir bahwa, jika orang tua Yunho tidak setuju dengan ini, Yunho pasti akan menuruti kedua orang tuanya walaupun ini akan menyakiti kami berdua. Bagaimanapun orang tua adalah prioritas, bukan?

CKLEK

Pintu terbuka dan aku tahu itu Yunho.

Kau tidak berkata apapun malah mendekapku. Namun dengan cepat aku mendorongmu. Aku sedang dalam kondisi buruk. Bagaimanapun… walaupun itu adalah Yunho, aku tidak ingin diganggu.

“Jae, dengarkan aku. Maafkan orang tuaku, ne?”

Sengaja aku tidak membalas perkataanmu dan memilih diam. Aku menatap ke arah lain tanpa menganggapmu ada disana.

“Aku ingin memberimu penjelasan, kumohon dengar…”

Aku tetap diam! Sebenarnya aku ingin menendangmu keluar dari tempat ini, tapi rasanya tidak tega.

Namun keterdiamanku malah membuatmu melunjak dan semakin cerewet. Kepalaku rasanya berdenyut kesal karena ini. Tanpa pikir panjang aku menatapmu nyalang.

“Yun pergilah, sebelum aku membencimu.”

Wajahmu tampak syok. Namun tak lama kau mengiyakan dan pergi.

Aku tidak tahu bahwa egoku kembali muncul ke permukaan. Sejak hari itu aku selalu menghindari Yunho. Tidak berbicara, tidak saling bersentuhan. Tidak perduli dia selalu membujuk dan mengajakku berbicara. Terkadang aku berfikir apakah dia tidak lelah melakukan ini?

.

“Mwo? Kau, Yoochun dan Junsu memutuskan untuk keluar?”

Aku mengangguk mantap atas ucapan Yunho, “Kami sudah membicarakan tentang ini, Yun. Bukankah akan lebih baik jika kau dan Changmin ikut? Ayo, kita harus bergerak cepat.”

Yunho menggeleng, “Tidak! Aku akan tetap tinggal.”

Jika dulu kami sering seiya sekata, sekarang dia malah menolak ajakanku, “Yoochun dan Junsu sedang membujuk Changmin. Kau tidak mungkin tinggal disini sendirian, kan?”

“Walaupun sendirian aku tetap berada di sini,” ujarmu mantap.

Aku menatapnya lama, “Ternyata cuman sampai disini saja…”

“Maksudmu?”

Aku menatap Yunho kesal, “Rasa sukamu padaku! Bagiamana bisa kau tetap tinggal sedangkan aku tidak ada! Kau mulai terbiasa tanpa kehadiranku, kan?”

Kau kelabakan, “Apa maksudmu, Jae? Ini sama sekali tidak ada hubungannya. Kau memutuskan untuk keluar aku tidak masalah, sungguh. Ini tidak ada sambungannya dengan perasaanku padamu!”

Dalam otakku hanya terpikir kata, ‘Mengapa?’ sehingga sangat sulit merespon dan memutuskan jalan keluar dari hal ini.

“Terserah kau, Yun! Lebih baik memang semuanya berakhir, kan?! Aku pergi!”

Hari itu aku meninggalkan Yunho dengan suara debaman pintu yang sangat keras.

.

Bagiku itu adalah masa lalu yang menyakitkan. Aku masih sangat mudah terpancing emosi walaupun umurku sudah 20 tahun lebih! Tak lama setelah kejadian itu, aku baru dapat berpikir tenang setelah berada di JYJ dan mulai menyesali semuanya.

Dari awal ini bukan kesalahan Yunho namun aku selalu melimpahkan semua padanya. Jika saja waktu itu kami bisa berbicara, mungkin ini tidak terjadi. Sedikit kurang aku menyesal…

Kenapa baru saat kepalaku dingin semuanya terlihat jelas, namun semuanya terlambat! Berulang kali aku mencoba menghubungi Yunho atau Changmin. Beratus-ratus kali aku mencari artikel tentang mereka. Namun sangat minim…

Mereka seolah menghilang… padahal kata maafpun belum pernah aku lontarkan.

Kalian ingat kan berapa lama aku jatuh cinta padanya? Sudah 8 tahun! Dan dengan kondisi seperti ini aku mulai gila merindukannya.

.

Hari ini adalah hari ulang tahunku ke-26.

Banyak yang aku undang untuk merayakan ini. Teman lama, kerabat, ah… banyak sekali!

Kutuangkan kebahagiaanku disini. Kami berbincang banyak hingga mulai mabuk.

Setelah banyak yang mabuk di sekitarku dan kondisi mulai tenang tiba-tiba nama Yunho terlintas. Menyakitkan. Selama ini dia tidak pernah absen dari hari ulang tahunku. Ini pertama kalinya aku merayakan ulang tahun tanpanya setelah 9 tahun.

Ditengah rasa pusing yang menjalar, aku mulai mengingat semua dosaku padanya.

Dan entah sejak kapan aku mulai menangis keras dan menjadi bahan tontonan temanku yang masih sadar. Otakku terlalu penuh akan namanya.

“YUNHO!”

Lalu gelap.

.


.

Dan kembali ke masa sekarang. Aku terkadang merasa gila karena merindukanmu sebagai kekasihku!

Kita berbaikan, tentu saja! Aku senang mendengar hal itu~ Namun berbaikan disini bukan dalam konsep yang aku inginkan. Aku ingin kita berbaikan dan kembali menjadi sepasang kekasih. Namun kau MENOLAKNYA! Entah kesalahanku ada di mana, namun saat kau memilih untuk berteman saja dibandingkan kembali menjadi sepasang kekasih sangat menyakitiku.

Beberapa kali kau berkunjung hanya dengan label teman di dadamu. Label yang sangat ingin aku cabut.

Ke over protektif-anku kembali! Aku menjadi sangat mudah cemburu hanya karena hal kecil yang kau lakukan. Ditambah dengan Changmin yang berada di pihakmu.

Tch, aku sudah menduga magnae itu memiliki rasa padamu, Yun! Menyebalkan. Dia bisa tetap berada di sampingmu, sedangkan aku tidak!

.

.


.

.

[NORMAL POV]

“Oke latihan selesai!”

“Ne!”

Yunho dan Changmin tampak berbincang sebentar sebelum keduanya berpisah dan akan melakukan kegiatan masing-masing. Yunho yang pada saat itu memang tidak memiliki jadwal berniat pulang untuk istirahat.

Hampir saja botol minum di tangannya tidak jatuh. Dia sedikit terkejut melihat gadis yang dulu menjadi tambatan hatinya sebelum dia berada di Dong Bang Shin Ki. Wanita cantik itu tampak menunduk sejenak sebelum mendekati Yunho.

Annyeong~”

Karena gugup, buru-buru Yunho membalas ucapan wanita itu, “Annyeong, k-kita berbicara di kantin saja bagaimana?”

Wanita itu tersenyum, “Arra~”

.

“Bagaimana kabarmu, Yun? Kita sudah lama sekali tidak bertemu dan berbincang seperti ini,” wanita itu tertawa pelan dan memandang Yunho.

“Aku baik,” Yunho menatap gadis itu tepat di matanya. Dia… dia adalah orang yang pernah sangat dia cintai dulu, “Kau ingin memesan sesuatu?”

“Ah, tidak usah aku sudah makan. Ah, ya ngomong-ngomong aku turut sedih atas grup-mu yang terpecah, Yun..”

Yunho tertawa pelan, “Itu sudah tiga tahun yang lalu. Kami sekarang fokus ke album baru, ‘Catch Me’.”

Hening.

Yunho menyesap kopinya sambil berfikir apa yang harus harus dibicarakan.

“Yun, kau dan Jaejoong masih berpacaran?”

Mworago? Yunho membulatkan matanya kaget. Bagaimana wanita ini bisa tahu? Hanya anggota member DBSK dan orang tuanya yang mengetahui hal ini, “Bagaimana kau…”

“Ah, maaf kan aku. Lupakan saja,” wanita itu menyadari kesalahan dalam ucapannya. Buru-buru dia mengalihkan pembicaraan namun hal ini membuat Yunho tambah curiga. Tanpa permisi dia memegang tangan wanita itu dan menatapnya lekat, “Beritahu aku, kumohon,” ucap Yunho lirih.

.

Yunho hanya terdiam melihat gadis yang ada di hadapannya. Wanita itu sudah menceritakan semuanya. SEMUANYA!

Bagaimana sejak 2001 Jaejoong telah terobsesi dengannya. Bahkan Jaejoong juga yang membuat gadis ini memilih untuk berpisah darinya. Hah… Ini terasa berat. Yunho mengusap wajahnya sendiri dan membawa perhatian gadis itu.

“Maafkan aku, Yun…”

Yunho hanya diam dengan tubuh yang bersandar ke punggung kursi, “Aku tidak tahu harus seperti apa,” ujar Yunho pelan, “Kau pergi lalu Jaejoong datang menghiburku sehingga pada akhirnya aku mencintainya. Jika diperinci memang Jaejoong yang salah, namun—“

Pria itu menatap wanita dihadapannya sekilas sebelum melempar pandangannya ke arah lain, “—Aku tidak bisa menyalahkan siapapun.”

.


.
.

Yunho terdiam sambil menatap ponselnya. Jaejoong mengirimkan pesan padanya. Setelah 3 bulan mereka sama sekali tidak saling berhubungan.

‘Hei kau di Korea, kan? Mainlah ketempatku.’

Kira-kira begitu isi pesannya. Membuat Yunho bingung antara mengiyakan atau tidak. Namun tak lama pria itu bangkit berdiri bersiap ke apartement Jaejoong. Tidak salahkan,s jika dia mengunjungi teman dekat?

.

Di tangan Yunho sudah terdapat satu kantung plastik besar. Dia mampir ke supermarket  sebelum kesini. Tidak ada salahnya membawa buah tangan, bukan?

Uh, udara dingin sekali. Yunho sudah melakukan banyak gerakan untuk membuat tubuhnya hangat. Bel pun sudah dibunyikan beberapa kali, namun Jaejoong belum membukakan pintu.

Ini sudah jam 2 pagi, jadi wajar saja jika Jaejoong ternyata sudah tertidur.

Sekali lagi Yunho menekan bel. Dan tiba-tiba pintu langsung terbuka, membuat dia terkejut.

“Cepat masuk, brr, dingiin!”

Yunho tertawa pelan dan segera masuk. Sifat Jaejoong sejak dulu memang tidak pernah berubah. Pria melepas sepatunya, “Lama sekali membukanya.”

“Aku tidur tadi,” ucap Jaejoong sambil menguap. Matanya menangkap objek yang berada di samping Yunho. Ada kantung putih besar disana, “Kau beli apa?”

“Camilan dan bahan makanan. Aku lapar,” Yunho mengambil kantung putih itu dan berjalan ke arah dapur. Menaruhnya di atas meja dan mengeluarkan isinya. Sedangkan Jaejoong duduk di atas meja samping Yunho. Memperhatikan bahan-bahan yang dikeluarkan teman akrabnya.

“Egh, kenapa kau beli kimchi instan?” Jaejoong mengangkat bungkusan itu sambil menatap heran Yunho.

Sekilas Yunho melirik Jaejoong sebelum kembali mengeluarkan bahan lain yang dia beli, “Itu untukku. Aku pusing jika tidak ada kimchi saat ingin.”

Jaejoong turun dari atas meja dan membuka kulkasnya, “Aku ada dua kotak kimchi. Kau bisa ambil satu.”

“Kau yang buat?”

Jaejoong menutup pintu kulkas, “Ibuku yang buat. Nanti kubungkus untukmu.”

Yunho mengangguk samar menjawab Jaejoong, “Aku ingin makan sesuatu yang hangat.”

Ramyun?” canda Jaejoong. Dia melihat Yunho dengan senyuman tipisnya. Namun Yunho menanggapinya dengan memutar bola matanya, membuat tawa Jaejoong lepas, “Bercanda. Aku tahu kau sudah muak dengan makanan instan seperti itu,” Jaejoong menggunakan apron dan bersenandung kecil.

“Jadi kau mau buat apa?”

Jaejoong membuka lemari dan mengambil panci besar, “Kimchi stew? Kau ingin kimchi, kan?”

Yunho meringis, “Sebenarnya tidak terlalu ingin.”

“Lalu kenapa beli kimchi instan?”

“Kan aku bilang itu untuk jaga-jaga jika aku ingin~” ujar Yunho sambil berjalan ke kamar mandi yang ada di samping dapur. Menunaikan hasrat yang sedari tadi dia tahan selama perjalanan.

Jaejoong hanya mendengus. Dia memilih untuk mulai memasak. Memanaskan air, masukan bumbu. Selagi dia sedang sibuk memotong bahan yang akan menjadi isi. Ketika ia memotong kentang, Jaejoong tersentak kaget karena Yunho menepuk bahunya.

“Jangan mengagetkanku!”

“Maaf-maaf,” ujar Yunho sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Setelah memperhatikan Jaejoong yang sedang momotong bahan, tanpa permisi pria itu mengambil pisau lain dan membantu Jaejoong.

Kaget tiba-tiba Yunho membantunya, Jaejoong menoleh, “Tunggu saja di ruang tengah. Biar aku yang memasak.”

“Ajari aku memasak.”

“Eh?”

Yunho mengangkat bahunya, “Semenjak tinggal di tempat yang terpisah dari Changmin aku harus bisa mengurus semuanya sendiri,” ucap Yunho sambil memotong kentang, “Sangat merepotkan karena aku hampir tidak bisa memasak.”

Jaejoong mengangguk setuju. Pasti sangat merepotkan tinggal sendiri dan harus mengurus semuanya sendirian. Karena diapun begitu, “Tapi bukannya kau bisa buat stew?”

“Kemarin aku coba. Rasanya mengerikan,” Yunho bergidik saat mengingat stew buatannya. Hampir tidak ada rasanya! Pokoknya sangat aneh.

Jaejoong tertawa lalu menyikut Yunho. Pria itu hanya meringis dibuatnya.

“Aku ajari tapi setelah itu kau yang mencuci piring.”

“Siap, bos!” Yunho meletakkan tangannya di atas alis. Memasang posisi hormat, membuat Jaejoong lagi-lagi tertawa.


.

DUK!

“Ah!”

Yunho menoleh dan menarik Jaejoong mundur. Sungguh dia tidak sengaja mendorong pria itu hingga mau tidak mau dahi Jaejoong terbentur dengan lemari yang berada di sisi atas dapurnya. Salahkan dapur Jaejoong yang kecil hingga membuat Yunho tidak sengaja menyenggol Jaejoong ketika dia lewat.

“Tidak apa-apa?” Yunho melihat dahi Jaejoong. Sepertinya tidak terluka. Namun tadi suara benturannya lumayan keras.

“Hati-hati, dong!”

Yunho mendengus, “Salahkan dapurmu yang kecil,” Yunho melempar pandangannya ke seluruh dapur Jaejoong. Mencari alasan agar tidak disalahkan, seperti anak kecil, “Dan… apa-apaan ada ini?” dia menunjuk ke tempat gantungan handuk yang sangat panjang di sisi dapur Jaejoong, “Kenapa ada cucian dan handuk di dapur? Bukannya ini malah membuat cucianmu jadi bau?”

Sayangnya Jaejoong tidak mengubris. Sudah banyak yang mengatakan hal itu padanya, sehingga dia tidak perduli lagi.

Yunho berjalan mendekati gantungan handuk Jaejoong sebelum dia tertawa tertahan. Tentu karena ini, mau tidak mau Jaejoong menjadi penasaran. Ia menjeda kegiatannya dan melihat Yunho yang tampak menunjuk-nunjuk sesuatu.

“YAH!” Jaejoong mendorong Yunho dengan tubuhnya lalu buru-buru menutupi pakaian dalamnya yang sengaja dia gantung sebelah handuk.

“Warna merah dengan motif putih! Hahaha…” Yunho tampak tertawa puas setelah menemukan hal yang bisa dijadikan bahan ejekan. Bagaimana bisa Jaejoong yang sudah 28 tahun masih sangat kekanak-kanakan? Sama sekali tidak berubah sejak dulu.

Sedangkan di sisi lain Jaejoong sudah malu setengah mati. Bagaimana bisa dia sangat ceroboh? Dulu saat pembuatan DVD ‘Come One Over JYJ’ dia juga lupa menyimpan benda ‘keramat’-nya. Sehingga mau tidak mau pakaian dalamnya terekam dan kini tersebar di seluruh negri.

“Sudahlah! Untuk apa di bahas, sih?” bentak Jaejoong kesal, “Kau mandi sana. Aku akan selesaikan ini,” ucapnya sebelum kembali berkutat dengan peralatan masak.

“Oke, underwear merah,” ejek Yunho membuat Jaejoong mengerang kesal. Sebelum dapat menimbulkan kericuhan, pria itu memilih untuk langsung berlari kecil ke arah kamar mandi dengan kekehan ringan, “Aku pinjam bajumu, Jae~”

Langkah Yunho terhenti. Dahinya berkerut saat melewati lorong menuju kamar mandi Jaejoong. Sepertinya dulu di atas meja rias yang dekat kamar mandi Jaejoong tidak terlalu banyak kosmetik. Kenapa sekarang jumlahnya membludak?

Tangannya meraih salah satu lipbam yang di tutupnya terdapat tanda tangannya. Tidak lain itu adalah produk Missha yang dimana dia dan Changmin menjadi maskot produk itu. Namun yang Yunho pikirkan adalah, sejak kapan Jaejoong menggunakan Missha? Setelah berfikir sejenak, Yunho hanya menyimpulkan itu adalah pemberian fans. Bukankah ada banyak YunJae shipper maniak yang sering mengirimkan benda-benda seperti ini? Dia juga sering mendapat banyak benda dengan merk Tony Moly atau sesuatu yang berkaitan dengan Jaejoong.

Saat memasuki kamar mandi, Yunho kembali mengerutkan dahinya, “Itukan sikat gigiku,” tangannya mengambil sikat gigi berwarna putih dengan hiasan ungu tua. Sekitar 3 bulan yang lalu saat dia berkunjung kemari, Yunho ingat dia menggunakan sikat gigi ini.

Yunho mengusap sikatnya, “Basah?” dia diam sejenak. Ini tandanya ada yang menggunakan sikat giginya, kan? Dan satu-satunya orang yang bisa disalahkan adalah … Jaejoong.

Dia merenggut tidak suka dan memilih untuk mandi saja. Di kepalanya berkecamuk banyak hal. Seharusnya Jaejoong membuang sikat giginya, kan? Untuk apa disimpan? Dia berkunjung ke apartement ini juga terbilang jarang.

Tidak ada 10 menit Yunho menyelesaikan acara mandinya. Mengingat ini sudah sangat larut. Dengan handuk putih di pinggang, dia memasuki dress room yang dekat dengan kamar mandi. Memilih secara acak baju yang bisa dia gunakan. Toh tubuhnya dan Jaejoong tidak terlalu berbeda jauh. Namun matanya tertumbuk pada setumpuk pakaian yang berada di sisi ruangan. Dengan iseng Yunho membongkarnya. Namun pergerakannya terhenti saat mendapati bahwa setumpuk pakaian disitu rata-rata adalah pakaian yang hampir mirip dengan yang pernah dia pakai.

Singkatnya ini terlihat seperti couple T-shirt?

Perlahan tanpa dia sadari, ada rasa kesal menyeruak di dadanya.

Dengan asal dia menggunakan pakaian Jaejoong dan segera keluar dari dress room itu. Dia mendapati Jaejoong duduk di atas karpet sambil menonton televisi. Di depan Jaejoong terdapat meja yang awalnya kosong menjadi sedikit penuh dengan makanan-makanan di atasnya.

Berusaha melupakan rasa kesalnya, Yunho duduk di samping Jaejoong yang sedang makan, “Dari awal aku sudah bilang, beli meja makan.”

“Untuk apa meja makan kalau aku cuman sendiri?” balas Jaejoong yang membuat Yunho bungkam. Dia memilih untuk mulai makan saja dari pada membahas sesuatu yang sebenarnya tidak perlu dibahas. Lagi pula sebenarnya dia menyetujui apa yang Jaejoong katakan.

Dari ruangan luas itu hanya terdengar suara televisi yang menampilkan film action. Jika Jaejoong larut dalam film, maka Yunho sedang menimang-nimang apa yang akan dia bicarakan kepada teman baiknya itu.

Pria yang hanya berbeda dua hari dari Jaejoong itu menatap wajah Jaejoong yang tampak serius.

“Jae…”

Jaejoong agak tersentak saat Yunho menghancurkan konsentrasinya, “Ah, ya, kenapa?”

“Tidak jadi,” Yunho kembali fokus makan, “Nanti saja dibicarakannya.”

Jaejoong tidak suka pembicaraan yang setengah-setengah, “Jangan buat aku penasaran,” dia mematikan televisi menggunakan remot, lalu membenahi posisi duduknya agar berhadapan dengan Yunho.

Yunho memasukan suapan terakhir ke dalam mulutnya. Dia juga merubah posisinya menjadi berhadapan dengan Jaejoong, “Pertama-tama, aku harap kau tidak marah. Aku minta maaf jika kau tersinggung,” dia menatap Jaejoong tepat dimatanya.

Jaejoong mengangguk mengerti.

Yunho menyentuh dadanya sejenak, menarik nafas dalam, “Bukankah seharusnya kau berhenti menyamakan apa yang kita gunakan?”

Jaejoong memiringkan kepalanya tidak mengerti, “Maksudmu?”

“Aku melihat banyak sekali pakaianmu yang mirip denganku, lalu sikat gigiku ada di kamar mandimu dan terakhir Missha. Sejak kapan kau pakai merk itu?” Yunho berkata dengan nada yang mirip seperti desisan. Takut-takut yang dia katakan bisa menyakiti Jaejoong.

Dan tentu saja itu menyakiti Jaejoong. Sangat. Pria itu hanya menatap Yunho dengan tatapan tidak percaya, tanpa berniat membalas apa yang Yunho katakan. Dan ini membuat Yunho bersalah, “Lupakan ucapanku, Jae,” ucap Yunho. Dia memilih untuk membereskan peralatan makan yang mereka gunakan dan membawanya ke dapur.

Bahkan Yunho menyempatkan diri untuk membersihkan seluruh peralatan masak itu. Terlihat jelas dia menghindari Jaejoong yang masih terdiam di ruang tengah.

Namun baru sampai di piring ke tiga, Jaejoong datang dan membatunya mengelap piring yang sudah dicuci.

Yunho menatap Jaejoong. Melihat pria itu menampilkan senyuman terpaksa, “Aku akan berjuang,” Jaejoong menjawab keinginan Yunho tadi.

Yunho mendesah, “Maafkan aku. Maksudku, maafkan keegoisanku.”

“Tak apa. Bukankan sebagai teman baik akan terlihat aneh jika kita memiliki banyak benda yang sama?” kekeh Jaejoong untuk mencairkan suasana. Namun bukannya membuatnya menjadi baik-baik saja, ini semua malah membuat kondisi mereka semakin kaku. Apa lagi Yunho sama sekali tidak menanggapinya.


.

Jaejoong terdiam melihat Yunho yang tampak asyik bercerita. Matanya menatap intes wajah Yunho yang menampilkan ekspresi yang berbeda-beda. Terutama saat pria itu tertawa karena ceritanya sendiri. Membawa desiran aneh di dadanya. Ada hasrat untuk menyentuh wajah itu.

Pada akhirnya tanpa sadar tangan Jaejoong terjulur dan memegang pipi Yunho. Namun saat pria cantik itu hendak mendekatkan wajahnya dengan Yunho, Yunho mendorong pundak Jaejoong menjauh dan mengguncang pria itu.

“Hey, Jae! Apa-apaan ini?” pekik Yunho. Dia sangat kaget saat Jaejoong melakukan gerakan tiba-tiba seolah ingin menciumnya.

Jantung Jaejoong berdebar cepat. Oh Tuhan… hampir, hampir ia mencium Yunho.

“Maafkan aku,” Jaejoong gelagapan. Dia menggeser duduknya menjauhi Yunho. Mengusap wajahnya kasar untuk mengembalikan kesadarannya. Namun melihat Yunho yang tampak masih kesal, Jaejoong merasa dadanya berdecit nyeri, “Maafkan aku, Yun. Sungguh.”

Mata Yunho terpejam untuk menenangkan detak jantungnya. Tak lama mata musangnya terbuka dan menatap Jaejoong dengan tatapan mengintimidasi, “Kita sudah berjanji, hanya teman.”

“Maaf…”

“Teman tidak berciuman Jae. Apa yang kau pikirkan?” desis Yunho. Dia mengacak rambutnya frustasi.

Kata-kata Yunho melukainya. Jaejoong hanya membiarkan jantungnya berdebar nyeri sebelum kembali membalas perkataan Yunho, “Aku sedang belajar menjadi teman yang baik, Yun. Tadi aku kelepasan.”

Yunho terdiam mendengar penuturan Jaejoong. Dia menunduk sejenak lalu kembali memandang Jaejoong, “Seharusnya aku yang minta maaf. Maaf membuatmu sulit. Kau sudah berusaha, seharusnya aku menghargai itu.” Yunho mengusap rambut Jaejoong sejenak. Mencari gerakkan yang bisa mencairkan suasana.

Namun sentuhan lembut di rambutnya tidak membuat Jaejoong membaik. Ia menyandarkan tubuhnya di punggung sofa dalam keadaan menyamping agar tetap dapat melihat Yunho.

“Maafkan aku, Yun. Namun apa kau tahu? Ini sangat sulit untukku,” tutur Jaejoong, “Aku mencintaimu. Sangat! Awalnya kita adalah sepasang kekasih yang saling membutuhkan. Aku terbiasa menyentuhmu dan melakukan kontak intim seperti berpelukan atau ciuman,” Jaejoong menghela nafas. Tangannya memainkan ujung bajunya untuk mengurangi rasa gugupnya.

Yunho menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Namun Jaejoong yakin Yunho pasti merasakan hal  yang sama dengannya, “Lalu saat itu aku terbawa emosi hingga memutuskanmu. Ini sangat menyulitkanku. Aku harus beradaptasi dengan kondisi yang baru dimana kau tidak ada disana,” Jaejoong menunduk dan mengusap matanya saat merasa ada genangan di pelupuk matanya.

“Jae-“

“Jangan menyelaku. Aku belum selesai,” ucap Jaejoong memotong perkataan Yunho. Dia mengangkat wajahnya menatap Yunho.

Menarik nafas panjang sebelum kembali melanjutkan ceritanya, “Aku terbiasa dengan kehadiranmu. Sangat sulit untuk bergerak maju. Apakah kau mengerti maksudku?” ulang Jaejoong. Ia melihat Yunho mengangguk, “Tak lama, setelah aku Yoochun dan Junsu pergi, kita semua mulai berbaikan dan mau saling memaafkan.”

Yunho mengangguk meng-iyakan.

“Tapi walaupun kita semua berbaikan, hubungan kita tidak membaik, Yun…” dia menatap Yunho dalam.

Yunho merasa tatapan Jaejoong mengintimidasinya. Membuatnya merasa tidak nyaman, “Maafkan aku.”

“Ah, tidak. Aku tidak menyalahkanmu,” Jaejoong memperbaiki posisi duduknya, “Kau tidak salah saat menawarkan persahabatan denganku. Aku yang salah karena masih tidak mau menerima kenyataan itu.”

“Tapi seharusnya aku juga paham perasaanmu.”

Tangan Jaejoong bergoyang. Menandakan pria itu tidak setuju dengan pendapat Yunho, “Kau tidak salah. Aku yang salah.”

Yunho mendesah, jengah, “Jae, dengar. Aku selalu membuatmu sulit. Lebih tepatnya aku selalu membuat semua ini menjadi sulit. Aku tahu perasaanmu dan aku juga tahu perasaanku, namun aku takut, aku tidak sanggup jika hubungan kita kembali. Ini membuatmu harus bersabar untuk-“

“Wajar jika kau takut, Yun. Aku telah melukaimu begitu dalam. Menjadi sangat tidak tahu diri jika aku malah ingin kita kembali.”

“Jangan menyelaku! Kau bahkan belum mendengar apa yang inginku katakan,” bentakan Yunho membuat Jaejoong tersentak. Dia menunduk dan meremas tangannya sendiri.

Jaejoong tampak takut, membuat Yunho merasa bersalah, “Maafkan aku,” ujar Yunho setelah tenang, “Seharusnya dari awal kita merahasiakan hubungan kita dari orang tuaku. Bukannya memaksakan diri agar mereka tahu hal ini,” tangannya mengelus pundak Jaejoong singkat.

Mereka diam dan tampak tenggelam dalam pemikiran masing-masing. Jika Yunho berfikir bahwa ini adalah salahnya, maka Jaejoong berfikir bahwa inti dari ini semua berasal darinya.

“Tapi aku membuat semuanya menjadi lebih sulit.”

Yunho terdiam mendengar nada getir Jaejoong.

“Saat tahu bahwa orang tuamu sebenarnya tidak menyukaiku, seharusnya itu bukan menjadi alasanku kesal padamu. Kau ingatkan aku terus menghindarimu sejak kejadian itu,” ia mengusap wajahnya sejenak. Pembicaraan ini membuatnya frustasi, “Bahkan aku memperparah segalanya dengan meninggalkanmu dan Changmin.”

Sebagai leader seharusnya Yunho memiliki cara untuk menenangkan—mantan—anggota bandnya. Namun mendengar nada putus asa dari Jaejoong membuatnya tidak bisa berkutik dan membiarkan pria itu terus melanjutkan ceritanya.

“Lalu kita bertengkar hebat karena ini. Jika aku bisa kembali, aku tidak akan marah-marah padamu saat itu hingga kita berpisah. Aku sedang gelap mata saat itu,” Jaejoong mengusap wajahnya. Dia yakin penampilannya sudah hancur sekarang. Berkali-kali dia mengusap wajahnya kasar atau mengacak rambutnya sendiri, “Jika biasanya aku bisa mengambil keputusan dari pertengkaran yang biasa kita lakukan, saat itu aku sama sekali tidak bisa. Aku malah memperuncing keadaan dan tidak bisa mencari cara untuk menyelesaikannya.”

Dadanya sudah sakit. Jaejoong ingin menangis di hadapan Yunho dan mengeluarkan semua unek-uneknya seperti dulu. Seperti dulu. Namun dihadapannya bukan Yunho kekasihnya. Namun Yunho temannya. Ini membuatnya merasa aneh.

“Jika aku bisa memutar waktu, sekarang mungkin kita masih menjadi sepasang kekasih, Yun,” cicit Jaejoong, “Jika bisa mengulang, aku memililh untuk mendengar ucapanmu dan tetap berada di sisimu. Aku berjanji akan berdamai denganmu dan diriku sendiri,” pria itu sudah sampai di titik dimana dia sudah tidak bisa membendung semuanya. Tangisannya pecah seperti yang biasa dia lakukan dulu. Hanya di depan Yunho dia menampilkan seluruh kelemahannya. Seperti dulu.

“Aku terlalu bodoh karena terus bertahan dengan egoku. Aku yang memulai semuanya, Yun. Bahkan aku tidak memikirkan bagaimana hidupku tanpamu nantinya. Saat kita mulai berpisah dan tidak pernah berhubungan lagi … aku … aku … aku hancur! Aku merindukanmu sampai aku merasa cukup gila karenanya.”

Yunho tidak merespon. Tepatnya dia tidak tahu harus merespon seperti apa. Semua pengakuan Jaejoong membuatnya ingin menangis juga. Perkataan pria itu seolah memaksanya untuk mengingat masa di mana dia benar-benar terpuruk dengan kondisinya. Butuh waktu yang lama agar dia dapat berdamai dengan dirinya dan mau memaafkan yang lainnya.

“Aku seperti orang bodoh terus berusaha menghubungimu. Bahkan sampai memposting hal ini di jejaring sosial. Padahal aku tahu hasilnya tetap saja nihil,” Jaejoong menertawakan dirinya sendiri mengingat dirinya yang dulu.

Tangan Yunho terangkat. Menghapus air mata Jaejoong, “Jangan menangis,” ucap Yunho parau. Bagimana pria itu menyuruh orang lain untuk berhenti menangis jika dirinya sendiri sudah berkaca-kaca seperti itu?

Sekilas Jaejoong mengecup telapak tangan Yunho. Dia merindukan sentuhan dari tangan ini, “Setelah itu aku, kau, Changmin, Yoochun dan Junsu berkumpul dan saling memaafkan. Egoku kembali muncul karena kita berbaikan, dan memintamu kembali. Tentu kau menolaknya dan itu menjadi tamparan keras untukku. Aku menangisi diriku sendiri jika mengingat itu,” lanjut Jaejoong.

“Sudah…” Yunho berbisik meminta Jaejoong menghentikan ceritanya. Ini semua melukainya sangat dalam. Dalam sunyi air mata Yunho menetes turun.

“Sampai akhirnya aku bisa berdamai dengan diriku sendiri. Kita berteman namun disini masalah kembali muncul,” Jaejoong tidak menuruti keinginan Yunho dan terus bercerita, “Aku menderita karena status pertemanan kita! Bagaimana bisa, Yun… Bagaimana bisa aku mencintai orang yang sebenarnya paling tidak boleh aku cintai?

Yun, kau terlalu baik. Kau sangat baik padaku. Bagiamana aku bisa berhenti mencintaimu? Aku sudah berusaha, sungguh. Awalnya aku berharap kau menjadi jahat dan kejam. Berniat membalas dendam padaku, Junsu dan Yoochun karena meninggalkan kalian. Namun itu tidak pernah terjadi. Kenapa kau memaafkanku, Yun? Kenapa kau begitu baik padaku? Kenapa kau masih mau datang kemari mendengar ceritaku setelah aku melukaimu begitu banyak? Aku bah—“

“Cerewet,” Yunho menghentikan seluruh ucapan Jaejoong dengan dekapan lembut. Dan disana semuanya tumpah begitu saja. Jaejoong balas mendekap Yunho dan menangis keras.  Begitu juga dengan Yunho yang menangis dalam diam. Semuanya beban terasa tersalurkan perlahan.

Hampir sepuluh menit mereka dalam posisi seperti ini. Sudah tidak ada isakan lagi diantara keduanya. Hanya ruangan sunyi yang menjadi saksi bisu keduanya.

“Aku mencintaimu, Yun,” bisik Jaejoong pelan. Lelah menangis, kepalanya terkulai di pundak Yunho. Sedangkan kedua tangannya masih memeluk pinggang Yunho.

Yunho terdiam sejenak, “Aku juga,” balasnya lirih. Dia mengeratkan pelukannya terhadap Jaejoong. Hingga membuat Jaejoong merasa sangat aman dan tenang. Pria itu perlahan memejamkan matanya mencari kehangatan yang sudah hampir tidak bisa dia rasakan lagi.


.

Jam lima pagi, Yunho memilih untuk segera pulang. Setelah saling mencurahkan isi hati dan menangis, kondisi keduanya sudah tampak lebih cair.

Jaejoong membawakan Yunho satu kotak kimchi seperti janjinya tadi. Dilihatnya Yunho sedang bersiap dan membereskan barang-barangnya. Mata Jaejoong yang awas mengikuti pergerakan Yunho yang sedari tadi mondar-mandir di hadapannya.

“Yun,” Jaejoong menoel pundak Yunho yang baru selesai menggunakan sepatunya. Membuat perhatian pria itu tertuju padanya, “Jadi sekarang kita … sudah kembali?” tanya Jaejoong penuh harapan. Dalam hatinya dia berharap dengan adanya kejadian tadi, Yunho mau memulai semuanya dari awal dengannya. Toh jika mereka kembali, Jaejoong akan berjanji menjadi semakin baik dan baik untuk Yunho.

Namun ketika Yunho menunjukan senyuman terpaksa, Jaejoong hanya bisa menelan ludahnya sendiri.

“Maafkan aku. Tapi aku belum bisa,” ucap Yunho getir, “Maafkan aku. Aku mencintaimu tapi aku tidak bisa.”

Jaejoong hanya menatap Yunho dengan nanar. Tak lama dia menepuk pundak temannya dan memeluk pria yang lebih tinggi sekilas.

“Tak apa, aku tahu… aku sedang menerima karma-ku.”


Eventough Loving You is A CRIME
I’ll be happy

-END-


Ini fiksi yang kubuat kemarin untuk lomba di Fanficyunjae.

Kkk~

Kritik & Saran?

Morning

Oh my God

Jaejoong terbangun dengan erangan kesal. Bisa-bisanya dia memimpikan sesuatu yang sangat mengairahkan bersama Yunho. Ugh, rasanya ingin kembali menceburkan diri ke mimpinya yang tadi. Bisa-bisanya dia terbangun ketika—dalam mimpi—dia hampir mencapai klimaks.

Aish, bagaimana ini?

Dia sudah sangat tegaaaang!

.


.

Morning

-Z-

.

YunJae Fanfiction

.

Warning : Naughty!Jae, OOC, AU, typo, mesum, Boys love, drabble, Lime, vulgar.
Rate : M
Disclaimer : Themselves

.


.

Jaejoong menggeliyat resah. Namun kegelisahannya terhenti saat mendapati Yunho sedang tertidur dalam keadaan terlentang di sampingnya.

Awalnya Jaejoong hanya diam. Sebelum bibirnya melengkungkan senyuman licik. Tangannya meraba-raba selangkangan Yunho pelan. Berusaha semaksimal mungkin agar pria tampan itu tidak terbangun karena ulahnya.

“Ah…” ia mendesah sendiri saat tangannya mendapati sesuatu yang begitu tegang dan keras di sana.

Moring erection!

Love it~

Dengan seperangkat pikiran mesumnya, Jaejoong segera menyibak selimut yang menutupi keduanya. Tanpa sadar dia menjilat bibirnya sendiri saat melihat penis Yunho mengembung di balik celana. Aww~ dia bisa membayangkan mainan kesayangannya sedang berdiri tegak di sana~

Jari-jari lentiknya perlahan menelusuri pinggang Yunho, lalu segera melepas celana berserta dalaman kekasihnya.

KYAAA!!!

Jika dirinya seorang fansgirl, mungkin dia akan memekik seperti itu~ rasanya gemas sekali melihat Yunhonya dalam posisi seperti ini… Erotis!

Tanpa basa-basi Jaejoong membuat dirinya menjadi telanjang bulat. Di otaknya sudah tersusun apa saja yang akan dia lakukan.

Pertama, duduk di perut Yunnie-ya~ Raba-raba dadanya… ish, tapi karena gemas Jaejoong malah meremas dada kekasihnya membuat Yunho mengeluarkan lenguhan pelan.

Jaejoong terkikik karena aksinya sendiri. Setelah Yunhonya lebih tenang, perlahan Jaejoong memundurkan pinggangnya. Membuat penis tegang Yunho bergesekan dengan belahan pantatnya. Membawa friksi nikmat yang membuat tubuhnya mengejang.

Haish, b-benda itu keras sekali…

Jaejoong suka!

Dengan seduktif Jaejoong menggerakkan pinggangnya menggesek-gesek kenjantanan kekasihnya.

“Sshhh…” desis Jaejoong nikmat. Dia bisa merasakan lipatan bokongnya terasa lebih basah karena cairan yang Yunho keluarkan. Perasaan agak lengket ini sangat menyenangkan!

Aduh, sepertinya nafsunya sudah sangat mengebu-gebu. Buru-buru Jaejoong mengangkat bokongnya tinggi-tinggi. Mempersiapkan diri untuk rectumnya ditembus oleh benda besaritu. Tapi hal ini pasti tidak akan seru jika Yunhonya tidak bangun~

“Y-yunnie… bangun,” Jaejoong mengguncang tubuh Yunho pelan. Namun itu berefek! Kelopak mata Yunhonya terbuka sedikit.

Dan langsung saja~

JLEB

“Akh! Jaejoongie!”

“Nggh~ Yunho-ahhh…”

.


END


KYAAA! KEPENCET, JADI END xD /slapped/

Ini drabble loh -3-) makanya END! ENDD!!! Wahahah *dengan innocent-nya kabur & tidak menyelesaikan*

.

Ngomong-ngomong sebelum gue kabur *?*, FOLLOW ME!
at)Zknoow
-mention for follback & freechat!-

Aku salah pernah bilang pada temanku untuk tidak berhenti promosi twitter baruku sampai follower-nya melebihi nona at)BornFreeOneKiss aka Kim Jaejoong. Duh…

.

Annyeoong~

 

 

 

 

 

Pure

Warning: OOC, AU, Boys Love, typo
Rate : T
Disclaimer : Themselves

.

Inspired by : Unbreakable – Westlife & Video dari lagu Insa (entahlan itu apa, aku menemukannya di laptopku tiba-tiba)


.

BYUR!

“Yak! JUNG YUNHO!”

Yunho tertawa pelan saat Jaejoong mengejarnya setelah ia menyemprot pria cantik itu menggunakan selang, “Joongie kena! Joongie kena!” dengan nada kekanakan pria berumur 28 tahun itu berlari kesana-kemari. Selang yang tadi dia gunakan untuk mengerjai Jaejoong yang sedang memandikan Jyunnie sudah dia lempar entah kemana.

Jaejoong terdiam sejenak sebelum bibirnya menyungingkan senyuman. Dia mengambil selang yang terjatuh itu dan berbalik mengejar pria yang lebih muda 2 hari darinya, “Sini kau, Yunho!” teriaknya ceria sambil mengarahkan selang itu ke arah Yunho yang hendak memanjat pohon untuk bersembunyi.

Memanjat pohon?!

MWOYA?!

Tanpa pikir panjang Jaejoong melempar selang itu ke sembarang arah dan segera berlari mendekati Yunho, “Turun!” bentaknya sambil meraih pinggang Yunho. Memaksa pria itu turun.

Terkejut karena dibentak, Yunho menurut turun dari atas pohon. Air matanya sudah menggenang karena Jaejoong membentaknya. Apa barusan dia melakukan kesalahan besar sehingga Jaejoong marah?

Setelah Yunho turun dari pohon, Jaejoong curiga melihat Yunho yang diam saja. Dia menarik dagu orang yang dia cintai. Dadanya berdenyut melihat air mata mengenang di sana.

“Jangan menangis,” tanpa pikir panjang ia memeluk Yunho yang lebih tinggi darinya, “Maaf aku membentakmu, ne?” tangan Jaejoong mengelus-elus punggung Yunho, “Aku takut kau jatuh. Aku khawatir sekali.”

Yunho tidak menanggapi. Dia malah menggeram pelan.

Jaejoong hanya menatap Yunho miris, “Kau marah karena aku membentakmu? Yunho marah pada Jae?” tangan Jaejoong bergerak mengusap pipi Yunho.

Tidak ada jawaban…

“Yunho mandi dengan Jae, yuk…” ujar Jaejoong tanpa menyerah. Dengan lembut dia menautkan jarinya dengan milik Yunho dan mengajak pria itu masuk ke dalam rumah.

.


.

Pure

-Z-

.

YunJae fanfiction

.


.

Yunho hanya diam ketika Jaejoong membantunya menggunakan pakaian. Hal ini membuat Jaejoong khawatir karena Yunho tidak banyak bergerak seperti biasa. Yunho pasti salah sangka mengira dia marah. Ini membuat Jaejoong merasa sangat bersalah.

Setelah memakaikan Yunho kaus putih, Jaejoong mengambil jaket dengan bahan jins dan menggunakannya pada Yunho, “Yunho jangan marah pada Jae, ya? Kita main yuk.”

“Main?”

Jaejoong mengangguk cepat saat Yunho meresponnya, “Iya main. Kita naik motor Jae lalu jalan-jalan. Oke? Nanti ada angin ‘wuuush’.”

“Angin ‘wuuush’?” ulang Yunho ceria. Dia sangat senang jika menaiki motor Jaejoong lalu merasakan angin menerpanya.

Jaejoong tersenyum. Ia memperbaiki tatanan rambut Yunho. Membuat pandangan Yunho terus terarah padanya, “Tapi Yunho janji tidak marah pada Jae lagi. Bagaimana?”

Tanpa menunggu lama, ia mendapati Yunho mengangguk.

.


.

“Jyunnie~ Jyunnie~”

Jaejoong hanya terkekeh melihat Yunho mengejar Jyunnie, anjing mereka. Awalnya dia ingin mengganti nama Jyunnie menjadi ChangSeok. Namun melihat Yunho lebih nyaman dengan nama ‘Jyunnie’, Jaejoong mematahkan keinginnya.

“Hayo, Yunho. Jangan kejar-kejar Jyunnie terus. Jadi naik motor Jae, tidak?”

Dengan helm kuning di tangan kanannya, Jaejoong mendekati Yunho yang tengah berjongkok memegangi Jyunnie.

Yunho mengangguk-angguk dan bangkit berdiri. Mensejajarkan tubuhnya dengan Jaejoong dengan Jyunnie dipelukannya. Tanpa menunggu lama, Jaejoong menggunakan helm kuning itu kepada Yunho.

“Jyunnie ikut?”

Jaejoong melirik mata Yunho sekilas, “Jangan. Nanti Jyunnie bisa jatuh.”

“Mwo?” reaksi Yunho yang tampak terkejut dengan ucapannya membuat Jaejoong tertawa ringan. Setelah Jaejoong menggunakan helm di kepalanya, Yunho buru-buru menurunkan Jyunnie, “Jyunnie di rumah!” ucapnya pada anjing lucu itu.

Tingkah lucu Yunho tidak pernah gagal membuat Jaejoong tersenyum. Dia mengajak Yunho keluar menuju motornya yang sudah terparkir manis.

“Hari ini kita akan pergi ketempat yang jauuuh, arra?” ucap Jaejoong.

Dan Yunho balas mengangguk.

“Yunho mau lihat pantai, kan?”

Yunho mengangguk lagi.

Jaejoong naik ke atas motor dan diikuti Yunho. Setelah menyalakan mesin, Jaejoong segera menjalankan motor yang sudah 2 tahun menjadi miliknya.

.

.


.

.

“WUUUSSSSH~”

Jaejoong tertawa ketika Yunho meretangkan tangannya dan mengeluarkan suara lucu dari mulutnya. Mereka masih dalam perjalanan dan sedari tadi Yunho benar-benar girang karena ini.

Namun ketika Yunho tidak mengeluarkan suara lagi, Jaejoong melihat Yunho lewat kaca spion. Yunho sedang mendongak dengan mulut terbuka. Membuat Jaejoong ikut penasaran dan mendongak sekilas.

Ah, ada pesawat di atas mereka.

“Waeyo? Yunho mau pesawat?” tanya Jaejoong keras. Jika tidak suaranya tidak akan terdengar oleh Yunho mengingat motornya masih terus berjalan.

“Ne!”

Jaejoong terkikik, “Nanti kalau aku sudah ada uang, kita naik pesawat, ne? Ke Jeju. Disana bagus sekali~”

Yunho melingkarkan tangannya di pinggang Jaejoong, “Kapan Jae punya uang?”

“Jae harus bekerja dulu,” balas Jaejoong ringan dengan tetap fokus mengendarai motornya.

“Bekerja?”

Jaejoong mengangguk singkat. Dia baru ingat bahwa Yunho kurang suka saat dia bekerja. Karena ketika bekerja Yunho akan merasa kesepian.

Hening.

Jaejoong tampak asyik dengan pikirannya sendiri sebelum Yunho menyandarkan kepalanya di bahu Jaejoong dan mengosok-gosok wajahnya disana. Mengundang perhatian Jaejoong.

“Kenapa, Yun?”

Yunho mengeratkan pelukannya, “Ngantuk.”

“Mwo?!” tanpa pikir panjang Jaejoong segera mengarahkan motornya mencari hotel terdekat. Tak apa wisata mereka menuju pantai harus batal. Karena ada yang lebih penting daripada itu. Akan sangat berbahaya jika Yunho tertidur di atas motor. Jaejoong masih ingat betapa mengerikannya saat Yunho tertidur dan pria itu hampir terjatuh kebelakang jika Jaejoong tidak segera mengerem motornya dan membuat tubuh mereka bertabrakan.

Yunho mengeliyat kecil dan mendekatkan wajahnya ke perpotongan pundak Jaejoong. Omona, dia sudah hampir tertidur!

Buru-buru Jaejoong melepas satu tangannya dan menepuk-nepuk paha Yunho, “Jangan tidur dulu! Kita ke hotel, ne?”

.

.


.

.

.

Jaejoong mendesah tertahan melihat Yunho yang tengah tertidur sambil memeluk bantal. Wajah damainya membuat Jaejoong enggan untuk melihat ke arah lain.

Sebenarnya dia sudah susah payah menyusun rencana untuk berjalan-jalan dengan Yunho. Apa lagi mengingat dia setengah mati meminta cuti selama dua hari untuk bisa mengajak Yunho pergi ke tempat lain.

Namun Yunho yang tertidur saat diperjalanan melenceng jauh dari harapannya.

Jaejoong tersenyum kecil lalu naik ke atas kasur. Duduk di samping Yunho sambil mengusap-usap kepala pria itu. Hahaha, pria dewasa ini masih membutuhkan tidur siang dan memiliki keinginan dimanjakan. Lucu sekali. Gemas dengan pemikirannya sendiri, Jaejoong menunduk dan mencium pipi Yunho singkat.

Ngg? Wae? Kenapa kalian menatap Yunho heran?

Yunho memang mengalami gangguan kejiwaan. Sehingga dia seperti itu.

Lalu?

Jaejoong tidak mempermasalahkannya karena dia mencintai Yunho.

Pria cantik itu memilih ikut berbaring di samping Yunho dan memejamkan mata. Bersama mulai tertidur.

.


END


.

FLUFF! Kkk~ aku senang membuat fanfiksi yang tidak berat. Rasanya unyu sekali membayangkan Yunho yang kekanak-kanakan.

Ngomong-ngomong, FOLLOW ME!
@zknoow
-mention for follback-

Dengan penuh kenorakan akhirnya aku memiliki twiter haha… *garuk tengkuk*
Always, free chat~

Kupaksa kalian mem-follow. Ini twitter loh, aku yakin kalian punya *maksa*

.

Hahaha,

kritik & saran?

Poison

Warning : OOC, typo, Boys Love, Evil!Jae, Innocent!Yun, Real Person, YunJae.

Rate : K

Disclaimer: Themselves.

.


.

Poison

.


.

Jaejoong membuka tas sekolahnya. Duh, buku Bahasa Inggrisnya tertinggal di kelas. Padahal besok ada PR dari mata pelajaran itu! Belum lagi guru Inggrisnya terkenal killer. Tidak tanggung-tanggung akan menyuruh murid yang tidak mengerjakan PR-nya untuk mengosok lantai kamar mandi ruang guru sampai mengkilap.

“Bagaimana ini?” dia tidak mau dihukum! Mengosok lantai kamar mandi ruang guru sambil dilihat oleh guru-guru yang ada disana sangat memalukan! Harga dirinya bisa hancur! Mau menyalin besok juga akan percuma. Bahasa Inggris mata pelajaran pertama, dan lagi soalnya ada 35 nomor. Mana sempat?!

Jaejoong menopang dagunya, duduk di atas kasur. Tampak berfikir keras mencari solusi. Tak lama, ide cermerlang hinggap di kepalanya. Dia menoleh ke jam dinding dengan bingkai hitam di kamarnya. Masih jam empat sore! Kegiatan klub kekasihnya selesai jam setengah enam, kan?

Buru-buru Jaejoong mengambil ponselnya yang sedang dicharger. Men-dial nomor kekasihnya.

Tuut… tuut…

Tidak di angkat? Jaejoong menautkan alisnya heran.

Ah iya! Mana mungkin di angkat. Pria itu sekarang pasti sibuk menendang bola kesana-kemari. Tanpa berlama-lama lagi, Jaejoong membuka aplikasi ‘Kakao Talk’ miliknya. Mengirimkan pesan ke kekasihnya secepat mungkin.

‘Buku Bahasa Inggrisku ada di laci meja. Tolong ambilkan jika tidak, jangan harap aku membuatkan bekal lagi.’

Beres.

Kekasihnya yang polos itu pasti akan membawakannya. Lagipula, sebenarnya walaupun Jaejoong tidak memberikan ancaman, Yunho akan tetap melakukannya. Pria itu terlalu baik.

Setelah pesan terkirim, dia kembali mematikan ponselnya dan mencolokkan kabel untuk mengisi baterai.

“Mandi, lalu beri Yunho-ah hadiah jika mengantarkan buku~” senandung Jaejoong saat memasuki kamar mandi. Handuk sudah bertengger di pundak tegapnya.

.


.

Jaejoong tertawa puas saat menonton Varity Show ‘Running Man’ dengan setoples keripik di pangkuannya. Namun kegiatannya terhenti saat dia mendengar suara samar.

Dia menurunkan volume TV-nya dan berusaha fokus dengan suara yang dia dengar.

Diin! Diin!

Oh! Suara motor Yunho! Jaejoong melompat turun dari atas sofa dan segera ke berlari kecil ke pintu keluar. Tidak lupa mengambil bingkisan yang spesial dia siapkan untuk Yunho.

Mata Jaejoong mendapati Yunho masih duduk di atas motornya sambil menyodorkan buku biru muda miliknya. Ia segera menyambar buku itu.

“Oke, sip. Terima kasih,” ucap Jaejoong ringan.

Yunho hanya tersenyum tipis, “Tumben sepi.”

“Oh, eomma sedang pergi ke supermarket,” balas Jaejoong. Dia menjulurkan bingkisan yang dia siapkan ke arah Yunho. Tentu saja Yunho segera mengambilnya. Memutar-mutar bingkisan itu sambil menebak-nebak apa isinya, “Ini apa?” ucap Yunho.

“Sup. Tanda terima kasih karena mau mengantarkan bukuku,” ujar Jaejoong dengan wajah manis. Seketika, langsung membuat hati Yunho lumer.

Dan omona! Jaejoong memajukan tubuhnya dan mengecup pipi Yunho.

Cup

Singkat namun berhasil membuat Yunho melayang ke langit ke-7. Rasanya ingin melompat-lompat karena senang.

“T-terima kasih untuk supnya, Jaejoongie,” ujar Yunho malu-malu, “Aku harus segera pulang. Hehehe, selamat sore~” rona tipis di pipi Yunho dan bibirnya yang melengkungkan senyum, mengiringi deru motornya melintasi jalanan sepi sore itu.

Tidak sadar Jaejoong menatap kepergiannya dengan seriangaian iblisnya.

.


.

Sesampainya di rumah. Yunho langsung berlari kecil ke dapur. Lupa menyapa ibunya yang sedang duduk menonton TV, Yunho mengambil mangkuk dan menuangkan sup yang Jaejoong berikan untuknya.

Merasa ganjil anaknya tidak memberikan kecupan selamat datang, ibu Yunho berjalan ke dapur, “Kau pulang tidak menyapa ibu dulu, hmm?” ledek wanita 48 tahun itu. Tangannya melipat di dada dan menatap kesal anak sulungnya. Namun hal itu langsung tertepis saat melihat semangkuk sup di atas meja.

“Dapat dari mana sup itu? Ibu tidak memasak makanan berkuah hari ini,” ucapnya penuh selidik.

Yunho hanya tersenyum tipis, “Jaejoongie yang memberikan~” ucapnya malu-malu.

Diam sebentar sebelum ibu Yunho tertawa pelan, “Dasar anak muda. Ya sudah, habiskan sup dari kekasih tercintamu itu, lalu mandi dan kerjakan tugas,” ucap ibu Yunho sebelum kembali ke ruang tengah untuk menonton TV.

Setelah ibunya kembali, Yunho duduk di kursi meja makan. Menangkupkan tangannya di depan dada, “Selamat makaan~”

.

.

.

.-.


.-.

.

.

.

“Jaejoong-ah.”

Jaejoong buru-buru mendongak saat mendengar suara ibunya, “Kenapa, eomma?”

Ibu Jaejoong menghapiri putra tunggalnya dengan panci kosong di tangan kanannya, “Sup di panci mana? Jangan bilang kau makan.”

Bibir Jaejoong melengkung senyum samar, “Sudah aku buang.”

Wanita itu mengelus dadanya dan menghela nafas, “Untung kau buang. Ibu tidak sadar itu sup dari kemarin dan sudah basi.”

Pandangan Jaejoong segera beralih ke TV di hadapannya, “Tenang saja, eomma. Sup itu sudah berada di tempat yang ‘tepat’.”

“Baiklah. Jae, bantu eomma siapkan makan malam, yuk.”

Jaejoong mengangguk dan mematikan layar TV, “Appa pulang malam, ya?” ucapnya berbasa-basi.

“Ne. Nanti kamu makan saja dulu. Eomma menunggu appa.”

Jaejoong menggerakkan tangan kanannya membentuk tanda hormat dengan meletakkannya di atas alis, “Siap eomma!”

Melihat tingkah anaknya, ibu muda itu tertawa. Mereka membuat makan malah penuh keceriaan. Tanpa sadar Jaejoong tertawa dalam hati memikirkan nasib kekasihnya sekarang.

HAHAHAHA! Pria Jung itu pasti sedang sakit perut sekarang. Jelas saja, dia memberikan sup basi tadi! Pfft, diam-diam seperti ini, sebenarnya dirinya sangat usil. Dan mau tidak mau sang kekasih tercinta yang menjadi imbasnya.

.


END


*~Side Story~*

Yunho tampak serius mengerjakan tugasnya setelah memakan sup yang diberikan Jaejoong. Sebelum perlahan dia merasa perutnya melilit sakit. Dia meringis dan memegang pensilnya erat.

Aduh… apa yang terjadi? Sepertinya dia baik-baik saja dari tadi…

Yunho meringis menahan sakit. Namun karena tidak tahan lagi, dia segera berlari ke luar kamar. Turun ke toilet di samping dapur. Dan…

Hell!!!

Ada yang sedang menggunakannya.

Yunho menggedor pintunya keras.

“Yak! Tunggu sebentar!” terdengar suara dari dalam. JiHye! Adiknya.

“JiHyee! Ayo cepaat. Oppa sudah tidak tahan lagii…” rintih Yunho.

“Diamlah, oppa! Kau pikir hanya perutmu yang sakit?!” bentak JiHye dari dalam.

Ugh… mendengar suara JiHye perutnya semakin melilit. Yunho mencengkram bagian depan perutnya erat. Kenapa lama sekali, sih!? Dia sudah tidak tahaaan!!

“JIHyeeee!!!”

“DIAM!”

.

.

.


Hahaha! Ngaco sengaco-ngaconya!

Aku sedang suka membuat fanfic one shoot seperti ini.

Komentar yaaa~

.